Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Enam
Naura melihat penampilannya sekali lagi di cermin. Dia merasa baju yang dipilihkan Lina sedikit seksi. Rok yang berada sejengkal di atas lutut. Jas yang cukup pas di badan dan dalamannya sedikit terbuka hingga memperlihatkan lehernya yang jenjang.
Setelah merias wajahnya, Naura keluar dari kamar. Hari ini Lina yang akan menjaga putranya karena tak mungkin membawa ke kantor. Mereka akan rapat seharian dan ada Alex di sana.
Lina tak berkedip saat melihat Naura keluar dari kamar. Mulutnya terbuka seolah terkejut melihat penampilan sahabatnya itu.
"Kenapa memandangi aku seperti itu, Lin? Aku tak pantas ya pakai baju begini?" tanya Naura dengan suara ragu.
"Kamu cantik banget, Naura. Bukan hanya Alex yang akan terpesona, tapi seluruh pria yang melihatmu!" seru Lina dengan suara penuh kekaguman.
"Kamu kelewatan deh memujinya. Nanti aku terbang susah kembali lagi," balas Naura.
"Sumpah, Naura. Kamu cantik banget," ucap Lina.
"Dan aku yakin bukan saja Alex yang akan terpesona, tapi juga Rasya. Kamu itu memiliki semua yang diinginkan wanita. Cantik, pintar, lemah lembut, baik, ramah, punya body bagus. Sayang kamu menikah dengan pria yang gak bersukur memiliki istri yang nyaris sempurna seperti kamu," gumam Lina dalam hatinya.
Naura tersenyum dan mendekati Lina. Memeluknya erat. Air mata mengalir dari sudut matanya. Terharu karena Lina yang begitu baik.
"Terima kasih karena selalu ada untukku. Aku tak tau harus membalasnya bagaimana. Kamu sahabat terbaik yang pernah aku miliki," ucap Naura.
Lina mendorong tubuh Naura dengan pelan agar pelukannya merenggang. Dia lalu menghapus air mata itu dengan lembut.
"Jangan menangis. Nanti bedaknya luntur. Kamu itu wanita baik yang pernah aku kenal. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik. Aku yakin akan ada kebahagiaan menantimu!" seru Lina.
"Lin, aku mohon jadilah sahabatku selamanya. Jika ada kesalahanku, katakan langsung. Jangan tinggalkan aku," ucap Naura.
Lina hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Dia juga memberikan senyuman.
"Aku titip Darren. Lagi-lagi aku hanya bisa merepotkan kamu," ucap Naura.
"Jangan merasa sungkan begitu. Aku tak suka! Aku tak pernah merasa di repotkan. Apa lagi jika hanya menjaga anak selucu Darren. Setiap hari juga aku mau jika libur kerja," ujar Lina.
"Lin, jika aku tak bisa balas semua kebaikanmu, aku berdoa, Tuhan akan membalasnya dengan memberikan kebahagiaan yang tak terhingga untukmu!" seru Naura.
Lina dan Naura kembali berpelukan. Keduanya melepaskan dekapan saat mendengar langkah kaki masuk.
"Pantas tak mendengar salam dariku. Ternyata lagi asyik pelukan," ucap Rasya.
Pandangan Rasya lalu tertuju pada Naura. Dia menatap tanpa kedip dan sangat intens. Membuat Naura jadi salah tingkah. Lina yang melihat itu langsung mengagetkan pria itu.
"Hei, jangan bengong. Katanya mau ada meeting. Kenapa malah terpaku di sini!" seru Lina sambil memukul lengan Rasya dengan pelan.
"Oh, iya Kita berangkat sekarang?" tanya Rasya gugup.
Pria itu tampak canggung, mungkin karena ketahuan dirinya menatap kagum ke arah Naura. Lina tersenyum melihat sahabatnya jadi salah tingkah.
"Kok malah tanya, kalau tak sekarang, kapan? Minggu depan?" Lina balik bertanya.
"Lina, aku pamit dulu," ucap Naura.
"Rasya, aku titip Naura. Jangan sampai lecet, ya," canda Lina.
Naura mengecup pipi putranya yang berada di ayunan. Dia sebenarnya tak sampai hati meninggalkan si kecil.
"Sayang, mama pergi. Maafkan jika mama terpaksa meninggalkan kamu. Semua demi masa depanmu. Mama harus mengambil semua yang menjadi hakmu," ucap Naura pelan dengan suara lirih.
Lina lalu mendekati Rasya. Pria itu masih terus menatap Naura tanpa kedip.
"Naura cantik, ya?" tanya Lina dengan berbisik.
