Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Tengah Malam
"Saat kau sibuk bergumul dengan Raymond di atas ranjang, Mama menelepon, katanya rindu dan ingin kita pulang. Jadi, kita akan langsung ke sana."
Perkataan Alena membuat wanita yang sedang memeluk boneka koala berwarna biru di kursi penumpang langsung menoleh, tatapnya penuh tanya.
"Kita, kan, baru pulang dua hari yang lalu?"
Alena mendesah, matanya mengamati jalanan di depan, konsentrasi dengan kemudinya. "Memang mencurigakan, pasti ada sesuatu."
Alexa menelan ludah. "Apa Bibi Serra tahu tentang adegan kali ini?"
Alena menggeleng. Tidak tahu lebih tepatnya. Tidak ada yang bisa menebak apa yang bisa dilakukan Serra dalam mematai anak-anaknya. Bisa jadi ibunya tahu tentang Alexa yang melangkah sedikit dari garis pembatasnya.
Meski Serra jelas lebih mudah diatasi daripada Vincent dan Valisha, tetap saja wanita itu tegas terhadap beberapa hal.
"Siapkan saja telinga dan mentalmu," ucap Alena mengingatkan, bukan hanya pada Alexa melainkan juga dirinya. Bagaimana pun ia yang mengajukan diri untuk menjadi pengingat Alexa agar tidak keluar dari zona yang ditetapkan saat wanita itu bilang ingin melihat dunia hiburan.
Pertama kali Alena bergerak keluar dari peraturan yang diberikan, membiarkan Alexa melakukan peran yang sedikit lebih banyak dari biasanya. Ia pikir yang penting tetap figuran, maka tidak masalah. Tapi, sepertinya Alena salah. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi senyuman ibunya.
"Aku sama sekali tidak bisa menyiapkannya!" ujar Alexa agak horor, beberapa kenangan tentang 'hukuman' yang biasa diberikan Serra saat dua wanita itu melakukan kecerobohan melintas di kepalanya. "Bagaimana kalau tidak usah pulang? Kita, kan, bisa bilang bahwa syutingnya baru selesai larut malam?"
Alena melirik jam di dashboard mobil, pukul setengah sepuluh, waktunya sangat cukup untuk pulang karena rumah mereka tidak terlalu jauh.
"Kau yakin ingin membohongi Mama? Yakin bisa selamat setelahnya?" Suara Alena terdengar mengalun. Ide Alexa memang cukup menggiurkan, tapi wanita itu tidak yakin kepala mereka akan tetap berada di tempatnya bila Serra tahu mereka membohonginya.
"Heung!" Alexa merengut, kembali memeluk bonekanya, kali ini lebih erat. "Koya, apa yang harus aku katakan kalau Bibi Serra meminta penjelasan karena melakukan adegan lebih banyak?" tanyanya pada boneka di pelukan. "Apa aku akan dihukum?"
"Kemungkinan besar."
Jawaban santai Alena membuat Alexa semakin kesal. "Kenapa kau tenang sekali?! Bagaimana kalau Bibi Serra memberi hukuman yang sama seperti sebelumnya?"
Astaga! Alena mendesis kesal. Untuk apa kejadian yang sudah lewat itu diingatkan lagi? Alena tentu saja masih sangat ingat, otaknya masih bisa memutar kejadian demi kejadian seperti kaset. Seluruh tubuhnya meremang hanya dengan membayangkan menerima hukuman seperti itu. Lagi.
"Kau tahu hukumannya selalu sesuai dengan suasana hati Mama, kan? Kita mungkin akan mendapat hukuman lebih ringan dari sebelumnya atau malah lebih keras lagi."
Alexa ingin menangis. Keadaan seperti ini yang membuatnya ingin menjadi kecil dan bersembunyi di lubang semut. Demi Patung Hokage Keempat, Alexa sama sekali tidak siap!
"Kita sampai," ucap Alena pelan, sebenarnya enggan membawa mobilnya memasuki halaman setelah security membukakan gerbang. Tapi, Alena tahu bahwa setiap masalah harus dihadapi. Termasuk hukuman yang akan segera ia terima.
***
CTAK!
Alexa yang hampir tertidur langsung menegakkan tubuh begitu mendengar suara rotan kecil yang dipukulkan ke atas meja. Wanita itu mengerjap, dengan cepat kembali mengumpulkan nyawa serta fokusnya pada benda-benda di meja.
Jemari lentik itu kembali menari di atas mesin tik tua, matanya fokus pada buku tebal di sisi mesin tik. Meski mengantuk, meski matanya sudah sangat lelah dan perih, Alexa tidak bisa berhenti. Kalau hukuman yang diberikan Serra tidak selesai tepat waktu, Alexa tidak tahu hukuman apa yang akan ia terima sebagai tambahan karena gagal.
