seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Cinta yang Tersembunyi
Setelah malam yang panjang di kantor, Lieka duduk di depan jendela ruangannya, melihat pemandangan kota yang gemerlap. Hatinya terasa lebih berat dari biasanya. Segala masalah yang terus menghampirinya, mulai dari tuntutan Sugi hingga proyek besar yang terancam gagal, membuatnya merasa tersudut. Di satu sisi, tekanan pekerjaan semakin tinggi, sementara di sisi lain, ada perasaan yang tak bisa ia abaikan—perasaan terhadap Tanier.
Tanier, dengan kehadirannya yang ringan namun penuh perhatian, adalah satu-satunya hal yang membuat Lieka tetap waras. Setiap kali Tanier tersenyum atau berkata sesuatu yang kocak, seolah beban yang dipikul Lieka berkurang sedikit. Tapi dia tahu, perasaannya terhadap Tanier adalah sesuatu yang rumit. Dia seorang CEO, keras dan galak, dengan banyak tanggung jawab, sementara Tanier hanyalah karyawannya. Terlebih lagi, masa lalunya dengan Sugi masih terus menghantui, membuatnya sulit untuk membuka hati sepenuhnya.
Pintu ruangannya perlahan terbuka, dan suara langkah yang sudah dikenal mendekat. Tanier muncul dengan senyum hangat di wajahnya, membawa dua cangkir kopi. "Kau butuh istirahat, Lieka. Kau sudah bekerja terlalu keras."
Lieka tersenyum tipis dan menerima kopi yang diulurkan Tanier. "Terima kasih. Sepertinya aku memang butuh."
Tanier duduk di sebelahnya, menatap pemandangan kota di luar jendela. "Kadang aku berpikir, hidup ini terlalu cepat berjalan. Kita sibuk mengejar tujuan, tanpa pernah berhenti untuk benar-benar menikmati momen."
Lieka menatap Tanier dari sudut matanya. Ada ketulusan dalam kata-kata Tanier, sesuatu yang membuat Lieka merasa nyaman, tapi juga takut. Ia takut perasaan ini akan membawa lebih banyak komplikasi dalam hidupnya. "Kau benar," jawab Lieka pelan, "tapi terkadang kita tidak punya pilihan."
Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Hanya ada suara bising dari jalanan di bawah, dan detak jantung Lieka yang semakin cepat. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikan Tanier, tapi pria itu terlihat ragu-ragu.
"Lieka, aku tahu ini bukan waktu yang tepat," akhirnya Tanier membuka suara, "tapi ada sesuatu yang sudah lama ingin aku katakan."
Lieka memandang Tanier dengan tatapan penuh tanya. "Apa itu, Tanier?"
Tanier menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku sudah lama memendam perasaan padamu. Aku tahu ini tidak mudah, terutama dengan posisimu sebagai atasan dan masalah yang sedang kau hadapi. Tapi aku tidak bisa lagi menahan diri. Aku... aku mencintaimu, Lieka."
Pengakuan Tanier membuat jantung Lieka berdetak semakin cepat. Meski sudah merasakan tanda-tanda perasaan itu, mendengarnya langsung dari mulut Tanier membuat semuanya menjadi nyata. Perasaan yang selama ini ia coba abaikan, kini berada di hadapannya.
"T-Tanier..." Lieka mencoba berkata sesuatu, tapi kata-kata terasa tertahan di tenggorokannya.
Tanier menunduk, seolah merasa bahwa pengakuannya mungkin terlalu cepat. "Aku tahu ini rumit. Aku tidak mengharapkan jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu apa yang aku rasakan."
Lieka terdiam, hatinya bergejolak. Dia ingin mengatakan bahwa perasaannya sama, tapi ketakutan dan keraguan membuatnya ragu. "Aku... aku tidak tahu harus berkata apa, Tanier."
Tanier tersenyum getir, memahami kebingungan Lieka. "Tidak apa-apa, Lieka. Aku hanya ingin kau tahu. Aku akan ada di sini, apapun yang terjadi."
Lieka menatap Tanier, melihat ketulusan di matanya. Tanier memang sabar dan pengertian, tapi seberapa lama ia bisa menahan perasaannya tanpa jawaban? Lieka tahu bahwa mereka tidak bisa terus seperti ini. Cepat atau lambat, dia harus menghadapi perasaan ini dan memutuskan apa yang akan dilakukan.
***
Malam itu, saat Lieka berbaring di tempat tidurnya, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan pengakuan Tanier. Hatinya terbelah antara cinta yang mulai tumbuh dan logika yang terus menahannya. Perasaannya terhadap Tanier adalah sesuatu yang nyata, tapi ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Di balik semua itu, ada rasa takut. Takut bahwa jika ia membuka hati untuk Tanier, masa lalunya dengan Sugi akan kembali menghantui, dan semuanya akan menjadi lebih rumit. Tapi di sisi lain, Lieka juga sadar bahwa mungkin Tanier adalah satu-satunya orang yang benar-benar peduli padanya, bukan hanya sebagai CEO, tapi sebagai wanita.
