Pernikahan pertama yang hancur akibat orang ketiga membuat Adel terluka hingga memutuskan menutup hati. Ditambah ia yang belum bisa memberikan keturunan membuat semuanya semakin menyedihkan.
Namun, takdir hanya Tuhan yang tahu. Empat tahun berjibaku dengan bisnis yang ia mulai untuk melupakan kesedihan, Adel malah bertemu anak laki-laki tanpa kasih sayang seorang ibu.
Dari sana, di mulai lah kehidupan Adel, Selatan dan Elang. Bisakah mereka saling mengobati luka atau malah menambah luka pada masing-masing hati. Terungkap juga kisah masa lalu menyedihkan Adel yang hidup di panti asuhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa sitepu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Panti
Mungkin, jika di tanya kapan hari paling sial bagi Adel. Maka hari itu akan jatuh pada hari ini, dan bahkan sangat amat sial sehingga rasanya Adel ingin menjerit di wajah tampan Elang yang sangat sombong.
"Kenapa kau selalu saja ada di setiap tempat!" Kini bukan Elang yang angkat bicara. Adel sengaja mendahului sebagai balas dendam beberapa hari yang lalu.
"Bukankah seharusnya aku yang mengatakan hal itu pada mu?!"
Adel mendengus kesal. Kalau tahu jika hari ini ia akan bertemu Elang, mungkin ia tidak akan menerima ajakan makan siang oleh pak polisi yang beberapa bulan ini sedang mendekatinya.
"Kau seperti hama yang selalu lengket di mana pun."
"Beraninya kau menyebut ku hama!"
"Aku bahkan muak melihat wajah buruk rupa mu."
"Buruk rupa? Apa kau yakin aku buruk rupa?" Elang menyeringai.
"Ya, aku jadi bingung kenapa Selatan bisa memiliki DNA dari pria tidak tahu malu dan tidak memiliki pekerjaan seperti mu."
"Hei, Nona. Perhatikan kata-kata mu."
Keduanya saling bertatapan. Beruntung lokasi di sekitar meja Adel tidak terlalu ramai sehingga tidak ada yang mengetahui kalau mereka sedang bertengkar.
"Maaf, aku terlambat."
Tiba-tiba saja perdebatan mereka terhenti ketika seorang pria berseragam polisi menghampiri. Sekilas, Elang bisa menilai kalau pria tersebut cukup lumayan. Mungkin di tanya tampan atau manis, maka Elang setuju pria tersebut manis.
"Dan, siapa pria ini?" tanya sang polisi.
"Orang acak yang suka membuat masalah."
"Jaga bicara mu!" Elang tidak terima dengan perkataan Adel
"Sudah, tapi khusus untuk mu tidak bisa."
"Kau punya dendam apa dengan ku?"
"Jangan terlalu percaya diri, aku bahkan tidak mengenal mu. Jadi kenapa aku harus punya dendam pada mu."
"Tapi gaya bicara mu membuat ku tersinggung."
"Kau terlalu terbawa suasana."
Melihat bahwa Adel selalu menjawab setiap pertanyaan. Entah kenapa Elang menjadi kesal, namun ada rasa tertarik sebab hanya Adel yang masih tahan dengan lidah beracun nya. Jika itu wanita lain, pasti mereka akan sakit hati atau malah meninggalkannya.
"Sepertinya kalian sangat dekat. Apa jangan-jangan kalian punya hubungan namun karena beberapa hal jadi merenggang?"
"Tidak," ucap Adel dan Elang kompak.
Wisnu tertawa mendengarnya. Sejujurnya, ia tidak pernah menganggap Adel sebagai seorang wanita. Mereka dekat karena ketika pertama kali melihat mata wanita itu, ia merasa dekat dan mereka punya sebuah hubungan.
"Kalian bahkan sangat kompak saat mengatakan 'tidak'."
"Bagaimana kalau kita mencari tempat lain." Adel memutuskan pergi agar tidak melihat wajah Elang yang entah kenapa membuatnya kesal sendiri.
"Ada apa? Apakah tempat ini terlalu kecil?" Goda Wisnu.
"Aku hanya tidak ing-"
"Sepakat. Apakah tuan bersedia ikut makan bersama kami?" tanya Wisnu tanpa meminta persetujuan Adel.
Mendengar hal itu, Elang menjadi bingung sendiri. Bukankah seharusnya, pria tersebut mengusirnya karena sudah mengganggu kencan di siang hari mereka. Tapi kenapa sekarang di malah di ajak makan bersama.
Saat sedang akan menolak. Tiba-tiba saja ponsel Elang berbunyi pertanda ada notifikasi pesan. Ketika ia melihat isi pesannya, wajah Elang jadi kesal sendiri, bisa-bisanya calon rekan kerja samanya membatalkan pertemuan bahkan melalui pesan singkat. Sangat tidak sopan.
"Bagaimana Tuan? Apa anda bersedia makan siang bersama kami?" Ternyata Wisnu masih belum menyerah. Niatnya mengajak Elang makan siang bersama hanya untuk mencari tahu hubungan antara Adel dan pria itu, tidak lebih.
"Kenapa harus mengajaknya? Biarkan saja dia pulang atau mencari meja lain." Adel jadi kesal sendiri.
Wisnu mengabaikan Adel. Ia masih menunggu persetujuan Elang yang mulai bimbang. Antara menolak atau menerima, namun kalau di tolak ia akan semakin malu. Ditambah dirinya yang sudah kelaparan juga, maka dengan setengah hati Elang menyetujui permintaan Wisnu.
"Baik, kebetulan aku sudah ada di sini. Kalau pergi tanpa makan rasanya buang-buang tenaga."
