Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Abel mengajak Luna pulang bersama.
Luna terus menatapnya memperhatikan roman mukanya.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu? " tanya Abel.
"Tidak, cuma penasaran aja Pak" jawab Luna seraya merapikan duduknya.
"Penasaran apalagi? Kamu sudah bentak saya dan bersikap seolah tidak mau saya dikte, apalagi yang kiranya kamu penasaran kan untuk kamu lakukan pada saya? " Abel mencecarnya.
Luna menelan salivanya.
'Dia benar-benar marah karena itu semua, berarti benar dia mau memecat ku' ucap hati Luna.
Luna tertunduk merasa takut. Abel yang kini memperhatikannya.
'Ada apa dengannya? Sekarang dia diam seperti penurut' ucap hati Abel.
Arul memperhatikan mereka dari cermin, merasa mereka seperti sedang dalam pertengkaran yang cukup serius.
"Antar aku pulang dulu baru antar Nona Luna" ucap Abel.
"Baik Pak! " jawab Arul.
Luna mengerutkan dahinya, sadar Abel kesal padanya.
Sampai di depan apartemen Abel, dia turun tanpa mengucapkan apapun dan menutup pintu mobil dengan keras.
Luna menangis, Arul khawatir.
"Ada apa Lun? Ko nangis? " tanyanya.
"Huuuaaaa, Arull.... dia mau memecatku! " Luna merengek.
"Mecat kamu? " Arul tak percaya.
Dia heran, karena sebelumnya Pak Abel malah berencana akan memberikan hadiah pembayaran pertama dan kedua apartemen baru yang lebih dekat dengan kantor, tapi kenapa sekarang mau memecatnya.
"Kenapa begitu? Dia.... " Arul hendak membicarakan rencana Abel.
"Aku bentak dia tempo hari, karena kesal, dia teriak di depan studio yang mau mulai acara" rengek Luna.
'Heuuh, soal bentakan itu? Dia marah? Apa benar marah? Lalu kenapa dia tersenyum setelah kejadian itu? ' ucap hati Arul kebingungan.
"Tamat riwat ku Rul" Luna meratapi nasibnya.
Arul semakin bingung.
Sampai di depan apartemennya, Luna keluar dengan lemas.
Vera juga baru sampai setelah dia pulang terlebih dahulu tadi.
"Hmmm, kenapa Pak Abel ga ajak gue sekalian tadi, kan ga usah keluarin uang buat bus" keluh Vera.
Tapi Luna diam saja.
"Napa lu? " Vera heran.
"Huuuffftt! " Luna hanya bisa menghela.
Dia langsung berbaring di sofa.
"Hei... lu udah mulai pake perawatan wajah, jangan males, sana bersihin muka dulu baru tidur" Vera menasihati.
Luna malas, dia masih berbaring sampai Vera selesai mandi.
"Ehhh, masih rebahan aje! " Vera mengambil semua perawatan wajah nya dari kamar Luna.
Dia melakukan treatment ala dirinya pada Luna.
"Lu kenapa sih? " tanya Vera sembari mengoleskan krim susu pembersih.
"Tamat riwayat gue" ucap Luna.
"Lah kan baru episode satu hari sumpah lu Lun" Vera malah bergurau.
"Kek nya gue dipecat di tengah jalan Ra, gimana anak-anak gue ya Ra" lanjut Luna.
Vera memijat dengan keras, terkejut dengan kata pecat.
"Loh ko dipecat? " Vera berhenti dan duduk di depan nya.
Luna bangun melanjutkan perawatannya sendiri.
"Hmmm, tadi dia panggil Pak Devan, trus pas keluar Pak Devan teriak, pecat saja kalau berani... "
Luna menirukan gaya bicara Devan.
"Pas gue tanya, katanya mau mecat gue" lanjut Luna.
Vera mengerutkan dahinya.
"Wah.. Pak Abel ini ga bisa dibiarin, gue mesti ngomong ma dia" Vera menggulung lengan bajunya seolah hendak pergi saat itu juga.
Luna cuma menyeng-menyeng menirukan Vera yang memang hanya berbual.
Luna pergi ke kamar mandi, melanjutkan membersihkan wajah juga mandi.
#
Sementara itu di apartemen, Abel baru selesai mandi tengah menggosok rambutnya.
Dia berhenti bergerak saat melihat tas kertas kecil berisi kacamata Luna.
Teringat dia begitu terlihat tak nyaman dengan kacamata barunya.
"Dia ini, so soan pakai kacamata dengan model berbeda, terlihat nyaman pun tidak" gumam Abel.