"Apakah aku bisa mencintai lagi?" gumamnya pada dirinya sendiri sebelum akhirnya tertidur, dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di pikirannya.
Keesokan paginya, Lieka bangun dengan perasaan yang masih tak menentu. Semalaman ia dihantui oleh mimpi tentang Tanier dan masa lalunya dengan Sugi. Ia merasa terjebak dalam dilema antara logika dan perasaan. Bagaimanapun, pekerjaan harus berjalan, dan Lieka tahu bahwa perasaan pribadinya tak boleh memengaruhi kinerjanya di kantor.
Setibanya di kantor, suasana tampak biasa saja, namun tatapan Tanier terasa berbeda. Ada sedikit ketegangan di antara mereka yang belum ada sebelumnya. Lieka berusaha bersikap profesional, tetapi sulit untuk mengabaikan pengakuan Tanier semalam.
Pagi itu, mereka memiliki rapat penting untuk membahas proyek besar yang menjadi fokus utama perusahaan saat ini. Semua manajer hadir, termasuk Tanier. Selama rapat, Lieka berusaha fokus pada materi, namun pandangannya sering kali jatuh pada Tanier yang duduk di sisi lain meja rapat. Sekilas, Tanier tampak tenang, meski ada tatapan penuh arti yang ia lemparkan kepada Lieka.
Setelah rapat selesai, Lieka memutuskan untuk memanggil Tanier ke ruangannya. Ia tahu bahwa mereka harus bicara, bukan hanya soal pekerjaan, tetapi juga perasaan mereka.
“Tanier, bisakah kau datang ke ruangan saya sebentar?” Lieka berbicara dengan nada tegas, meski di dalam hatinya ada keraguan.
Tak lama kemudian, Tanier mengetuk pintu dan masuk. “Ada yang bisa saya bantu, Bu Lieka?”
Lieka menghela napas pelan, mencoba menyusun kata-kata di kepalanya sebelum berbicara. “Tentang apa yang kau katakan semalam... Aku... aku ingin kita jujur satu sama lain. Aku tak bisa mengabaikan apa yang kau katakan, tapi aku juga tak tahu bagaimana menghadapinya.”
Tanier menatap Lieka dengan penuh perhatian. “Aku tahu ini tidak mudah untukmu, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan. Aku hanya ingin kau tahu perasaanku. Aku tidak akan memaksamu untuk memberikan jawaban sekarang.”
“Aku menghargai itu, Tanier. Tapi aku juga harus jujur pada diriku sendiri. Perasaan ini... tidak mudah bagiku. Terlalu banyak yang dipertaruhkan, baik dalam pekerjaan maupun dalam hidupku,” kata Lieka dengan tatapan serius.
Tanier mendekat, namun masih menjaga jarak yang sopan. “Aku mengerti, Lieka. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada di sini, apapun yang terjadi.”
Lieka mengangguk pelan, matanya penuh dengan kebingungan. “Aku butuh waktu, Tanier. Aku butuh waktu untuk berpikir dan memutuskan apa yang terbaik, bukan hanya untukku, tapi juga untuk kita berdua.”
Tanier tersenyum lembut, meski dalam hatinya ada ketidakpastian. “Kau bisa mengambil waktu sebanyak yang kau butuhkan, Lieka. Aku akan menunggu.”
Setelah percakapan itu, Tanier pergi meninggalkan ruangan Lieka, membiarkan wanita itu tenggelam dalam pikirannya. Lieka merasa sedikit lega telah membicarakan hal itu dengan Tanier, tetapi keputusan yang harus ia ambil tidak akan mudah.
Di sela-sela keraguan itu, Lieka masih harus menghadapi ancaman yang datang dari berbagai sisi. Sugi, mantan suaminya, tak pernah benar-benar pergi dari hidupnya. Ada banyak rumor yang beredar di luar sana tentang hubungannya dengan pria-pria lain, dan Lieka tahu bahwa ancaman itu bukan hanya menyangkut hatinya, tetapi juga bisnis dan reputasinya.
Namun, satu hal yang membuatnya semakin bingung adalah perasaan tulus Tanier. Di tengah tekanan yang semakin besar, Tanier muncul sebagai seseorang yang selalu ada untuknya. Setiap tatapan, senyuman, dan perhatian kecil dari Tanier membuat Lieka merasa dihargai, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.
Pertanyaan terbesar di benaknya adalah: apakah dia siap untuk mencintai lagi, atau apakah dia akan tetap terkunci dalam bayang-bayang masa lalunya?