NovelToon NovelToon
University Prestige School

University Prestige School

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Playboy / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Farhan Akbar

Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.

Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.

Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Obrolan Para Pelajar Elite

Scene: Halaman Sekolah Gedung Utama

Niko Trioka Adiguna

Saat Akbar berjalan menyusuri halaman sekolah, dia mendengar beberapa percakapan di sekitarnya yang menarik perhatiannya.

Suara-suara siswa yang bercakap-cakap mengisi udara dengan nada ringan, tetapi ada juga diskusi yang lebih serius dan tampak elit.

Siswa 1 menjelaskan, “Aku mau bikin usaha clothing line kecil-kecilan. Not just selling clothes, but also creating designs that reflect our culture. I’m thinking of menggabungkan batik dengan gaya modern.”

Siswa 2 mengangguk kagum, “Keren! Fashion yang unik pasti menarik perhatian. When are you planning to launch?”

Siswa 1 tersenyum, “Mungkin bulan depan. Aku sudah mulai mencari bahan dan mencari supplier. I even created a few designs already!”

Siswa 3 berkata, “Aku baru saja ikut workshop tentang entrepreneurship. Seru banget! We learned how to create a business plan dan strategi marketing.”

Siswa 4, terlihat antusias, menjawab, “Wow, that sounds amazing! Apa yang kamu rencanakan untuk bisnismu?”

Siswa 3 menjelaskan, “Aku mau bikin usaha kue rumahan. Not just selling, but also learning cake decoration. I’m thinking of making unique flavors, like green tea and salted caramel.”

Siswa 4 mengangguk kagum, “Keren! Banyak orang suka kue, terutama yang unik. When are you starting?”

Siswa 3 tersenyum, “Mungkin bulan depan. Aku sudah mulai riset bahan dan resep. I even found some great tutorials on Yo Tube.”

Siswa 5 berkata, “Aku dengar ayahku baru saja sukses ekspor produk kerajinan ke Eropa. Keren, kan?”

Siswa 6, dengan wajah terkesima, menjawab, “Wow, pasti banyak uang yang masuk! Gimana ceritanya?”

Siswa 5 menjelaskan, “Dia bilang, awalnya sulit banget. Butuh waktu untuk mencari pasar dan mempromosikan produknya. But now, they’re getting repeat orders.”

Siswa 6 mengangguk, “Keren! Aku ingat waktu dia bilang tentang sertifikasi dan regulasi yang harus diurus. How did he manage that?”

Siswa 5 tersenyum, “Dia ikut seminar dan banyak belajar dari pengalaman. Sekarang, dia juga jadi mentor bagi pengusaha baru yang mau ekspor.”

Siswa 6: “Beruntung sekali, keluargamu! Ayahku cuma punya beberapa restoran, tapi dia selalu bermimpi untuk membuka jaringan di luar negeri.”

Siswa 5: “Bisa jadi, tapi yang paling penting adalah networking. Those connections really matter. Aku dengar ada peluang besar di sektor teknologi sekarang.”

Siswa 7: “Benar! Seperti yang dilakukan pamanku, dia baru saja investasi di startup yang bergerak di AI. They say it’s the future!”

Akbar memperhatikan betapa santainya mereka membicarakan hal-hal besar seperti itu, seolah-olah itu adalah bagian normal dari kehidupan sehari-hari.

Dia merasa terinspirasi, sekaligus sedikit cemas, menyadari betapa luasnya dunia yang harus ia jelajahi.

Akbar: (dalam hati) “Ini baru benar-benar dunia orang kaya. I need to learn a lot to keep up with them.”

Percakapan-percakapan seperti itu semakin membulatkan tekadnya untuk memahami dan mengadaptasi diri di lingkungan baru ini.

Dengan semangat yang membara, dia melanjutkan langkahnya, bertekad untuk menemukan tempatnya di dunia yang glamor dan penuh peluang ini.

Sambil melanjutkan langkahnya, Akbar mendengar percakapan lain di sekitarnya yang juga menarik perhatiannya—kali ini tentang barang-barang branded yang tampaknya menjadi topik hangat di kalangan siswa.

Siswi 1: “Kamu lihat tas baru itu? Itu dari koleksi terbaru Guci, kan? Harganya pasti selangit!”

