NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

Gilang masih memiliki berkas asli dari Dara sebelumnya. Dia segera mengecek riwayat komputer Monica setelah Brama menyuruh Gilang untuk menyelidiki masalah itu.

Dua miliar merupakan jumlah yang besar bagi Brama jika sampai karyawannya berbuat curang. Namun, jumlah yang sedikit jika Dara yang membuat kesalahan.

Gilang pun akhirnya tahu jika Ayra sempat meminjam komputer Monica. Terlihatlah waktu pada riwayat editan berkas dalam komputer tersebut, sama dengan saat Ayra mengambil alih komputer Monica.

Brama segera menghubungi Aldo untuk membicarakan kekacauan yang ditimbulkan oleh istrinya. Di saat yang sama, Dara terbangun dan mendengar semuanya.

"Anda baru saja bicara dengan siapa, Tuan? Apakah berhubungan dengan masalah tadi?" Tanya Dara begitu Brama memutus sambungan telepon.

Brama sedikit terkejut saat mengetahui Dara telah mendengar percakapannya dengan Aldo. Beruntung, Dara tak tahu jika Brama sedang bicara dengan Aldo.

"Kamu sudah bangun? Kenapa kamu memanggil aku Tuan lagi? Kita hanya berdua di sini." Ucap Brama kembali berbaring di sisi Dara, memeluk, dan menghirup aroma memabukkan dari celuk leher istrinya.

"Kamu hanya bisa memanggil nama aku kalau kita sedang bercinta. Apa harus kita melakukan itu setiap jam agar kamu terbiasa memanggil nama aku?" Ucap Brama.

Pipi Dara seketika memanas. Kenapa Brama selalu mengatakan sesuatu yang membuatnya malu?

"Geli, Tu - Brama...." Ucap Dara menggeliat ketika Brama mengusap wajah di lehernya. Rambut-rambut tipis di wajah Brama menggelitik kulitnya.

"Sepertinya, tenaga kamu sudah kembali. Mau makan atau aku makan lebih dulu?" Tanya Brama dengan suara menggoda.

"S-saya lapar....," ucap Dara cepat-cepat menjawab.

"Katakan dengan benar," tegas Brama.

"Aku lapar....Brama....," ucap Dara.

Brama menepuk-nepuk puncak kepala Dara ketika sedang memuji. Dia lalu bangun seraya menarik Dara agar segera mengikuti.

Mereka pun keluar dari ruangan itu dan duduk di sofa ruang kerja Brama.

"Gilang akan mengantar kamu ke restoran," ujar Brama sambil mengirim pesan kepada Gilang agar segera datang menjemput Dara.

"Anda tidak ikut?" Tanya Dara.

"Tahan diri kamu, Nyonya Pranaja. Aku tahu, kamu pasti ingin selalu bersama aku, tapi aku harus bertemu seseorang setelah ini." Ucap Brama.

"Kenapa dia selalu mengatakan kalau aku yang ingin bersama dia? Aku kan cuman bertanya," batin Dara kesal karena selalu dianggap dirinyalah yang menginginkan kebersamaan dengan Brama.

Sesaat kemudian, Gilang datang menjemput Dara. Mereka berdua keluar dari ruangan menuju restoran yang telah dipesan Brama sebelumnya.

Sebelum sampai di parkiran, mereka berpapasan dengan Ayra. Adik tirinya itu tersenyum lebar ke arahnya, lalu menghampiri dirinya.

"Wah, ada apa ini? Apa kakak mau kencan dengan asisten pribadi Om Brama?" Bisik Ayra seraya melingkarkan tangan di lengan Dara.

Tak sebanding dengan ucapannya, Ayra tak suka melihat Dara dekat dengan orang-orang yang berhubungan dengan Om suaminya.

"Dasar wanita murahan. Sekarang, kamu mau menggoda Gilang? Aku ngak akan biarin kamu berkencan dengan orang terdekat Om Brama." Batin Ayra.

"Bicara apa kamu? Kami hanya ingin makan siang bersama." Ucap Dara.

"Jelas-jelas kamu sedang berusaha merayu Gilang! Semua orang tahu kalau Gilang adalah pria kaku yang hampir mirip dengan Om Brama. Ngak mungkin kalau Gilang yang mengajak wanita murahan seperti kamu lebih dulu." Batin Ayra.

"Aku juga kebetulan mau makan siang. Boleh aku ikut dengan kalian?" Ucap Ayra memasang tampang memohon kepada kakak tirinya sambil terus mengikuti langkah kaki mereka.

"Kamu harus minta izin sama Tuan Gilang. Dia mungkin tidak nyaman makan dengan orang yang tidak begitu dia kenal." Ucap Dara melemparkan jawaban kepada Gilang.

Dara melirik singkat pada Gilang yang tak mengindahkan percakapan mereka sama sekali, bahkan pria itu terus berjalan lurus ke parkiran tanpa melihat Dara dan Ayra.