Kemudian, suara bel berbunyi.
Abel melihat dari monitor.
"Ini aku kak! " ucap Novel yang datang dengan Mikaela dan Clara.
Abel menghela, merasa malas menerima mereka. Tapi akhirnya dia membuka pintunya.
"Kalian datang semalam ini? " ucap Abel.
"Kami baru dari undangan pernikahan Felix, dia menanyakan mu" ucap Novel sembari membuka sepatu dan menggendong Mikaela.
Clara masuk dengan melihat ke seluruh ruangan.
"Wah, kau benar-benar membosankan, sama sekali tak merubah tata letak furniture sejak 3 tahun terakhir" ucap Novel.
"Malas" jawab Abel singkat seraya menyiapkan minuman untuk mereka.
Clara tak banyak bicara, ini kali ketiga dia kemari.
Pertama, saat merayakan kepindahan Abel ke apartemen. Dimana saat itu, dia diperkenalkan sebagai calon istri Novel.
Kedua, saat kejutan ulang tahun Abel yang direncanakan ibunya dengan Luna. Dimana saat itu Clara sedang mengandung.
Ketiga, hari ini, saat Novel minta untuk mampir karena Felix temannya menanyakan ketidakhadiran dirinya.
Clara hanya menatap pria yang pernah menjadi mantan pacarnya itu. Yang tidak diketahui siapapun.
Diam-diam, Abel meminta Luna datang dengan alasan mengatur berkas, karena dia merasa canggung dengan kedatangan mereka.
Luna yang baru saja hendak tidur, langsung bergegas pergi dengan hanya menggunakan cardigan sebagai jaket dari piyamanya.
"Iya Pak aku datang! " seru Luna dengan terengah-engah.
Novel dan Clara menatapnya dari kaki hingga kepala.
"Kau memanggilnya di jam ini? " tanya Novel tanpa melepaskan pandangannya.
"Ahh, ada yang harus selesai saat pagi sebelum meeting" jawab Abel.
Luna masuk ke perpustakaan setelah menyapa mereka dan menyentuh tangan Mikaela yang tertidur di sofa.
Cukup lama Novel berdiam di sana, Abel sampai bingung harus membicarakan apalagi, dia pikir Novel akan pergi setelah Luna datang, tapi dia malah lebih nyaman duduk di sana.
Karena bosan juga, Clara menghampiri Luna ke perpustakaan.
"Wahh, sangat rapi" puji Clara.
Luna tersenyum sambil terkantuk merapikan berkasnya.
"Kau pasti lelah, sudah seharian bekerja sekarang disuruh cari berkas" ucap Clara seraya tersenyum manis.
Wajahnya begitu cantik dan manis, Luna berpikir wajar Abel begitu tersiksa karena kehilangannya.
"Tidak, tidak masalah" jawab Luna menyadarkan dirinya sendiri.
"Apa ini? " tanya Clara.
"Itu semacam kumpulan potret lama" jawab Luna.
Clara hendak membukanya, Luna membelalak, lupa kalau didalamnya dia simpan foto yang Abel robek 5 tahun lalu. Luna bergegas mengambilnya dari Clara, tapi gerakannya kurang cepat, Clara sudah membukanya dan melihatnya sendiri.
"Itu.... " Luna mendekat dengan menggigit bibirnya sendiri.
Clara menatap kearah Luna.
"Ini... " Clara menunjukkan robekan fotonya.
"Jangan katakan pada Pak Abel, dia akan marah jika tahu ternyata aku menyimpannya selama ini, nanti dia akan memecat ku" Luna menyatukan kedua tangannya.
Clara membulatkan matanya jelas terkejut.
"Kau tahu? " tanya Clara.
"Ya, aku tahu" jawab Luna.
Clara menghela, cukup takjub dengan dedikasi Luna menyimpan rahasia itu selama 5 tahun.
"Maaf, aku tidak bermaksud apa-apa, hanya saja, saat itu dia hendak membuangnya. Karena aku sudah memecahkan barangnya jadi aku satukan semua ke dalam situ dan menyimpannya sebagai senjata agar dia tak marah" jelas Luna.
Clara tersenyum merasa Luna sangat polos.
"Tidak masalah selama kau menyimpan rahasia itu dari keluarga dan Novel. Terimakasih" ucap Luna.
Luna terheran, dia pikir Clara akan memarahinya.
Dia jadi mengerti mengapa Abel begitu terlihat sangat sakit saat Clara memutuskan untuk menikah dengan adiknya.
'Mungkin sampai sekarang dia juga belum bisa move on' ucap hati Luna.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>