Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Semakin Dekat
Suasana yang tadinya sudah hening mendadak riuh lagi dengan tawa dan sorakan mahasiswa lainnya. Semua mata kini tertuju ke Anya, menunggu dengan penuh penasaran.
Anya, yang kaget mendengar pertanyaan itu, hanya bisa tersenyum canggung sambil melirik ke arah Gara dan Dion yang juga terlihat sedikit grogi. Gara menggaruk kepalanya yang sebenarnya nggak gatal, sementara Dion memasang wajah datar namun jelas menahan gugup.
Anya menghela napas panjang, lalu dengan senyum tipis, dia menjawab, "Kalian sabar, ya. Soal itu ... nanti aja jawabannya." Jawaban diplomatisnya sukses membuat semua orang semakin penasaran, tapi juga tertawa lega.
Mahasiswa yang tadi nyeletuk pun berteriak lagi sambil bercanda, "Wah, kayaknya kita kudu nunggu sequel nih, buat jawabannya!"
Semua tertawa lepas, termasuk Anya, Gara, dan Dion, membuat suasana kembali cair dengan canda dan tawa.
***
Keesokan harinya, Gara dengan penuh semangat menghampiri Anya yang sedang duduk santai di taman kampus, memanfaatkan momen tenang itu untuk mendekatinya. Dengan senyum lebar, dia mengajak Anya melakukan sesuatu yang akan mengingatkan mereka pada momen seru di festival seni yang pernah mereka kunjungi bersama.
"Anya," Gara memanggil sambil mendekat. "Lo inget waktu kita di festival seni, 'kan? Yang kita bikin kerajinan tangan bareng?"
Anya yang sedang membaca buku menoleh dan tersenyum kecil, mengingat kenangan itu. "Inget dong! Itu seru banget."
Gara mengangguk. "Nah, gue dapet info kalo galeri seni di deket kampus lagi ngadain acara serupa. Kita bisa bikin kerajinan lagi. Gimana kalau kita ke sana nanti sore?"
Mata Anya berbinar antusias. "Wah, beneran? Seru tuh! Ayo, kapan lagi kita bikin karya yang kocak tapi penuh kenangan kayak dulu."
Melihat reaksi positif Anya, Gara semakin semangat. "Oke, nanti gue jemput jam tiga ya. Siap-siap aja buat bikin karya masterpiece!"
Anya tertawa, jelas sudah tidak sabar. "Siap, Gara! Kayaknya kita bakal bikin sesuatu yang lebih keren dari waktu itu."
Mereka berdua pun saling senyum, siap untuk menikmati momen seru dan penuh kreativitas di galeri seni, dengan harapan bisa mengulang kembali keseruan yang pernah mereka rasakan bersama.
Di galeri seni kampus yang penuh warna, Gara dan Anya tampak antusias mengikuti workshop kerajinan tangan. Suasana di sana begitu tenang, dengan musik lembut yang menemani aktivitas mereka. Setiap peserta diberi bahan-bahan untuk membuat kerajinan dari tanah liat, dan Gara tampak bersemangat sambil mencoba mencetak sesuatu yang unik.
“Gue bakal bikin patung dinosaurus ini keren banget, lihat aja!” ujar Gara penuh percaya diri, tangannya sibuk membentuk tanah liat yang sebenarnya lebih mirip bakso ketimbang dinosaurus. Anya yang duduk di sampingnya tertawa melihat kreasi Gara yang lucu.
“Kalo itu dinosaurus, dinosaurusnya terlalu banyak makan deh!” canda Anya, sambil membentuk vas bunga sederhana.
Gara tidak terima, “Ah, ini dinosaurus zaman sekarang. Dietnya nggak ketat.” Ia membela diri sambil terus menekan-nekan tanah liat, namun hasil akhirnya masih saja tidak jelas.
Anya, yang lebih fokus pada kerajinannya, membuat sebuah vas dengan bentuk sederhana tapi elegan. “Nih, Gara, lihat hasil gue. Gimana?” tanyanya sambil memperlihatkan vas itu dengan bangga.
“Wah, hebat! Vas lo lebih mulus dari masa depan gue,” jawab Gara sambil menyeka keringat di dahinya, membuat Anya tertawa.
Tidak ingin kalah, Gara berusaha membuat sesuatu yang lebih "artistik" lagi. Namun, hasil akhirnya adalah tanah liat yang lebih terlihat seperti pancake setengah matang. “Oke, mungkin gue nggak bakat di seni rupa, tapi hati gue ... artistik banget buat lo,” ujar Gara dengan nada menggoda.
Anya tertawa lebih keras kali ini. “Gara, elo tuh bener-bener, ya! Tapi gue seneng banget hari ini, kerasa banget fun-nya,” kata Anya sambil tersenyum lebar.
Gara menatap Anya sejenak, senang melihat Anya tersenyum begitu lepas. “Yang penting lo seneng. Tuh, buktinya, seni rupa mungkin nggak gue kuasai, tapi seni bikin Anya ketawa? Gue juaranya!”
Suasana penuh dengan canda, tawa, dan kehangatan, membuat momen di galeri seni itu terasa sangat menyenangkan dan penuh kenangan bagi mereka berdua.
Sejak momen di galeri seni, Gara dan Anya semakin sering menghabiskan waktu bersama. Setiap hari, mereka bertemu di taman kampus setelah jam kuliah, berbincang ringan, bercanda, dan menikmati kebersamaan yang semakin erat. Anya yang semula hanya melihat Gara sebagai teman konyol, kini mulai merasakan sesuatu yang lebih. Gara yang santai tapi tulus berhasil membuatnya nyaman.
