NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:48.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

"Kenapa kamu tidak memanggilku saat Arumi datang? Kenapa kamu malah membawanya masuk ke ruanganmu? Kamu sengaja mau menjebakku, hah?" Aris langsung mencerca Nijar tanpa basa-basi.

"Eh, apa-apaan ini! Tanyakan saja pada istrimu, kami tadi ngapain saja. Nggak ada sesuatu yang perlu kamu takutkan, Aris."

"Aku takutnya justru karena Arumi berada di ruanganmu."

"Tolong, jangan salah paham! Aku membawa Arumi masuk ke ruanganku itu karena demi menyelamatkan dirimu, menyelamatkan pernikahanmu juga menyelamatkan kariermu. Coba bayangkan seandainya dia memergoki suaminya berada di dalam ruangan bersama dengan kekasihnya. Bagaimana kalau Arumi mengamuk pada Salma?

Atau dia tidak dapat mengontrol emosi lalu membuat keributan di sini? Apa nggak hancur kariermu, ha?"

"Tapi bukan begitu caranya? Arumi itu istriku!"

"Hei! Ada apa denganmu? Apa kamu pikir aku akan menikammu dengan menyukai Arumi, istri sahabatku sendiri? Picik sekali pikiranmu, Aris! Tak kau lihat Arumi itu mengenakan cadar? Masih juga kamu mencurigainya, ha?"

Aris mengepalkan tangan, melampiaskan amarah dengan meninju punggung sofa. Hawa panas masih menyelimuti hati pasca menyaksikan Arumi duduk manis di ruang kerja pribadi sahabatnya, Nijar. Keadaan itu tidak dapat ia maklumi.

"Aku tidak butuh bantuanmu! Lain kali, jangan campuri urusan kami." Aris keluar dalam keadaan terkurung emosi. Wajahnya memerah. Ia tau, Nijar tidak sengaja menolong Arumi, berusaha menyelamatkan istrinya dari fitnah yang mungkin terjadi karena pastinya akan memergoki dirinya dengan Salma. Andai si penyelamat bukanlah Nijar, tentu kecurigaannya tak sebesar itu.

Aris kembali ke ruangannya dengan dada yang masih panas.

"Mas kenapa? Apa masalah pekerjaan itu begitu mengganggumu?" Sebagai seorang istri, tentu Arumi paham benar bahwa suaminya sedang menghadapi masalah. Raut wajah Aris yang berbeda dari biasanya adalah sebagai jawabannya.

"Nggak apa-apa. Lupakan saja, bukan masalah yang besar kok. Ayo, makan!" Aris duduk di sisi sang istri, menatap dengan intens ketelatenan Arumi menyediakan

makanan untuknya.

"Rum," panggil Aris memandang Arumi. Wanita yang hanya memperlihatkan bagian matanya langsung menoleh. "Buka saja cadarnya. Pintu tertutup kok."

Arumi menyerahkan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk ke hadapan Aris. " Yakin, nggak akan ada yang masuk dengan tiba-tiba?"

"Aku sudah mengunci pintu. Jadi, aman-aman saja."

"Baiklah."

Cadar dibuka. Sekarang, memperlihatkan wajah manis Arumi. Istrinya langsung tersipu melihat Aris memandang tanpa berkedip. Perlahan, tangan Aris terulur mengelus pipi Arumi. Pemilik tai lalat di bawah bibir itu menunduk, malu.

"Mas tau kecemasan kamu tentang Salma, wanita yang bersamaku di sini tadi. Apapun masalah kami, Mas hanya ingin kamu percaya, bahwa kamu satu-satunya wanita yang kumiliki. Aku tidak akan berkhianat."

Arumi mengangkat wajah. Tatapan Aris menelisik matanya, seakan-akan menuntut kepercayaan dirinya.

"Akan Mas ceritakan siapa dia. Nanti, setelah aku siap berbagi cerita denganmu."

"Ya, aku percaya kok. Kita makan dulu. Bicaranya nanti lagi setelah makan."

Aris membalasnya dengan senyuman. Begitu juga dengan Arumi. Meskipun ada kelegaan setelah menjelaskan sedikit tentang kejadian tadi, tapi Aris tetap merasa khawatir penilaian Arumi tentang dirinya dan Salma.

"Mas, Mas itu sudah menikah loh. Wajib hukumnya menjaga jarak dengan perempuan non mahram."

