Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Tiga Bulan Telah Berlalu
“Kak Qilla ... kenapa kita jadi enggak punya papa, padahal yang lain tetap punya papa?” tanya Asyilla sambil menahan tangis hanya karena memandangi kebersamaan anak-anak lain.
Para anak kecil yang lalu lalang di sana digandeng atau bahkan digendong oleh papanya. Alasan yang membuat Asyilla iri berat.
Aqilla yang sebenarnya tidak paham kenapa papa mereka lebih memilih tante Irene, tidak bisa menjawab. Sambil menahan tangis yang akhirnya pecah, tangan mungilnya mendekap punggung sang kembaran. Sepasang kembar berambut sepundak terbilang tipis itu sama-sama menangis. Namun ketika keduanya tahu sang mama di depan sana tengah melangkah ke arah mereka, keduanya segera menyudahi tangis.
Tanpa direncanakan, Aqilla menyeka air mata sang adik menggunakan tangan kosong. Begitu juga dengan Asyilla yang kemudian ikut-ikutan menarik kedua sudut bibir sang kakak. Itu adalah jurus tersenyum yang keduanya pelajari dari sang mama. Jurus agar mereka sama-sama tetap bisa bahagia, meski kini hanya ada mereka tanpa Rasya.
Meski andai bisa bicara dengan gamblang mengungkapkan isi hatinya, si kembar pasti akan berkata. Bahwa meski mereka masih bisa tersenyum bahkan bahagia, tanpa adanya figur papa dalam kehidupan mereka, hidup mereka jadi hampa. Rasanya, tetap ada yang kurang jika formasi mereka tak sampai disertai sang papa yang biasanya memanjakan sekaligus gendong-gendong mereka.
Hari-hari berat sudah mereka lewati. Selama tiga bulan terakhir, setelah adik mereka dimakamkan, Aqilla dan Asyilla sungguh tidak pernah bertemu Rasya. Termasuk sekadar dihubungi lewat telepon, Rasya sungguh tak melakukannya. Padahal, mereka masih tinggal di pulau yang sama.
Selama itu juga, Aqilla dan Asyilla memang tidak pernah kekurangan kasih sayang apalagi fasilitas. Malahan, semenjak tinggal di rumah opa Ojan, keduanya termasuk Akina jadi menjalani kehidupan mewah. Namun, keduanya tetap rindu kepada sang papa.
“Kak Qilla, ... cuma papa kita yang diambil Ante Ilene. Papanya yang lain, enggak tuh!” bisik Asyilla dan sekali lagi, sang kakak meletakan jari telunjuk kanannya di hidung. Itu bertanda sang kakak memintanya untuk diam.
“Cudah, ... jangan bahas papa kalau ada mama. Cemuanya bilang, kita enggak boleh bahas-bahas papa kalau ada mama!” bisik Aqilla antara mengingatkan sekaligus menguatkan. Meski dirinya sendiri kembali ingusan akibat tangis yang susah payah ia tahan.
Bersama sang mama, si kembar memang tengah mampir ke salah satu mall. Di depan sana, Akina tengah membeli aneka donat dan juga es krim. Sementara mereka masih bermain di wahana bermain. Makin ke sini, sang mama jadi makin sering mengajak mereka jalan-jalan. Apalagi jika mereka menyinggung sang papa.
Tiga bulan berlalu, Akina juga sudah langsung menjadi seorang single mom sekaligus wanita karier. Kini Akina sudah bekerja dan turut mengurus rumah produksi milik papi angkatnya. Akan tetapi, keinginan Akina untuk tinggal mandiri hanya bersama dua anaknya, tidak direstui oleh keluarganya. Hingga selama tiga bulan terakhir, Akina masih tinggal di rumah orang tua angkatnya.
Sebenarnya orang tua kandung Akina, bahkan kakek nenek Akina, sudah mengajak Akina pulang kampung. Karena tanpa Akina kerja pun, keluarganya bisa mencukupi kebutuhan Akina berikut anak-anaknya. Akan tetapi, sampai saat ini Akina masih menghindari itu. Karena yang ada, Akina yang memang hanya pura-pura tegar, akan merasa sangat bersedih di setiap berhadapan dengan orang tua kandungnya.
Tak jauh dari Akina, seorang pria tinggi memakai kemeja lengan panjang warna abu-abu, terusik oleh wajah Akina. Pria bernama Zeedev dan kiranya berusia tiga pupuh tiga tahun itu, tetap sibuk dengan ponselnya. Zeedev sengaja mempercepat langkah guna menyusul Akina. Sebab kedua kaki Akina yang memakai heels hitam, melangkah sangat cepat.
Sambil fokus ke ponselnya, sesekali Zeedev juga mengawasi dua karton besar yang Akina bawa. Dua karton tersebut berisi donat, minuman, es krim, dan juga salad.