"Banget ...," jawab Rasya tanpa sadar.
Mendengar jawaban dari pria itu, dada Lina terasa sesak. Sudah jelas jika Rasya mengagumi Naura. Dia tak pernah melihat sahabatnya itu memandangi wanita sedalam ini.
"Kita bisa berangkat sekarang, Rasya," ucap Naura mengagetkan pria itu.
"Oh, ya. Mari ...." Rasya menjawab dengan gugup. Takut Naura tahu jika dia dari tadi menatap wanita itu tanpa kedip.
Mereka lalu berjalan keluar dari apartemen. Lina mengantar hingga ke depan pintu. Setelah melihat keduanya masuk lift, dia juga kembali masuk ke apartemen.
Tangis Lina akhirnya pecah. Memendam perasaan pada seorang pria dan melihatnya mengagumi wanita di depan mata itu bukanlah hal yang mudah. Dia harus menekan rasa cemburu. Namun, Lina sadar. Jika ini bukan salah Rasya atau Naura. Mereka tak ada ikatan apa pun. Hanya dirinya saja yang mencintai pria itu dalam diam.
Duhai hati, kamu baik-baik saja'kan? Tidak seharusnya aku pertanyakan itu. Menangis saja. Tak apa menangislah. Kadang tak baik menahan emosi yang seharusnya dikeluarkan. Namun, jika bisa jangan sampai ada yang tahu kamu menangis. Mencintai dalam diam tak selalu berakhir manis, tapi jika kita mau mengambil bagian untuk berprasangka baik pada Allah. InsyaAllah akan manis meskipun tak bersama dia yang kamu idamkan selama ini. Barangkali di bagian bumi sana ada seseorang yang mendoakan kamu meskipun tak tahu namamu.
***
Di dalam mobil, Naura hanya terdiam. Memandangi jalanan. Begitu juga Rasya. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.
Naura masih menyiapkan mentalnya untuk pertemuan nanti dengan sang mantan suami. Dia tak boleh gegabah yang akan menimbulkan kecurigaan.
"Rasya, apakah nanti kita meeting di kantormu atau di luar?" tanya Naura memecahkan kesunyian di antara mereka.
"Di salah satu restoran. Jam sepuluh. Sekaligus makan siang. Nanti kamu harus terlihat sangat akrab denganku. Seolah kita telah lama kenal dan kamu sudah menjadi sekretarisku telah cukup lama," jawab Rasya.
"Baiklah, Rasya. Sekali lagi terima kasih atas semua bantuanmu," balas Naura.
Rasya hanya menjawab dengan anggukan kepala. Sepertinya masih malu.
Mereka menuju ke perusahaan Rasya dulu. Ada beberapa hal yang harus Naura pelajari lagi. Walau satu minggu sebelumnya, mereka telah belajar tapi masih ada hal yang harus diingat lagi.
Hingga jam setengah sepuluh mereka di kantor. Setelah itu langsung menuju ke restoran yang telah Rasya dan Alex sepakati.
Degup jantung Naura berdetak lebih cepat saat mobil memasuki halaman parkir restoran. Rasya yang melihat kegugupan Naura berusaha membuat wanita itu santai.
"Jangan gugup. Nanti Alex bisa curiga," ucap Rasya sebelum mereka keluar dari mobil. Kali ini Naura yang menjawab dengan anggukan kepala.
Mereka berjalan beriringan menuju ruang VIP. Tempat yang telah Rasya pesan. Tampaknya Alex telah menunggu. Terlihat saat membuka pintu, ada dua orang yang telah berada di sana. Sepertinya Alex dan sekretarisnya.
"Maaf, kami datang telat," ucap Rasya begitu sampai di hadapan Alex.
"Tak apa, Pak Rasya. Saya dan sekretaris juga baru sampai," jawab Alex.
"Pak Alex, kenalkan ini sekretaris saya," ujar Rasya.
Alex lalu mengalihkan pandangannya ke arah Naura. Dia tampak terkejut saat melihat wajah wanita itu.
Naura tersenyum dan mengulurkan tangannya. Namun, Alex yang masih tampak syok tak menyambutnya.
"Naura ...," ucap Alex dengan lirih.
untuk weni rasain kmu bkalan di buang oleh kluarga alex.....kmu tk ubahnya sperti sampah tahu gak wen.....bau busuknya sngat mnyengat dan mnjijikan /Puke//Puke//Puke//Puke//Puke/
Lina jodoh sdh ada yng mengatur jd tetap lah 💪💪
lanjut thor 🙏
karna memang cinta tak harus memiliki
Alex selamat terkejut ya semoga jantung aman aman saja