Tanpa meminta persetujuan Adel. Elang duduk di samping Wisnu yang kebetulan berada tepat di hadapan Adel. Jujur, ini kali pertama mereka bertatap muka dalam waktu yang cukup lama. Kalau biasanya pertemuan menjadi pertengkaran lalu saling meninggalkan, maka sekarang berbeda.
Mereka memutuskan mulai memesan makanan. Adel yang kesal memutuskan tidak menghiraukan keberadaan Elang, atau bahkan ikut dalam percakapan.
"Oh ya, perkenalkan nama ku Wisnu Hardana Syahputra." Wisnu memperkenalkan dirinya.
"Elang Aksara Sanjaya."
"Bekerja atau pengusaha?" Entah kenapa Wisnu tiba-tiba sangat ingin tahu tentang Elang.
"Punya usaha kecil-kecilan." Jangan pikir Elang pria yang sombong dan arogan. Dia tidak seperti itu meskipun lidahnya sangat berbisa pada setiap wanita.
"Anda terlalu merendah, Tuan." Siapa yang akan percaya dengan ucapan Elang yang mengatakan usaha kecil-kecilan. Dari penampilannya saja, dia terlihat seperti pria yang sukses dan kaya.
"Merendah untuk meroket atau merendah agar di puji." Sindir Adel tiba-tiba.
Rasanya dendam Adel tentang semua hinaan yang Elang berikan padanya masih teringat jelas dalam benak Adel dan ia ingin membalasnya sekarang juga.
Jujur, baru Elang yang membuatnya menjadi pendendam seperti sekarang. Padahal, kalau di pikir-pikir kesalahan Elang tidak lah terlalu fatal namun lihatlah bagaimana ia menyudutkan Elang saat sedang berbicara dengan Wisnu.
"Bukan urusan mu. Entah aku ingin merendahkan untuk meroket atau merendah untuk jungkir balik, kau tidak punya hak mengomentari." Kini Elang jadi ikut-ikutan kesal.
"Dasar, pria bermuka dua dan berlidah racun."
"Apa yang kau maksud?!"
Melihat bahwa kedua orang yang ada di hadapannya akan segera bertengkar seperti tadi. Wisnu segera melerai, ia bahkan tersenyum geli. Di matanya, baik Adel maupun Elang seperti sepasang kekasih yang bertengkar akibat kesalahan pahaman.
"Sudah, ini restauran dan tidak baik jika kalian bertengkar."
Pada akhirnya, pertengkaran yang akan di mulai berakhir bahkan sebelum kedua kubu memberikan sumpah serapah.
Setelah selesai makan siang. Elang segera pergi, bukan bermaksud tidak sopan pada Wisnu. Namun ia memiliki banyak pekerjaan sehingga harus segera keluar restauran.
"Ayo, aku akan mengantarmu." Ajak Wisnu.
"Tidak perlu, aku membawa mobil. Lagi pula setelah ini aku harus ke rumah ibu."
"Oh ya, di mana tempat tinggal ibu mu?" tanya Wisnu penasaran.
"Panti asuhan."
Ya, ibu yang Adel maksud adalah wanita yang merawatnya selama 30 tahun di panti asuhan. Hampir setiap bulan Adel akan mengunjungi tempat tinggalnya dulu, dan menjadi pemberi dana operasional panti asuhan.
"Kau tumbuh di panti asuhan atau pemilik panti adalah ibu kandung mu." Entah kenapa Wisnu merasa ada yang aneh dan pemasaran dengan sosok ibu yang Adel maksud.
"Aku tidak tahu siapa ayah dan ibu ku. Dan kau benar, aku besar di panti asuhan."
Deg! Tiba-tiba saja Wisnu merasa Deja Vu ketika mendengar ucapan Adel. Ia bahkan mulai menebak-nebak sesuatu yang mungkin terjadi dan yang sedang ia cari selama ini.
"Tidak, aku harus mencaritahu lebih dulu sebelum menyimpulkan." Wisnu berucap dalam hati.
Ya, dia harus mencari tahu lebih dulu. Jika tergesa-gesa, maka semuanya akan rumit. Tolong, Wisnu sudah merasa rumit dengan hidupnya dan tidak ingin bertambah rumit lagi. Jika bisa di selesaikan dengan sederhana lalu kenapa harus dipersulit. Seperti itulah yang Wisnu simpulkan.
"Maaf, aku tidak tahu kalau kau mengalami hal seperti itu."
"Tidak masalah. Aku sudah berdamai dengan hal itu, dan ku pikir, menyalahkan takdir bukan hal baik."
"Kau sangat dewasa," ucap Wisnu seraya mengelus puncak kepala Adel lembut.
"Yah, aku sudah tua. Mengalami banyak hal dalam hidup, merekalah yang membuat aku dewasa."
Entah kenapa Adel tidak merasa terganggu, bahkan terkesan menikmati elusan Wisnu.
"Kau benar, dewasa berasal dari banyaknya pengalaman hidup. Baiklah, aku akan melepaskan mu hari ini. Tapi, bisakah kau memberikan ku alamat panti asuhan itu. Tiba-tiba saja aku ingin melihat rumah yang menjadi tempat tinggal mu sebelum menikah lalu bercerai." Jangan ditanya kenapa Wisnu tahu tentang masa lalu Adel. Mereka sudah banyak bercerita, namun sebenarnya hanya Adel yang sedikit terbuka sedangkan Wisnu tidak. Ia bahkan menyimpan rapat-rapat kisah hidupnya yang menyedihkan.
"Oke."
Biar aja lukman merasakan sakit hatinya.. Tega membuang anak2 nya demi pelakor.. Yg di posisi anak sungguh miris.. Enak aja klau minta maaf semua selesai.. Makin byk org berbuat salah klau gt..