“Lin, ... anak-anak jangan dikasih donat sama es krim terus. Termasuk es boba dan yang manis-manis. Apalagi si Are, tubuhnya panta.t semua. Kasihan, bulet gitu. Iya sih, bikin gemes. Takutnya dibully sama temen,” ucap Zeedev seiring ia yang berhenti melangkah mengikuti Akina yang sudah lebih dulu melakukannya.
Akina yang sampai menghadap Zeedev, sudah langsung mengenali pria tampan di hadapannya. Pria yang kiranya memiliki tinggi tubuh hampir 180 senti itu masih saudara Dharen—suami Alina. Malahan, di masa lalu keduanya sempat dijodoh-jodohkan oleh keluarga besar mereka. Hanya saja, jangankan jadi dijodohkan, baru diledek cie cie karena sudah digadang-gadang dinikahkan, keduanya memilih selalu menghindar satu sama lain.
“K–kenapa? Hei ... masa iya, aku cuma bilang begitu dan memang jujur, kamu mau banting aku? Enggak seru ah!” ucap Zeedev menjadi canggung. Ia sengaja menepuk-nepuk punggung Akina guna mencairkan keadaan. Hanya saja, saking miripnya Akina dan Alina, Zeedev juga belum menyadarinya.
“Mamaaaaaa!” Aqilla dan Asyilla begitu bersemangat lari menghampiri sang mama. Entah kenapa, melihat sang mama mengobrol dengan seorang pria, juga membuat keduanya berharap bisa mendapatkan kasih sayang seorang papa dari pria tersebut. Terbukti, alih-alih memeluk sang mama, baik Aqilla maupun Asyilla, kompak mendekap kaki Zeedev.
“OMG ... ternyata ini si Akina! Pantesan dia hanya diam. Boro-boro banting aku, ngoceh saja enggak. Dan yang aku tahu, anak Akina kabarnya kembar dan perempuan semua,” batin Zeedev langsung meleot ketika sepasang mata si kembar, menatapnya dengan memelas. Kedua mata lebar itu tampak mengharapkan sesuatu kepadanya. Basah sekaligus merah. Zeedev yakin, keduanya tengah mengharapkan hadiah darinya.
“Ohm ... main, yuk. Di citu, pelecot-pelocotan. Mandi bola! Yuk!” heboh si kembar.
“Ya ampun ... kenapa anak-anak langsung agresif ke kak Dev!” batin Akina merasa sangat ngenes lantaran anak kembarnya kompak menggandeng tangan Zeedev.
Aqilla dan Asyilla membawa Zeedev ke wahana bermain tempat Akina sempat meninggalkan keduanya. Tak lama kemudian, meski belum punya anak bahkan sekadar punya anak, Zeedev jadi pengasuh dadakan. Bukan hanya perosotan dan mandi bola. Karena ketiganya juga sampai naik mobil-mobilan.
“Seneng, sih. Seru banget karena anak-anak Akina sudah aktif banget. Masalahnya, kalau suami Akina tahu, kempes lah kepalaku! Palagi tuh orang kan sombongnya kebangetan. Sementara aturan wajib dalam diriku, enggak ada yang boleh galak diriku apalagi kalau dia enggak lebih ganteng sekaligus kaya melebihi aku!” batin Zeedev benar-benar gugup. Ia memberikan Aqilla dan Asyilla ke Akina.
Orang-orang di sana menyebut mereka sebagai keluarga bahagia. Akina sebagai mama, dan tentu saja Zeedev sebagai papa dari si kembar. Padahal, baik Akina apalagi Zeedev, merasa sangat tidak enak. Gelisah dan memang gugup. Akina yang diam-diam takut digampar pasangan Zeedev, sementara Zeedev takut membuat Rasya salah paham. Masalahnya, si kembar terus saja membuat mereka melakukan kebersamaan yang benar-benar kompak. Makan donat saja, mereka lakukan bersama-sama.
“Ya ampun seret banget! Ini donat nyangkut di tenggorokan. Lagian ini tenggorokan ngapain jadi serasa lebih tinggi dari monas, sih?” batin Zeedev sambil menepuk-nepuk dada kemudian mengelus lehernya. Ia tak berani meminta minum ke Akina, seseret apa pun tenggorokannya.
Untungnya, Akina yang sekadar menatap Zeedev selalu melakukannya melalui lirikan, menaruh satu gelas minuman boba dan satu gelas jus tomat. Akan tetapi, sampai kapan kebersamaan mereka diselimuti kecanggungan, padahal perjodohan di antara mereka saja sudah kedaluarsa?
harus dicerna dan dibaca ulang
aaah pokok nya nih cerita bikin hilang smua pikiran, apalgi yg bikin stres hilang smuaaaa..krn ketawa lg ketawa...
g tau nih ka Ros ketitisan apa sampe2 bikin cerita absurd bangeeet...🤣🤣👍👍👍👍👍