✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wifeꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Pertanyaan di Balik Ketulusan
Di pagi itu, Aron terbangun dengan tubuh yang masih terasa sakit, namun kondisinya jauh lebih baik dari malam sebelumnya. Dia memutuskan untuk tidak bersekolah hari ini dan hanya beristirahat di rumah. Sambil merebahkan tubuh di tempat tidurnya, pikirannya terus berputar tentang kejadian malam itu. Ia ingat bagaimana ia dikeroyok oleh sekelompok orang tak dikenal.
Namun, di tengah kekacauan itu, ada seseorang yang memberanikan diri untuk menolongnya. Suara perempuan itu masih terngiang di telinganya. Tapi siapa dia? Aron tidak bisa memastikan siapa yang telah menyelamatkannya.
Rasa penasaran mulai menghantui pikirannya. Aron mengambil ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidur, dan dengan cepat menelpon kakaknya, Nero. Sambungan telepon langsung tersambung, dan suara Nero terdengar di seberang.
"Aron? Ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanya Nero dengan nada khawatir.
"Aku baik-baik saja, Kak. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Siapa yang menyelamatkanku malam itu?" Aron langsung menembak pertanyaan yang telah menghantuinya sejak pagi.
Nero terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aron, kamu tidak perlu tahu. Percayalah, lebih baik kamu tidak tahu."
Namun, Aron tidak puas dengan jawaban itu. "Tapi aku dengar ada suara perempuan malam itu. Dia membelaku. Siapa dia, Kak? Aku harus tahu."
Nero menghela napas panjang di ujung telepon. "Aron... Itu Aruna. Aruna yang menyelamatkanmu."
Sejenak, waktu seolah-olah berhenti bagi Aron. Nama itu, Aruna, adalah gadis yang selama ini selalu dipandang rendah oleh keluarganya, terutama oleh ibu mereka, Regina, dan Amara. Aron tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Dia mencoba memproses informasi tersebut, namun rasa skeptis langsung memenuhi benaknya.
"Aruna? Kenapa harus dia? Apa dia melakukannya hanya untuk mendapatkan simpati dari kita? Dari keluarga Adrianus?" Aron bertanya dengan nada sinis.
Nero tertawa kecil, namun ada ketegasan dalam tawanya. "Aron, kamu bisa berpikir seperti itu kalau kamu mau, sama seperti Ibu dan Amara. Tapi aku tidak peduli dengan apa yang kalian pikirkan. Aku tahu Aruna. Dia tidak perlu simpati dari siapa pun, terutama dari keluarga kita. Aku mencintainya, Aron. Dan apa pun yang kalian katakan tidak akan mengubah perasaanku."
Nero memutus sambungan telepon sebelum Aron bisa merespons. Aron terdiam, masih memegang ponselnya. Ia tidak tahu harus merasa apa. Ada rasa kesal, bingung, dan anehnya, rasa penasaran yang semakin membesar.
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Aron duduk di tempat tidurnya, mencoba mengingat kembali kejadian malam itu. Hujan turun deras, dan dia dikeroyok oleh beberapa orang yang tidak dikenalnya. Dia ingat saat tubuhnya terjatuh, dipukul dan ditendang dari berbagai arah. Namun, di tengah-tengah serangan itu, ada suara perempuan yang membela dirinya. Dan sekarang, setelah Nero mengungkapkan siapa yang menolongnya, Aron mencoba menyambungkan potongan-potongan kejadian yang tercecer di pikirannya.
"Aruna..." gumam Aron pelan. Ia masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa gadis yang selalu dianggap rendah oleh keluarganya itu ternyata yang menyelamatkan nyawanya. Bukankah selama ini Aruna selalu dianggap bukan siapa-siapa? Bagaimana mungkin dia yang berani menghadapi situasi berbahaya itu?
Aron memejamkan matanya dan mencoba mengingat lebih jauh. Ia ingat bagaimana perempuan itu Aruna membantu dirinya berjalan setelah perkelahian. Dia bahkan ingat dibawa ke sebuah apartemen, tempat Aruna dengan sabar merawat lukanya. "Untuk apa dia melakukan itu semua?" pikir Aron. "Jika benar dia hanya ingin mencari simpati, kenapa dia mengambil risiko sebesar itu?"
Aron mulai merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar simpati. Perlahan tapi pasti, ia mulai mengerti mengapa kakaknya begitu mencintai Aruna. Ketulusan yang dimiliki gadis itu, keberaniannya, semua membuat Aron mulai memikirkan kembali pandangannya terhadap Aruna.
Tapi, di balik itu semua, ada satu hal yang tidak bisa ia terima Aron tidak ingin kakaknya serius dengan gadis biasa seperti Aruna. Bagi Aron, keluarga Adrianus berhak mendapatkan yang lebih baik.
"Itu Tidak boleh terjadi," Aron bergumam pada dirinya sendiri. Ia tidak bisa membiarkan kakaknya seriusi Aruna. Dengan tekad bulat, Aron bangkit dari tempat tidurnya. Namun, rasa sakit di tubuhnya belum sepenuhnya hilang, dan langkahnya goyah. Melihat itu, salah satu pelayan rumah segera menghampiri Aron.