Pukul tiga dini hari! Alexa yang tidak sengaja melirik pada jam kuno yang berdiri di sudut ruangan, menghela napas pelan. Sudah lima jam Alexa di ruangan ini, ditemani mesin tik tua--salah satu koleksi Serra--yang masih bisa digunakan dengan sangat baik, buku tebal di sisi mesin tik yang halamannya terbuka, juga seorang wanita paruh baya yang berdiri tegak di hadapannya.
Tubuhnya pegal, Alexa ingin segera bertemu kasur dan berbaring, tapi ia tidak bisa menunjukkan keluhan atau sedikit saja kekesalan di hadapan seseorang yang berdiri dengan rotan di tangan, bersiap memukul meja kayu setiap kali Alexa nyaris tertidur.
"Aku haus," ucap Alexa pelan, menatap penuh permohonan pada wanita yang ikut merawat dan menjaganya sejak bayi. Meski sudah cukup sepuh, wanita itu tetap berdiri kokoh di atas kedua kakinya, menatap galak setiap saat. Bukan hanya pengasuh, wanita di hadapan Alexa merupakan guru tata krama yang mengajarkan wanita itu dan Alena cara memegang cangkir teh.
"Mau dibuatkan minum apa?" Wajah wanita baya itu melembut, sedikit tidak tega melihat mata dan wajah lelah gadis kecilnya.
"Air putih saja. Yang dingin. Sesuatu yang hangat hanya akan membuatku semakin mengantuk."
"Baiklah, akan segera saya ambilkan."
Alexa langsung tersenyum cerah. "Terima kasih, Bibi Marie!"
Wanita paruh baya itu keluar dari ruangan berisi rak-rak kayu tinggi, terlihat mahal dengan semua koleksi buku dari berbagai penulis dunia, meninggalkan Alexa yang kembali fokus pada mesin tiknya.
Wanita itu kembali fokus, menahan kantuk, bertekad menyelesaikan hukumannya dengan cepat dan berbaring.
Seperti tebakan Alena dan Alexa sebelumnya, Serra mengetahui dengan jelas apa yang terjadi di lokasi syuting. Tentang Alexa yang menerima banyak pujian karena menyelesaikan sebuah adegan cukup panjang dalam sekali take, tentang penambahan adegan yang disetujui Alexa, juga tentang pergumulan panas--aktingnya dan Raymond hari ini.
Serra mengatakan satu demi satu kesalahan yang dilakukan Alexa dan Alena dengan wajah tersenyum lebar, sangat cantik namun menakutkan.
Alexa menerima hukuman untuk menerjemahkan sebuah novel sastra klasik berbahasa Jerman ke dalam Bahasa Inggris. Sebenarnya tidak ada masalah. Alexa bisa melakukannya. Hanya saja tenggat yang diberikan Serra adalah saat matahari pagi terbit dan mulai bersinar.
Memangnya siapa orang gila yang bisa selesai menerjemahkan novel asing ke dalam bahasa inggris secara manual menggunakan mesin tik tua dalam waktu setengah malam?
"Haa ... ada di sini orangnya," ucap Alexa seraya terkekeh pelan, menatap pada beberapa halaman tersisa yang belum diterjemahkan.
Kertas-kertas putih berserak di atas meja, juga tinta. Novel yang harus diterjemahkan wanita itu terlihat kusut di beberapa tempat, akibat Alexa yang melipatnya berkali-kali, memberi tanda agar tidak pindah halaman tiba-tiba dan membuat hasil pekerjaannya tidak bisa dibaca.
Alexa tidak tahu hukuman jenis apa yang diberikan Serra pada Alena, tapi sepertinya jelas lebih baik dari sebelumnya. Baik Alexa mau pun Alena bersyukur tidak harus melewati siksaan seperti hukuman sebelumnya.
Sekitar tiga tahun lalu, Alena dan Alexa pernah bolos dari kelas privatnya sebagi pewaris, pergi main ke banyak tempat, lupa diri hingga baru pulang hampir pukul sepuluh malam.
Tentu saja Serra sangat marah. Sudah bolos, pergi tidak bilang-bilang, pulang sangat terlambat pula. Jadi, Alena dan Alexa menghabiskan satu minggu penuh di sebuah peternakan, membantu membersihkan kandang, memberi makan sapi, mengunjal air dari jarak sangat jauh, dan berakhir penuh peluh dan berbau kotoran.
"Ah, masa lalu yang menakutkan." Alexa menghela napas.
"Masa lalu apa?"
Wanita itu terkesiap, hampir menulis match menjadi much, saat sebuah suara menginterupsinya. Wanita anggun yang mengenakan gaun tidur berbahan satin biru gelap itu terlihat cantik dan anggun seperti biasa.