Dara sebenarnya sedang malas bicara dengan Ayra dan ingin menikmati makan siang dengan tenang. Dia berharap jika Gilang akan menolak Ayra ikut bersama mereka.

Namun, cara Dara bicara dengan Ayra tersebut justru memperkuat dugaan Ayra jika Dara sedang mendekati Gilang. Ayra tak mau tinggal diam!

"Tuan Gilang, bolehkah aku ikut dengan kalian?" Pintah Ayra dengan wajah memelas.

"Terserah Nona Dara," jawab Gilang singkat dan datar. Tugasnya hanya mengantar dan menemani Dara makan.

Karena desakan Ayra yang membuat telinga Dara memanas, dia pun mengizinkan Ayra ikut bersama mereka.

Ayra sangat terkejut ketika mobil yang mereka naiki terparkir di restoran mewah milik keluarga Pranaja yang hanya dapat dikunjungi oleh orang-orang kalangan atas.

"Sialan. Beruntung banget wanita murahan ini! Kak Aldo bahkan ngak pernah ngajak aku ke sini! Dara ngak mungkin punya uang untuk bisa masuk ke sini. Apa mungkin kalau Gilang yang mengajak Dara lebih dulu? Mungkin, Gilang memilih tempat ini karena aku ikut dengan mereka," batin Ayra.

Ayra semakin kesal dan iri ketika Gilang membukakan pintu mobil untuk Dara dengan sopan. Sementara Gilang tak mau membukakan pintu untuknya.

Bahkan, ketika mereka sampai di dalam, Gilang juga bersikap sopan kepada Dara dengan menarik kursi yang akan diduduki oleh Dara.

"Apa yang ingin Anda pesan?" Tanya Gilang yang hanya menyodorkan daftar menu kepada Dara.

Kelopak mata Dara melebar melihat harga yang tertera dalam daftar menu. Harga termurah di tempat itu bahkan jauh lebih mahal dari gajinya sebulan.

"Mahal sekali! Haruskah kita pindah ke restoran lain?" Bisik Dara.

"Dasar kampungan! Kamu kan selalu di rumah, jadi ngak tahu harga makanan mahal." Batin Ayra sembari mengambil daftar menu lain dan akan memilih makan siangnya.

Matanya langsung melotot melihat harga pada setiap menu.

"Makanan apa ini? Sepiring harganya puluhan juta?!" Batin Ayra.

Ayra beruntung sekali hari ini! Jika tak memaksa ikut Dara, dia tak akan bisa mencicipi makanan mewah secara gratis.

"Anda bisa memesan apapun yang Anda inginkan." Ucap Gilang yang tiba-tiba teringat bahwa Dara sedang hamil.

"Sebentar, saya yang akan memilihkannya untuk Anda." Ucap Gilang seraya mengambil daftar menu dari Dara.

Ayra muak melihatnya! Seharusnya, dialah yang mendapat perlakuan istimewa dari Gilang. Bukankah dia adalah istri dari keponakan Brama Pranaja? Bukankah Gilang mengajak ke sini karena ada dirinya?

Kenapa Gilang justru memperhatikan wanita murahan yang sekarang jadi gelandangan itu? Dara pasti sudah melakukan sesuatu kepada Gilang. Ayra yakin itu!

"Tuan Gilang, sepertinya Anda sangat menyukai Nona Dara. Kalian terlihat sangat serasi." Ucap Ayra berlagak seperti mengagumi dua sejoli yang sedang dimabuk cinta.

Gilang tetap memasang tampang datar dan tak menjawab pertanyaan Ayra. Begitu pula Dara, dia hanya diam menunggu makanan datang.

Sementara itu, Ayra sibuk berceloteh panjang lebar mengagumi tempat itu. Meja dalam restoran, terletak berjauhan satu dengan lainnya. Mereka harus menaiki lima anak tangga untuk sampai di meja mereka, seperti menikmati hidangan di atas panggung mini.

Para pengunjung pun bukan orang-orang sembarangan yang dapat Ayra temui. Meskipun ayahnya cukup kaya dan terkenal, tetapi Arman Fauza tak sebanding dengan semua orang yang ada di dalam restoran tersebut.

Di atas langit, masih ada langit yang lebih tinggi, begitu pikir Ayra. Dia merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga Brama Pranaja. Karena itu, Ayra semakin menggebu-gebu menjalankan rencananya agar Dara segera dipecat dari Pranaja Group.

Hidangan pun akhirnya datang. Dara hanya memakan beberapa menu sampai kenyang, begitu pula dengan Gilang. Sementara itu, Ayra tak mau menyia-nyiakan semua hidangan yang dipilihnya.

"Kamu makannya banyak sekali, Nona Meyson." Ucap Dara merasa mual melihat Ayra menghabiskan banyak makanan.

"Aku membutuhkan banyak energi untuk bekerja dan melayani suami aku." Ucap Ayra tersenyum samar.