"Tuan Aron, izinkan saya membantu Anda," ujar pelayan itu sambil menuntun Aron ke sofa di ruang tamu. Aron hanya mengangguk tanpa banyak bicara.
Di ruang tamu, Aron duduk sambil menatap ke luar jendela. Hujan sudah reda sejak semalam, namun suasana mendung masih menyelimuti langit. Aron teringat lagi bagaimana Aruna berjuang untuknya di bawah hujan, tanpa memedulikan keselamatannya sendiri. Ia merasa semakin bingung.
Tak lama kemudian, Amara masuk ke ruang tamu dan melihat Aron duduk termenung. "Aron, bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?" tanya Amara sambil duduk di sebelahnya.
Aron menatap Amara sejenak sebelum menjawab, "Aku baik-baik saja. Hanya masih merasa sedikit lelah."
Amara mengangguk, lalu menggigit bibirnya, tampak ragu sebelum akhirnya bertanya, "Aku dengar dari Ibu tadi... Aruna yang menyelamatkanmu?"
Aron terdiam beberapa saat sebelum mengangguk perlahan. "Ya. Dia yang menolongku."
Amara terkejut, meskipun dia sudah mendengar dari ibunya, mendengar langsung dari Aron membuatnya lebih nyata. "Kenapa dia melakukan itu?" Amara bertanya, masih tidak percaya. "Bukankah selama ini dia selalu menjadi musuh kita? Apa dia hanya ingin membuat kita merasa berhutang budi padanya?"
Aron menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Amara. Pada awalnya aku juga berpikir seperti itu. Tapi semakin kupikirkan... kenapa dia harus mengambil risiko begitu besar hanya untuk simpati? Dia bisa saja membiarkanku, tapi dia tidak melakukannya."
Amara terdiam, mencerna kata-kata Aron. "Jadi, menurutmu, dia benar-benar tulus?"
Aron menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti, tapi ada sesuatu tentang Aruna yang berbeda. Aku mulai mengerti kenapa Kak Nero mencintainya."
Mendengar itu, Amara langsung bereaksi. "Jangan bilang kau berpihak pada Aruna sekarang, Aron. Kita tidak bisa membiarkan Kak Nero serius dengan gadis seperti dia. Ibu pasti tidak akan setuju!"
"Aku tahu, Amara," jawab Aron. "Aku juga masih belum bisa menerima itu. Tapi apa yang dia lakukan untukku... itu tidak bisa diabaikan begitu saja."
Amara terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Kita harus menemukan cara lain. Kak Nero mungkin dibutakan oleh perasaannya, tapi kita tidak bisa membiarkan dia terjebak dalam hubungan yang salah."
Aron mengangguk, meskipun pikirannya masih terbelah. Ia masih tidak bisa sepenuhnya memutuskan bagaimana perasaannya terhadap Aruna, tetapi satu hal yang pasti dia tidak akan membiarkan Kak Nero seriusi Aruna tanpa perlawanan.
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Malam hari, Nero kembali ke rumah setelah bekerja. Dia memasuki ruang tamu dan melihat Aron duduk sendirian di sofa, tampak tenggelam dalam pikirannya. Nero mendekat, merasa ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh adiknya.
"Aron, ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Nero sambil duduk di sebelahnya.
Aron menoleh ke arah kakaknya, lalu berkata dengan suara rendah, "Kak, kenapa kau begitu yakin dengan Aruna? Apa yang membuatmu begitu mencintainya?"
Nero tersenyum tipis. "Karena aku tahu Aruna. Dia tulus, berani, dan selalu ada untukku, bahkan ketika semua orang meragukan dia. Apa yang dia lakukan untukmu semalam hanyalah bukti kecil dari siapa dia sebenarnya."
Aron terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Aku mengerti sekarang. Tapi aku masih tidak bisa menerima... bahwa kau akan serius dengan nya."
Nero menatap Aron dengan penuh pengertian. "Aku tahu ini sulit untuk diterima, terutama olehmu dan Ibu. Tapi cinta tidak bisa dipaksakan, Aron. Aku mencintai Aruna, dan itu sudah cukup bagiku."
Aron menghela napas panjang, lalu berkata pelan, "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Kak."
Nero tersenyum dan menepuk pundak adiknya. "Aku tahu, Aron. Dan percayalah, Aruna adalah yang terbaik untukku."
Aron tidak menjawab, tapi dalam hatinya, ia tahu bahwa perjuangannya untuk mencegah hubungan lebih lanjut itu belum berakhir.
sekarang sudah sibuk takut pergaulan anaknya.
bentar mereka keluarga tiri Nero kan? apa bedanya dengan Mereka yang hanya menikmati kekayaan ayahnya Nero
jangan sampai jadi fitnah kalau cuma berdua dengan Aron.
tetap semangat ya thor..