Suatu sore yang cerah, saat mereka duduk di bangku taman seperti biasa, Gara tiba-tiba menoleh ke arah Anya dengan senyum khasnya.
“Anya, besok lo ada waktu nggak?” tanyanya tiba-tiba.
Anya mengerutkan kening. “Hmmm, kayaknya ada, deh. Kenapa emang?”
Gara tersenyum penuh rahasia. “Gue mau ajak lo ke suatu tempat. Tempat yang pas banget buat lo. Sunset di pantai, gimana?”
Mata Anya berbinar, ide itu terdengar sangat menarik. “Pantai? Gue suka banget sama sunset, Gar! Tapi … beneran, nih? Serius ngajak gue?”
Gara mengangguk mantap. “Serius banget. Gue tahu lo bakal suka. Kita bisa santai-santai di sana, ngobrol, ketawa-ketiwi kayak biasa. Gimana?”
Anya tersenyum lebar. “Ya, gue mau! Kayaknya seru.”
Keesokan harinya, sore menjelang, mereka berdua berangkat ke pantai yang tidak terlalu jauh dari kota. Perjalanan mereka dipenuhi dengan canda dan tawa, membuat suasana ringan dan hangat. Saat tiba di pantai, matahari sudah mulai turun perlahan, mewarnai langit dengan semburat oranye dan merah muda.
Gara dan Anya duduk di tepi pantai, merasakan angin laut yang lembut menyapu wajah mereka, sementara ombak pelan menyapa bibir pantai.
“Gue suka suasana kayak gini,” ujar Anya dengan pandangan terpaku pada matahari yang hampir tenggelam.
Gara menoleh, tersenyum melihat Anya yang tampak begitu damai. “Gue juga. Tapi yang lebih gue suka, karena gue di sini sama lo.”
Anya menoleh padanya, sedikit terkejut namun tersenyum. “Ah, Gara, lo selalu bisa bikin gue ketawa atau tersenyum.”
Gara menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang mulai berdetak lebih cepat. “Karena itu yang pengen gue lakuin, Anya. Gue pengen lo selalu bahagia.”
Mereka terdiam sejenak, menikmati keindahan sunset. Anya merasa nyaman, lebih dekat dengan Gara dari sebelumnya. Matahari perlahan menghilang di cakrawala, memberikan sentuhan akhir pada momen indah itu.
Saat langit mulai berubah gelap, Anya melirik Gara, yang masih fokus memandangi sisa-sisa sinar matahari. "Makasih, Gara. Ini momen yang bener-bener indah."
Gara menoleh, tersenyum lebar. "Gue seneng lo suka, Anya."
Dan di pantai itu, di bawah langit yang mulai berbintang, hubungan mereka terasa semakin dekat, seperti tak ada lagi jarak di antara keduanya.
***
Malam itu, Gara membawa Anya ke sebuah pasar malam yang penuh warna dan gemerlap. Suara tawa dan teriakan orang-orang yang mencoba berbagai wahana membuat suasana semakin hidup. Anya tampak antusias dengan semua yang ada di sekitarnya, sementara Gara tak henti-hentinya tersenyum melihat kegembiraan di wajah Anya.
Mereka mencoba beberapa wahana, mulai dari komidi putar hingga bianglala. Suasana semakin seru ketika mereka menaiki roller coaster. Anya menjerit keras, dan Gara justru tertawa kencang, menikmati momen bersama Anya.
Setelah selesai mencoba berbagai wahana, mereka berjalan ke area permainan. Gara, yang terkenal selalu ugal-ugalan tapi gigih, memutuskan untuk mencoba permainan lempar bola untuk memenangkan hadiah. Di sana tergantung berbagai boneka besar yang menggemaskan. Gara langsung mengincar salah satu boneka beruang besar yang terlihat sangat lucu.
“Lo siap lihat gue menangin boneka ini buat lo, Anya?” Gara berkata dengan percaya diri, memamerkan senyumnya yang khas.
Anya tertawa, “Gue nggak yakin lo bisa, Gara. Ini susah banget loh!”
Gara mengangkat bahu dengan santai. “Liat aja nanti.”
Setelah beberapa kali gagal, Gara akhirnya berhasil menjatuhkan semua sasaran dengan lemparan terakhirnya. Kerumunan di sekitar mereka bersorak, dan Anya tertawa terbahak-bahak, terkejut Gara benar-benar berhasil.
Boneka beruang besar diberikan pada Gara, dan dia langsung menyerahkannya kepada Anya dengan gaya yang dramatis. “Ini buat lo, Anya. Karena lo lebih manis daripada boneka ini.”
Anya tertawa, wajahnya memerah. “Gara, lo beneran kocak banget! Makasih ya, gue nggak nyangka lo bisa menangin ini!”
Mereka lalu berjalan ke area yang lebih sepi di pasar malam itu, jauh dari keramaian. Tempat itu lebih tenang, dengan lampu-lampu berkelap-kelip yang romantis. Mereka duduk di sebuah bangku kayu di bawah pohon, dengan boneka besar tergeletak di samping Anya. Suasana malam yang tenang membuat momen itu terasa intim.
Gara, yang biasanya selalu ceria dan konyol, tampak sedikit canggung. Dia menggoyang-goyangkan kakinya, lalu menatap Anya sambil mencoba memulai percakapan.
“Anya…” Gara membuka mulut, namun terlihat sedikit grogi. “Gue tahu lo udah sering liat gue lakuin hal-hal konyol … kayak nabrak tiang lampu atau jatuh dari atap. Tapi, ada satu hal yang gue serius banget sekarang.”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Ditunggu launching novel terbarunya ya smg sehat sll dan sukses sll dan semangat sll terus berkarya.....