"Suami aku tidak membiarkan aku pergi dari ranjang dan membuat aku sangat kelelahan. Dia sangat kuat sampai aku harus memohon agar dia mau membiarkan aku pergi bekerja hari ini." Ucap Ayra lagi.

Dara menggeleng pelan. Haruskah Ayra membicarakan masalah ranjang mereka di depan orang lain? Apalagi, ada Gilang di sana.

Dara malas-malasan menanggapi.

"Kamu seharusnya mengajak suami kamu bulan madu." Ucap Dara.

"Kami akan bulan madu sesuai rencana sebelumnya. Jadwal kami sedikit berantakan karena kak Aldo memaksa aku untuk mempercepat pernikahan kami." Ucap Ayra.

Tak elak, ada sedikit rasa sakit di hati ketika mendengar Aldo ingin cepat-cepat menikah dengan Ayra. Saat akan menikah dengannya dulu, Aldo sangat sabar menanti.

"Ternyata, Aldo hanya tidak ingin menikah sama aku." Batin Dara.

"Saya harus kembali ke kantor sekarang. Anda sudah selesai? Apa ada yang ingin Anda pesan lagi?" Tanya Gilang kepada Dara.

"Tidak! Aku sudah kenyang." Jawab Dara.

Seorang pelayan membawa tagihan dan mempersilahkan Dara untuk berjalan di depannya lebih dulu. Meninggalkan Ayra yang membeku di tempat.

Ayra tersadar ketika pelayan memanggil dirinya.

"Tunggu, Tuan Gilang! Anda mau kemana?" Seru Ayra.

Gilang dan Dara menoleh bersamaan.

"Kembali ke kantor. Saya akan menunggu Anda di depan jika masih lama." Ucap Gilang.

"Bagaimana dengan ini? Anda belum membayarnya, Tuan Gilang." Ucap Ayra dengan wajah mengernyit sambil mengibaskan kertas tagihan restoran di tangannya.

Dengan wajah datarnya, Gilang pun balas bertanya.

"Kenapa saya harus membayar makanan Anda?" Tanya Gilang.

"A-apa?" Ucap Ayra terperangah tak percaya.

Dia adalah Ayra Meyson, istri dari keponakan Brama Pranaja! Bagaiman mungkin Gilang dapat bersikap lancang dengan menjawab santai dan tak mau membayar tagihan makanannya?

"Anda sendiri yang mau ikut dengan kami. Saya hanya membawa satu kartu untuk membayar makanan Nona Dara." Ucap Gilang.

Gilang memang hanya membawa satu kartu milik Brama. Dia pun sudah dipesan oleh sang atasan untuk membelikan semua permintaan Dara, bukan Ayra.

Gilang merupakan bawahan yang patuh dan tak pernah menyimpang dari perintah keluarga Pranaja. Jadi, Ayra bukanlah urusannya.

Melihat wajah kecut adik tirinya karena tak dibayari Gilang, Dara menjadi tak enak hati. Namun, dia pun tak dapat membantunya.

Dara tak mungkin meminta kepada Gilang setelah membelikan dirinya makanan mahal. Dia pun tak memiliki uang yang cukup bahkan hanya untuk membeli segelas minuman di restoran itu.

"Bukannya Aldo memberinya banyak uang saku? Sudahlah, Ayra pasti bisa membayarnya sendiri." Batin Dara.

"Mari, Nona Dara." Ucap Gilang.

"Kami akan menunggu di luar, Nona Meyson." Ucap Dara gegas melangkah karena Gilang tetap akan berdiri diam sebelum dia maju ke depan.

"Anda akan membayar dengan kartu atau tunai, Nona?" Tanya pelayan itu dengan sopan kepada Ayra.

"Ada diskon tidak, Mbak? Saya ini keponakan Tuan Brama Pranaja. Masa tidak diberi potongan harga?" Ucap Ayra melipat tangan di depan dada dengan gaya angkuh.

Pelayan itu melihat Ayra dari kepala sampai kaki. Semua karyawan di restoran itu tahu, Brama hanya memiliki satu keponakan perempuan yang tinggal di negara ini, yaitu Jeniffer Pranaja.

"Maaf, Nona. Tidak ada potongan harga di tempat ini. Jika Anda memang keponakan Tuan Brama Pranaja, silahkan Anda hubungi beliau untuk mengkonfirmasi pesanan Anda." Ucap sang pelayan yang masih berusaha bersikap ramah.

"Kamu tidak percaya jika saya keponakan Brama Pranaja?" Ucap Ayra kesal.

Ayra baru ingat, pernikahan Ayra hanya diselenggarakan secara sederhana sesuai dengan persiapan yang dilakukan Dara dan Aldo sebelumnya. Berita pernikahannya pun hanya di umumkan sekali. Bisa jadi, pelayan itu tak mengenali dirinya.

(Kasihan Ayra, akibat sifatnya yang angkuh, sok-sokan mau makan makanan mahal, jadinya ngak bisa bayar🤣🤣. See you next part)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!