Arumi mengakhiri suapan terakhir. Tangannya cekatan membersihkan bekas makan mereka. Aris sudah menduga, dirinya pasti akan kena cecar masalah Salma.

"Ya, Mas tau."

"Rum nggak sedang menghakimi Mas Aris. Tapi setidaknya pikirkan perasaanku saat berada di depan teman-temanmu."

"Jangan membahasnya sekarang, Rum."

"Rum cuma mau bilang kalau sulit bagi kita menyatukan prinsip. Aku sadar setelah hari ini. Mas pasti malu dengan kedatanganku saat ini. Apalagi mengenalkan aku pada wanita-wanita yang pernah dekat denganmu. Tentang penampilan ini ...." Arumi menggantung ucapan, ia tertunduk.

"Ngomong apa, sih? Jangan ngelantur begitu, dong. Aku nggak pernah bilang begitu kan ?"

"Nggak pernah mengatakannya, tapi sikap Mas bilang begitu. Biar sementara ini Rum berdiam saja di rumah dan di toko. Mas nggak perlu punya beban mengajakku keluar bersama. Nggak apa-apa kok. Aku yang memutuskannya. Mas nggak perlu merasa bersalah."

"Stop membicarakan tentang itu, Arumi. Semalam sudah kukatakan kalau semuanya sudah selesai. Kita sudah menemukan solusi dan itu sudah selesai. Masalah kita saat ini adalah karena kedatangan Salma. Wanita tadi bernama Salma. Dia mantan pacarku. Dia minta kembali padaku tapi aku menolaknya. Dia nggak percaya kalau aku sudah menikah. Tapi setelah melihatmu tadi, aku yakin dia sudah mempercayainya."

Aris menceritakan semua tentang Salma yang semula ingin dirahasiakan lebih dulu. Sebab, ada satu beban yang masih memberatkan langkahnya.

Tentang Salma yang terlanjur memutuskan pertunangan dan memilih pergi meninggalkan orang tuanya. Celakanya, Salma menjadikan Aris sebagai tujuan perjalanan.

Arumi tidak terkejut sama sekali. Ia memang sudah bisa menebak bahwa antara diri Aris dengan wanita itu pastilah pernah terjadi hubungan spesial. Ia cinta begitu besar di mata Salma, juga pada diri Aris.

"Ya, aku bisa merasakannya kalau dia masih menyayangi Mas Aris."

"Jangan begitu, Rum. Kamu jangan terbawa arus. Soal Salma, izinkan aku menyelesaikan masalah kami."

Membiarkan gadis itu sendirian dalam keadaan terpuruk, jelas tidak mungkin bagi Aris. Ia merasa masih memiliki hutang yang harus ditunaikan.

"Maaf, saya tidak tau apa-apa tentang masa lalu mas Aris."

"Jangan pura-pura nggak paham. Saya tau, kamu cukup peka menilainya. Aris itu butuh seseorang yang bisa mensupport, bukan merintangi ."

"Maksud Anda?"

"Lihat penampilanmu. Apa kamu nggak sadar kalau kamu bisa menjadi penghalang untuk kariernya?"

**

"Yakin kamu nggak mau menungguku?" tanya Aris. Tangannya masih melingkar di pinggang Arumi.

"Aku tadi menelepon Ismi, katanya di toko lagi ramai. Nggak pa-pa kan kalau Rum pulang duluan?"

"Nggak apa-aра. Perasaanku saja yang nggak enak, merasa bersalah karena mestinya kamu bisa kuantar pulang. Padahal nggak sampai dua jam lagi." Aris melirik ke jam dinding di ruangan itu.

"Ya sudah, kalau Mas merasa bersalah, nanti pulangnya lewat toko. Bagaimana?"

"Boleh, deh. Sekalian aku mau mengajakmu ke bazar makanan di daerah dekat terminal. Kita bisa wisata kuliner di sana. Banyak

teman-teman yang cerita kalau banyak makanan tradisional dijual di sana."

Arumi menoleh, menatap wajah Aris. Dirinya terlihat antusias mendengar kabar yang disampaikan pria yang sedari tadi memeluk pinggangnya.

"Kalau ngomongin masalah kuliner, aku jadi nggak sabar." Arumi melebarkan senyuman.

1
Abdullah Ar-Roja'iy
Luar biasa
Merah Mawar
Ok cukup bagus
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!