NovelToon NovelToon
Kekasih Masa Kecil

Kekasih Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Poligami / Balas Dendam / Selingkuh / Harem / Romansa
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Zhy-Chan

Rainer Prayogo, Seorang anak dari Petinggi di Institusi Kepolisian..
Rainer tak menyangka, wanita yang di cintainya, Bellona Carla, yang telah merajut kasih dengan nya selama 3 tahun pada akhirnya mengkhianati Rainer...

Namun Peristiwa itu mengingatnya pada 15 tahun silam, seorang gadis kecil yang bernama Renata Dwi Anggita
Mereka membuat janji ikatan cinta untuk kembali bertemu 15 tahun kemudian..

Akan kah mereka memenuhi janji tersebut?
Yok, ikuti kisah nya...😁

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

POV Rainer

“Maaf, Ada apa ya mas?” tanyaku saat aku sudah turun dan sudah didepan mereka yang memberhentikan motor mereka sedikit jauh dari mobilku.

“Aaahhh.. jangan banyak bacot lo. Hajar Bang.” Ucap penumpang motor yang masih duduk di motor tersebut.

“Lo udah mepet gue tadi. Untung aja gue gak jatuh.” Tambah si pengemudi yang sudah turun dari motornya dan mendekatiku dengan meregangkan ototnya.

“Maaf mas. Saya gak sengaja.”

“Aaaahhhhh.. Bacot Lo.. rasain nih.”

Pengemudi motor yang berbadan besar itu langsung berlari seakan memukulku. Tapi, aku berhasil menahan pukulannya sampai di wajahku. Dengan masih menggenggam kepalan tangannya, aku langsung memukul perutnya dengan lututku. Sampai akhirnya ia terduduk dan memegang perutnya.

“Saya kan sudah bilang kalau tidak sengaja….”

BRAAAAKKKKK….

Aku terkejut saat kepalaku terasa terhantam sebuah balok yang patahan baloknya terlihat di depan mataku. Memang saat itu aku merasa kesakitan. Tapi, emosiku menutup kesakitan itu. aku paling benci yang namanya pengkhianatan. Dan kali ini, kembali aku menerima pukulan dari belakang. Membuat emosiku kembali naik seakan akan ingin melampiaskan emosiku semuanya kepada dua orang ini.

“Sini lo..” aku langsung menarik paksa orang yang memukulku dari belakang ke hadapanku. Terlihat orang itu adalah penumpang yang memegang sebuah patahan balok dengan tampang ketakutan. Mungkin dia ketakutan dengan apa yang ia lihat. Kembali aku melihat dia melihat kepalaku dan patahan balok yang berada di tangannya berulang kali.

“Lo kalo jantan. Jangan main belakang. Ayo, pukul gue dari depan.” Pintaku ke penumpang motor tadi yang memang lebih kecil daripada temannya si pengendara motor tersebut. Tampak ia kembali melayangkan patahan balok tadi ke kepalaku lagi. Tapi aku kali ini menangkisnya. Sampai akhirnya, balok tersebut terlepas dari genggamannya. Dengan hal itu, langsung saja aku tarik tangannya, dan kupiting tangannya sampai berbunyi seperti tangan yang patah. Tanpa sadar emosiku mengalahkan akal sehatku. Aku memang dikuasai oleh emosi kala ini.

“AAAAWwWWWw… Addduuuhhhhh…. Ampuunn baaanggg…” Teriak si penumpang motor tadi setelah lengannya aku patahkan. Aku pun langsung mendekati di pengemudi yang masih terduduk sambil ketakutan melihat temannya yang meringis kesakitan akibat patah tangannya tersebut.

“Lo mau ngelawan lagi? Ayo sini gue layanii..” tanpa sadar aku langsung menarik pengemudi motor tersebut untuk berdiri. Berulang kali ia meminta ampun dan maaf ketika aku menariknya untuk berdiri.

“Cukuuupppp.. berhentiiii… jangan buat keributan di wilayah gue.”

Aku mendengar teriakan dari belakangku. Akupun melepaskan si pengendara motor tadi dan langsung menoleh ke belakang. Aku melihat gerombolan preman yang datang menghampiriku. Mereka terlihat mulai menggerak gerakkan tangannya dan kakinya seakan pemanasan sebelum melakukan perkelahian. Dan aku melihat seorang pria berbadan tegap berdiri ditengahnya. Dengan tato di lengannya, tanpa memperhatikan wajahnya aku bisa menilai kalau ia adalah kepala dari gerombolan preman tersebut.

“Sepuluhh.. Sebelas.. Dua Belas…Ayoo.. lo mau gue layani…” aku langsung mendekati mereka tanpa takut untuk kalah. Setelah menghitung gerombolan itu berjumlah dua belas, aku langsung mendekati mereka dengan kepalan tangan yang masih sama. Ingin aku lampiaskan semua emosiku tentang Lona ke mereka kali ini.

“Stoppp… Ner.. gue badaiii..”

Akupun langsung berhenti dan mengingat nama yang disebut oleh pria bertato tersebut. Ya, aku ingat. Dia adalah Badai. Teman sekolahku yang seumuran denganku. Memang ia lebih memilih untuk berkecimpung dengan dunia hitam dibanding kuliah dahulu. Entah kenapa aku lupa akan Badai. Mungkin aku terlalu emosi. Sampai akhirnya, emosi menutup semua akal sehatku.

