"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
Malam hari telah tiba, kini Gania masih berada di dalam kamar untuk bersiap pergi ke kediaman Nevan. Gania yang berdiri di depan cermin menetap ke arah tubuhnya dari atas hingga bawah.
"Apakah pakaian ini cocok dengan ku?." Gania yang menatap dress berwarna hitam yang menempel pas di tubuhnya.
Saat Gania masih sibuk berlenggak-lenggok di depan cermin, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Gania yang melihat pintu terbuka seketika menatap dari arah pantulan cermin.
"Kamu mau kemana sayang? malam-malam begini kok pake baju seperti itu?." tanya tuan Maxim kepada putrinya.
"Ini yah.. malam ini, Gania mau pergi ke rumah Nevan." Gania yang menatap ke arah sang ayah.
"Malam ini? sendiri aja?."
"Ting.. tong.."
"Ting.. tong.."
Suara bel rumah yang berbunyi hingga ke lantai dua.
"Tuh, Nevan baru aja jemput yah."
"Oh sama Nevan.. ya sudah hati-hati di jalan, ayah titip salam ya buat tante Selly dan om Ridwan."
"Iya yah, nanti Gania sampaikan."
Mobil berwarna putih sudah melaju meninggalkan kediaman Gania untuk menuju ke kediaman Nevan. Di perjalanan Gania dan Nevan saling mengobrol dan bercanda bersama.
"Oh ya.. aku mau tanya sama kamu Gan, tipe laki-laki kamu itu yang bagaimana sih?." Nevan sedikit menoleh ke arah Gania.
"Kenapa kamu tanya seperti itu?." Gania yang juga menoleh ke arah Nevan.
"Penasaran aja sih.. siapa tahu aku kamu tolak karena bukan tipe kamu."
"Nevan..." Gania yang melotot ke arah Nevan.
"Kenapa?." Nevan yang sedikit tersenyum melihat ekspresi Gania.
"Sudah berapa kali sih aku bilang sama kamu, kalau aku tidak menolakmu, aku hanya butuh waktu saja.."
"Iya-iya.. berarti aku termasuk tipe kamu dong?."
"Eeeee.." Nabila yang sedikit berpikir sambil menyentuh dagunya menatap ke arah Nevan.
"Boleh sih.." jawab Gania.
"Kok ada sih nya?."
"Sampai sekarang aku tidak tahu standar laki-laki yang aku inginkan, selagi dia bertanggung jawab, pekerja keras, seiman, dan saling mencintai keluarga, contohnya mencintai keluarganya dan keluarga ku, dan tidak lupa mencintai tuhannya, aku oke aja."
"Jadi kamu tidak memandang fisik dan harta?."
"Untuk fisik dan harta itu nomor yang kesekian Van, yang terpenting itu adalah sifat, jika seseorang mempunyai sifat yang baik, aku yakin dia akan tahu mana yang salah dan mana yang benar, karena kita akan hidup selamanya dengan sifatnya bukan fisik atau hartanya." jelas Gania.
Nevan yang mendengar ucapan Gania Seketika mengulum senyum ke arah Gania. "Aku kagum kepada mu Gan.. selain kamu cantik dan mandiri, kamu juga dewasa."
"Sedewasa apapun aku, semandiri apapun aku, sekuat apapun aku, aku tetap lah wanita Van, yang terbuat dari tulang rusuk yang bengkok, jika di luruskan akan sulit, dan jika semakin di bengkokkan akan patah, aku hanya perlu di bimbing agar menjadi wanita yang benar."
Nevan yang kembali mendengar ucapan Gania hanya mengangguk pelan sambil tersenyum. Nevan tidak bisa berkata apa-apa karena menurut Nevan Gania terlalu sempurna.
Tidak lama setelah perjalanan 30 menit, akhirnya mereka berdua sudah tiba di sebuah kediaman Nevan. Saat Nevan dan Gania baru saja turun dari dalam mobil mereka sudah melihat nyonya Selly dan juga tuan Ridwan di depan pintu.
"Gania.." sapa nyonya Selly.
"Tante.. tante apa kabar?." Gania langsung saja memeluk nyonya Selly.
"Baik sayang.. kamu sendiri apa kabar?." tanya nyonya Selly balik.
