setelah tiga tahun menjalani rumah tangga bersama dengan Amran, Zahira tetap tidak bisa membuat lelaki itu mencintainya. Amran selalu memperlakukan Zahira dengan sangat kejam. Seakan Zahira adalah barang yang tidak berguna.
sebaik apapun hal yang sudah Zahira lakukan, selalu saja tidak bernilai dan kurang di mata Amran.
" aku ingin bercerai!" ucap Zahira dengan lugas. meskipun tanganya mengepal kuat, namun semua itu adalah refleksi dirinya agar kuat dan tidak goyah dengan rayuan Amran.
" memangnya kau bisa apa setelah bercerai dariku?" Amran selalu bisa menghina Zahira dan melukai harga diri wanita itu.
Amran membuang wanita itu dan Zahira bertekad untuk tidak memberikan kesempatan bagi Amran. Lelaki yang tidak bisa lepas dari hutang budinya pada wanita lain, tidak akan Zahira pikirkan lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lafratabassum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sudah beberapa hari sejak Zahira menyanggupi tawaran dari seorang lelaki pemilik kafe. Dan saat ini dia memanggilnya Pak Norma.
Kini dalam sehari, Zahira akan tampil 2 kali. Dan setiap kali tampil wanita itu mendapatkan bayaran sebesar 400 ribu.
Selain bermain di kafe pak norma, Zahira juga menerima tawaran jika ada yang memanggilnya bermain dalam acara tertentu.
Kini jemari tangan yang awalnya putih mulus mulai terlihat terbalut plester di beberapa bagian. Zahira juga semakin terlihat kurus.
setiap hari Zahira akan naik bus pada sore hari dan pulang saat menjelang tengah malam.
Di jam terakhir bus beroperasi, Zahira akan pulang dari kafe pak Norma, kebetulan malam ini hujan turun dengan sangat deras. Wanita itu masih berdiri di halte bus sambil memeluk dirinya karena kedinginan.
Demi bisa menghemat biaya Zahira rela menggunakan bus sebagai transportasi nya. Dulu dia hanya meminta, dan akan ada sopir yang siap mengantarkan nya kemana pun.
Sekarang semuanya berubah total, Zahira tidak lagi bergantung pada orang lain.
Suara guntur kembali terdengar keras, tak jauh dari sana sebuah mobil Bentley bergerak mendekatinya. Dari kejauhan Zahira sudah bisa mengenali siapa pemilik mobil itu.
Kaca penumpang turun perlahan menampilkan seorang lelaki yang sudah tidak lagi menghubunginya semenjak kejadian di ruangan perusahaan.
Dada Zahira bergemuruh dan mulai sesak. Dia kembali teringat dengan penolakan orkestra tempo hari.
Sayangnya sebelum mobil itu berhenti di depannya, Zahira lebih dulu meninggalkan halte bus. Wanita itu memilih kehujanan daripada berbicara dengan Amran.
Kaki jenjangnya membelah genangan air sedang tangannya membawa tasnya di kepala. Bajunya seketika basah kuyup begitu berlari menjauhi halte.
Didalam mobil Amran menyaksikan semuanya. Dia tidak pernah melihat Zahira semenyedih ini.
" Sekertaris Erisa, apa kau tau kenapa Zahira menolak bergabung dengan orkestra dan memilih menjadi pemain kafe dengan bayaran yang kecil?" tanya Amran dengan tatapan masih mengarah pada Zahira.
Sekertaris Erisa yang duduk di samping sopir dengan segera meremas tangannya. Dia tidak melaporkan hal ini pada Amran. Jadi dari siapa pak Amran mengetahui nya.
" ...sa.. Saya pikir mungkin Nyonya ingin memilih tempat yang tidak terlalu mencolok. jadi saya tidak mengatakan pada pihak orkestra lagi"
" apa ada sesuatu yang berjalan tanpa sepengatahuan ku, Sekertaris Erisa? " tanya Amran memperingati Sekertaris Erisa. Suara tegas dan tersirat nada kemarahan.
Mendengar pertanyaan Amran, seketika Sekertaris Erisa bisa menebak jika saat ini Pak Amran sudah mengetahui apa yang dia lakukan di belakang lelaki itu. Jadi dengan rasa takut wanita itu segera meminta permohonan " maafkan saya pak Amran. Saya tidak akan mengulangi nya lagi"
Amran terdiam sejenak, tidak langsung menjawab. Namun rahangnya mengetat pertanda dia begitu kecewa dengan tindakan Sekertaris nya.
Saat bayang Zahira benar -benar menghilang di telan hujan. Barulah Amran kembali berucap.
" Dia dulu sangat tidak kuat dengan rasa dingin. sekarang kenapa malah memilih berlari di tengah hujan deras pada tengah malam. Apa Zahira begitu membenci ku Sekertaris Erisa?"
Suara Arman sangat tenang namun terdengar sedih.
"... Mungkin.. nyonya hanya tidak melihat anda pak Amran. "
Balasan dari Sekertaris Erisa sama sekali tidak masuk dalam telinga Amran. Lelaki itu menatap air hujan dengan pikiran melayang. Lalu tiba-tiba berucap
" turunlah Sekertaris Erisa, aku akan segera pulang"
Sekertaris Erisa tampak kebingungan.
" tapi... Di luar masih hujan pak Amran"
" apa kau takut hujan? Bukankah kau lihat sendiri Zahira yang lemah saja bisa berlari di tengah hujan ini, kau yang nampak lebih sehat kenapa tidak bisa?"
Kalimat itu bukankah sebuah perintah, namun sebuah hukuman bagi Sekertaris Erisa yang berani bertindak sendiri atas orkestra.
Sekertaris Erisa sama sekat tidak menyahut lagi. Wanita itu turun lalu memberikan hormat pada Amran saat mobil nya berjalan menjauh.
Sopir hanya menatap nya sekilas, dia juga sedikit jengkel dengan sikap sombong Sekertaris Erisa pada Nyonya Renaldi. Wanita itu terkadang menggunakan status nya untuk merendahkan dan berlaku sewenang-wenang.
Setidaknya hukuman dari pak Amran jauh lebih ringan daripada yang dia pikirkan.
Zahira akhirnya terpaksa menggunakan taxi. Wanita itu setelah mandi air hangat segera merebus air untuk membuat teh.
Saat ingin menyiapkan bahannya dia melihat pesan. Di depan kulkas ada sebuah note yang tertulis.
" Zahira, besok Arfan akan melakukan pengecekan rutin. Ibu harap kau datang dan membayar tagihan"
Zahira memandang tulisan itu sedikit lebih lama. Dia memang masih memiliki tabungan untuk beberapa bulan kedepan.
Tapi jika di lihat dari gaji nya saat ini, maka perlahan tabungan nya tidak akan sanggup menutupi biaya rumah sakit Arfan dalam setahun kemudian.
Suara teko air membuyarkan lamunannya. Pandangannya kini beralih pada air yang mulai mendidih. Bayangan menikmati segelas teh hangat mulai sirna. Dia sudah tidak berselera lagi. Zahira mematikan kompor lalu pergi tidur.