Dendam petaka Letnan Hanggar beberapa tahun lalu masih melekat kuat di hatinya hingga begitu mendarah daging. Usahanya masuk ke dalam sebuah keluarga yang di yakini sebagai pembunuh keluarganya sudah membawa hasil. Membuat gadis lugu dalam satu-satunya putri seorang Panglima agar bisa jatuh cinta padanya bukanlah hal yang sulit. Setelah mereka bersama, siksaan demi siksaan terus di lakukan namun ia tidak menyadari akan perasaannya sendiri.
Rahasia pun terbongkar oleh kakak tertua hingga 'perpisahan' terjadi dan persahabatan mereka pecah. Tak hanya itu, disisi lain, Letnan Arpuraka pun terseret masuk dalam kehidupan mereka. kisah pelik dan melekat erat dalam kehidupannya. Dimana dirinya harus tabah kehilangan tambatan hati hingga kembali hidup dalam dunia baru.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya???
Penuh KONFLIK. Harap SKIP bagi yang tidak biasa dengan konflik tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Gelisah.
Ekor mata Bima nampak tidak begitu suka dengan Laras karena putra Letnan Arpuraka sudah terbiasa bersama Arlian.
"Tante siapa?" Tanyanya penuh curiga.
"Teman Papanya Abang Bima." Jawab Laras tenang.
Entah kenapa saat itu hati Bang Raka begitu sakit meskipun 'benar' adanya. Status dirinya saat ini dirinya dan Laras hanyalah seorang kenalan.
Bima mengangguk. Terdengar suara keroncongan dari perut kecil putra Arpuraka.
"Bang Bima lapar?" Tanya Laras.
Bima pun mengangguk. Tak banyak basa basi, Laras menggendong si kecil Bima lalu mengajaknya ke dapur umum dan Bang Raka hanya mengikutinya saja dari belakang.
:
"Daun singkong, ini daun singkong. Bukan bayam." Kata Laras.
"Bima suka." Jawab pria kecil itu sembari mengayunkan kaki.
"Bang, kalau Papa berteman dengan Mama Laras, boleh atau tidak??" Tanya Bang Raka tanpa sungkan sedikit pun.
"Mama??" Nampak wajah Bima terlihat bingung sampai Laras harus menepak kaki Bang Raka yang terkesan terburu-buru.
"Tapi.. Bima sudah punya Mama Lian." Jawab Bima.
Laras tersenyum kecut, entah apa yang dirasakannya kini. Bang Raka pun cemas jika sampai Laras akan salah paham dengan jawaban Bima.
"Makan lagi ya Bang. Habiskan makannya." Kata Laras.
...
Sore menjelang malam, Arlian masih merasa mual dan mabuk parah. Kepalanya terasa berat berkunang-kunang.
Laras pun mendekat dan memberinya obat pereda mual tapi sepertinya Arlian kurang menyukai perhatian Laras untuknya.
"Aku sudah punya obatku sendiri." Tolak Arlian.
"Tidak mungkin. Disini daerah konflik dan tidak ada pengobatan modern. Kau baru hamil disini, pasti kau tidak punya obat." Kata Laras.
"Tidak usah sok perhatian. Bukankah jika aku mati, pasti kau yang akan dapat untung. Kau bebas mendekati Bang Hanggar. Dua tahun di luar negeri bersamamu, pasti menimbulkan cerita di antara kalian." Ucap Arlian gemas tak berarah karena tidak bisa mengendalikan diri.
"Ooohh.. akhirnya kau tau juga. Kau pikir apa yang akan di lakukan laki-laki dan perempuan hanya berdua saja. Apalagi kau tidak bisa di andalkan, kau jauh. Saat Bang Hanggar di landa kerinduan, akulah yang menjadi obatnya." Oceh Laras juga karena kesal. "Kau tau, suamimu itu luar biasaaaa. Wanita mana yang akan menolaknya???"
"Laraaaas..!!!!!!!!" Bentak Bang Hanggar yang baru saja berbaikan dengan Arlian.