"Gania baik tante.." jawab Gania dengan wajah sumpringah.
"Sudah lama tidak bertemu, kamu semakin cantik saja Gania?." ucap tuan Ridwan.
Gania yang mendengar ucapan tuan Ridwan tidak lupa juga untuk menyapanya.
"Om juga masih tampan, tidak berubah." puji Gania.
"Hahaha." tuan Ridwan yang tertawa. "Bagaimana kabar ayah mu? sehat kan?."
"Alhamdulilah sehat om,."
"Syukurlah.. ya sudah ayo masuk, kita ngobrol-ngobrol di dalam." ajak tuan Ridwan.
Kini Gania, Nevan serta tuan Ridwan dan nyonya Selly masuk ke dalam rumah. Mereka ber empat sudah duduk di ruang tamu. Saat mereka ber empat sibuk berbincang-bincang, tiba-tiba.
"Apakah ada tamu?." tanya seorang wanita yang berjalan ke arah mereka ber empat, yaitu nyonya Juwita, ia adalah nenek dari Nevan, yang sudah ber umur, namun masih terlihat sehat, dan masih cantik karena setiap hari perawatan.
"Hay nek.. sini duduk." Nevan yang berjalan ke arah sang nenek.
Nyonya Juwita menatap sinis ke arah Gania. "Bukankah kamu putri Maxim?."
"Iya.. Gania ini putri Maxim, sahabatku." jawab tuan Ridwan.
"Halo nek, nenek apa kabar?." Gania yang beranjak berdiri untuk bersalaman dengan Nyonya Juwita, namun sayangnya uluran tangan Gania tidak di balas dengan baik.
Nyonya Juwita seketika langsung duduk di kursi tengah dekat dengan tuan Ridwan dan nyonya Selly.
"Bagaimana keadaan keluarga mu sekarang? apakah baik-baik saja? dulu kan keluarga mu sempat berantakan kan?." tanya nyonya Juwita.
Semua yang mendengar ucapan nyonya Juwita seketika terhenyak, apa lagi Gania.
"Eee.. alhamdulilah ayah saya baik nek, begitu pun dengan saya." jawab Gania dengan senyum ramahnya.
"Sangat di sayang kan ya, padahal ayah kamu itu orang kaya dan berpendidikan yang tinggi, tapi kok gak bisa cari istri yang baik, ujungnya dapet istri yang gila ingin membunuh suaminya sendiri karena harta, begitu pun dengan kamu, bukankah kamu itu terkenal direktur cerdas, tapi kenapa mencari suami yang tidak jelas?."
Nyonya Selly yang mendengar ibunya berbicara seperti barusan seketika terkejut. "Mah.. jangan berbicara seperti itu..."
"Loh ucapan mama benar kan Sel?." nyonya Juwita yang menatap ke arah putrinya.
"Lebih baik mama istirahat saya ya di kamar, biar saya antar." Tuan Ridwan yang sudah beranjak berdiri mendekat ke arah ibu mertua nya.
Tuan Ridwan takut jika ibu mertua nya tersebut semakin berbicara ngaco di depan Gania.
"Ayo ma..." ajak tuan Ridwan sambil memegangi tangan sang ibu mertua. "Om tinggal sebentar ya Gania,." tuan Ridwan yang menoleh ke arah Gania.
"Iya om." jawab Gania dengan wajah yang kini sudah berubah.
Sebelum nyonya Juwita jalan, ia kembali menoleh ke arah Gania dan juga Nevan yang sedang duduk bersebelahan.
"Nevan.. jangan sampai ya kamu dapat istri, seperti dia, nenek gak suka, kamu itu dokter, berpendidikan tinggi, jangan asal-asalan cari istri, apa lagi yang masa lalunya dan keluarganya tidak benar, bisa-bisa memalukan keluarga." celetuk nyonya Juwita.
Gania yang mendengar ucapan nyonya Juwita semakin syok, ia tidak menyangka jika nenek Nevan akan berkata seperti itu.
"Pah.. buruan bawa mama masuk ke kamar." ucap nyonya Selly.
"Sudah ayo ma.. sudah malam, mama harus istirahat." ajak tuan Ridwan lagi.
"Lepaskan.. mama bisa sendiri!." nyonya Juwita yang menarik tangannya dari gengaman tuan Ridwan.