“Lo kenapa sih Ner.” Hanya itu yang diucapkan Badai kepadaku sambil melewati ku. Tak lupa ia memukul pelan pundakku untuk menjinakkan emosiku.

Ia langsung menemui si pengendara motor dan langsung jongkok sambil menghisap rokok yang memang aku ingat Badai yang susah lepas dari rokoknya.

“Heiii.. Lo cari gara gara men.” Kata Badai ke pengemudi motor tersebut sambil menepuk pelan lengannya.

“Lo tau siapa gue? Gue Badai. Mungkin lo pasti dengar nama itu, kalau lo sering lewat sini. Dan yang lo serang itu Rainer . Teman gue. Lo cari gara gara sama teman gue, berarti lo cari gara gara sama gue. Ngerti kan lo?”

“Ehhh.. ngerti bang. Ngertiii… maaf ya bang. Maaf bang.” Ujar si pengemudi tersebut ketakutan sambil meminta maaf kepadaku.

“Dah, sekarang lo lebih baik cabut. Bawa teman lo ke rumah sakit. Ini sedikit ada tambahan untuk berobat tangannya yang patah. Dan kalau lo masih penasaran sama teman gue. Cari aja gue. Gue yang bakalan nambah korbannya. Ngerti lo?”

“Ehhh… iya bang… maaf sekali lagi bang.”

Aku hanya bisa melihat saja, saat Badai bicara sama pengemudi motor itu. Sampai akhirnya, Badai memberi setumpuk uang sepuluh ribu, dua puluh ribu dan lima puluh ribu kepada si pengemudi tadi. Dan si pengemudi motor tadi langsung berlari kecil menghampiri temannya yang kesakitan itu sambil sesekali kembali meminta maaf kepadaku. Sampai akhirnya, mereka pun pergi dengan mengendarai motornya lagi dengan rona ketakutan.

“Udaahhh. Teman teman.. sekarang pada bubar gih. Keburu ntar polisi datang.” Ucap Badai kepada teman temannya tersebut.

Dengan arahan dari Badai, mereka satu satu pun berjalan sambil menyalamiku. Dengan senyuman dan sedikit tegukan kepala tanda hormat, mereka meninggalkan aku dan Badai berdua. Tak terasa aku mengingat 11 orang preman tadi menyalamiku sambil mengucapkan kata kata yang masih terngiang di benakku.

“Maaf bang. Gue gak tahu kalau itu bang Rainer .”

“Sorry bang. Kalau gue tahu, gue yang habisin mereka.”

“Lain kali, kalau ada cecunguk kek mereka, kasih aja sama gue bang. Tangan abang terlalu berharga buat menghabisi mereka.”

Aku yang hanya mengangguk angguk itu melihat ke sebelas preman itu kembali ke posnya yang tak jauh dari mobilku terparkir. Sampai akhirnya, aku benar benar berdua dengan Badai, sahabat semasa sekolah.

“Yok ke sana.” Ujar Badai mengajakku ke bawah pohon tak jauh dari mobilku yang terparkir tersebut.

“Maaf ya Dai. Gue udah buat keributan di wilayah lo ini. Dan makasih.”

“Ahhh.. santai Cing. Kek lo siapa aja. Tapi kok lo bisa se emosi itu sih. Jadi keingat dulu. Ada apa sih?”

Badai bertanya kepadaku dengan panggilan kecilku. Cing. Ya, itu berasal dari kata Cacing. Karena, aku seperti cacing yang bisa menggeliat jika disentuh. Seperti diriku yang emosian jika di sentuh atau diusik. Dan kembali aku teringat waktu itu karena perkataan Badai. Waktu itu, Badai yang dihabisi oleh preman kampung sebelah, dan tanpa ampun, mereka langsung ku habisi hanya dalam satu jam dimalam itu. kata teman temanku yang lain, pukulan ku membabi buta, tanpa mereka kenal akan diriku.

“Ada apa? Sampai sampai lo gak bisa nahan emosi lo? Bilang sama Badai Prakoso.”

Ya, Badai Prakoso salah satu sahabat kecilku semenjak aku pindah ke kota ini. Bersama Guntur Jayakarsa, Bima Candrakusuma dan Sakti Mugiawan, dikenal sebagai lima pemuda ditakuti dan disegani di komplek kami. Sampai akhirnya, perjalanan kami yang selalu bersama harus terhenti saat aku, Guntur dan Bima harus melanjutkan pendidikan kuliah tanpa diikuti oleh Badai dan Sakti. Tentu saja, mereka berempat tahu siapa aku dan karakterku.

“Huuuffftttt.. gue gak tahu Dai.. mumet otak gue..” kataku sambil memegang kepalaku mengingat masalah yang ku hadapi saat ini.

“Hmmm…” Badai malah memicingkan matanya menatap ke arahku.

“Cing gini deh, gue tahu lo siapa. Dan gimana elo gue tahu. Kalau lo se emosi gini, lo pasti ada masalah nih. Ayo cerita ke gue.”

“Ga tau ah… gue aja pusing.”

Aku pun kembali menundukkan kepalaku menghadap ke bawah. Sambil memegang kepalaku yang memang sudah penuh dengan penyesalan apa yang telah dilakukan Lona. Kembali tentang Lona muncul di benakku. Perkenalanku dengannya yang menyebabkan aku memilikinya.

1
Si Penjahat
jalan cerita membagongkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!