Pandangan Arlian seketika berkunang-kunang, nafasnya sesak.
Bang Hanggar yang mendengarnya seketika naik darah, di saat yang sama Bang Raka berdiri di hadapan Laras dan menarik gadis itu di belakang punggungnya.
"Apa maksudmu??? Kamu berniat merusak rumah tangga saya?????" Suara Bang Hanggar masih menggelegar.
"Jangan kasar, Gar..!!" Cegah Bang Raka melindungi Laras dari amukan Bang Hanggar.
"Kau..........."
Arlian jatuh menimpa Bang Hanggar. Sungguh saat itu jantung Bang Hanggar terasa melompat dari tubuhnya.
bruugghh...
"Liaaaann.." Kepanikan Bang Hanggar bertambah saat tangannya tidak sempat menggapai Arlian. Istrinya terperosok masuk ke dasar parit yang lumayan dalam. Kepalanya pun terbentur batu.
"Kau ini bagaimana sih dek? Setelah ini urusan dengan Hanggar akan jadi panjang." Tegur Bang Raka.
:
"Bagaimana????? Anak ku bahaya atau tidak???" Tanya Bang Hanggar cemas.
"Sementara ini oke. Tapi karena usia kandungan Lian masih sangat awal, tentu kita akan terus mengobservasi, takutnya ada luka dalam yang tidak kita ketahui." Jawab Bang Bowo.
Ekor mata Bang Hanggar melirik tajam ke arah Laras yang juga berada di kamarnya. Amarahnya tersulut melihat gadis itu.
"Kau akan tau akibatnya jika terjadi sesuatu dengan mereka." Ucap tegas Bang Hanggar.
"Lian jatuh sendiri, bukan salah Laras." Kata Laras tenang meskipun sebenarnya hatinya tidak ada perasaan tenang sama sekali.
"Kalau mulutmu tidak asal bicara, Lian tidak akan syok sampai jatuh ke parit. Ucapanmu itu menyakiti Lian, dia sedang hamil." Bentak Bang Hanggar.
"Laras juga tau Lian hamil. Tapi tidak seharusnya Lian menuduh Laras dan Abang ada main." Laras tidak terima dengan apa yang baru di alaminya.
"Lalu apakah tindakanmu bisa di benarkan??? Lian mungkin salah, tapi pertanyaan itu sangat wajar atas kondisi yang sempat kita alami. Lian perempuan, Lian juga sensitif seperti mu, hanya saja jawabanmu sangat keterlaluan. Sekarang Lian tidak hanya kaget, mentalnya juga tertekan."
"Oke Gar, okeee.. atas nama Laras, aku sungguh minta maaf. Aku janji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi." Janji Bang Raka. Kini Laras benar-benar terpojok karena kondisi Arlian juga tidak bisa di katakan baik.
"Apa kata maaf bisa memperbaiki keadaan yang sudah berantakan????? Sekarang aku balik bertanya atas semua ucapan Laras.. apakah hatimu tidak penasaran dengan apa yang kami lakukan?????" Omel Bang Hanggar.
Bang Rumbu, Bang Bowo dan beberapa orang anggota lainnya berusaha menenangkan Bang Hanggar yang kembali kalap karena Arlian belum ada tanda sadar.
"Ingat lukamu, Gar. Bolak balik terbuka..!!" Kata Bang Bowo.
Memang benar, lukanya kini sungguh terasa nyeri dan begitu menyiksa tapi di bandingkan dengan rasa sakitnya, hatinya jauh lebih sakit.
"Kalau nanti Lian sadar, dia pasti ngamuk. Kenapa kamu tidak bisa jaga ucapan?????? Rumah tangga saya bisa retak."
Laras berlari meninggalkan kamar, Bang Raka pun segera menyusulnya.
.
.
.
.
mbak nara yg penting d tunggu karya terbarunya
buku baru kpn mbak.. 🙏 penasaran sm mbak Fanya dn Bang Juan.