Siswi 2: “Iya, aku dengar harganya hampir sepuluh juta! Tapi lihat desainnya, luar biasa! Aku ingin banget punya satu.”

Siswa 3: “Aku lebih suka yang ini, tas dari Pradana. Modelnya klasik, tapi tetap stylish. Mungkin aku akan minta ortu belikan untuk ulang tahunku.”

Siswa 4: “Sama! Tapi sekarang banyak yang bilang kalau barang branded itu nggak sebanding dengan harganya. Mendingan kita belanja di thrift shop, banyak yang kece juga!”

Siswi 1: “Tapi, bagi kita, brand itu bagian dari identitas, kan? Bukan cuma soal barang, tapi juga status.”

Siswi 2: “Setuju! Kadang, kamu butuh sedikit glamor untuk menunjukkan siapa kamu di tempat seperti ini.”

Di tengah keramaian, Akbar mendengar percakapan bisik-bisik yang menarik perhatian. Dua siswi tampak saling berbisik sambil melirik ke arah Niko.

Siswi 1: “Eh, liat itu Kak Niko! Jam tangannya keren banget! Itu dari Tag Heyer, kan?”

Siswi 2: “Iya, dan tasnya juga! Itu tas dari koleksi terbaru Loui Vutton, pastinya mahal!”

Siswi 1: “Wajarlah, Mamahnya aja artis ternama, ayahnya konglomerat real estate. Bagi Kak Niko, semua itu pasti sangat murah.”

Akbar mendengarkan dengan penuh perhatian, merasakan campuran rasa ingin tahu dan sedikit kecemasan.

Dia menyadari bahwa semua orang tampaknya mengenal Niko dan keluarganya, dan hal ini membuatnya merasa sedikit terasing.

Akbar: (dalam hati) “Tentu saja, dengan latar belakang seperti itu, tidak heran jika semuanya terlihat glamor. Aku harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan ini.”

Dia melihat tubuh Niko dengan jam tangan dan tas yang kini dia ketahui sebagai merek-merek mahal, dan berusaha menyadari bahwa dia sendiri tidak tahu banyak tentang barang-barang tersebut.

Meskipun memakai pakaian yang stylish, dia tidak menyadari bahwa itu adalah barang-barang merek terkenal.

Akbar: (dalam hati) “Ternyata ini yang gue pake, barang-barang mahal. Di kamar Niko, gue cuma ambil aja barang yang tergeletak di meja.”

Dia melihat sekeliling, menyadari betapa setiap detail dari pakaiannya—mulai dari kemeja yang stylish hingga celana chinos yang rapi—semuanya terlihat sangat elegan dan berkualitas tinggi.

Akbar merasa sedikit terkejut, tetapi juga bangga, karena bisa mengenakan barang-barang yang selama ini hanya bisa ia lihat di media sosial atau di iklan.

Akbar: (dalam hati, tersenyum) “Kalo begini, mungkin gue bisa ngerasa lebih percaya diri di sini. Siapa sangka, barang-barang yang tergeletak bisa bikin gue terlihat keren seperti ini?”

Akbar: (dalam hati) “Mungkin aku perlu belajar lebih banyak tentang fashion dan merek-merek ini. Ini bisa jadi keuntungan dalam bergaul di sini.”

Dengan pemikiran itu, Akbar melanjutkan langkahnya, bertekad untuk memahami lebih dalam tentang kehidupan di sekitarnya dan semua nuansa yang menyertainya.

Setelah beberapa langkah, Akbar merasa bingung. Dia nemuin jalan buntu dalam pikirannya dan memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di area jalan sekolah.

Akbar: (dalam hati) Ini gua gimana ke kelasnya? Tau juga kagak kelasnya si Niko dimana?

Dia melihat sekeliling, menyadari bahwa bangunan sekolah ini memang gede bener.

Banyak siswa-siswi berlalu-lalang, tapi semua tampak sibuk dengan urusan masing-masing.

Akbar menggaruk kepalanya, merasa frustrasi. Semua informasi yang dia terima tentang Niko dan kehidupannya tampak tidak cukup untuk membantunya di saat ini.

Akbar: Aduh, pusing Gimana ini jalan keluarnya!

Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Sekolah ini memang megah dan penuh dengan kehidupan, tapi rasa canggungnya mengganggu.

1
arfan
semangat up terus bos
neerxlight: makasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!