Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Setelah puas menumpahkan segala rasa sedihnya dan rindunya, Aruna pun langsung melepaskan pelukannya, "Makasih ya ma, mama sama kak Zaidan udah selalu ada untuk aku,"
Afriani tersenyum manis, "Nggak usah bilang seperti itu nak, kami tulus sayang sama kamu, kalo ada apa-apa jangan sungkan untuk bilang sama kami,"
Aruna menganggukkan kepalanya, "Iya ma, pasti aku akan bilang sama mama,"
"Yaudah, kalo gitu mama pulang dulu ya?" pamit Afriani yang memang sudah tidak memiliki urusan lagi di sana.
"Nggak mau lihat-lihat dulu ma? Ada baju pengeluaran terbaru loh, siapa tau aja mama suka," tawar Aruna.
"Nggak sayang, kapan-kapan aja mama akan ke sini lagi. Sekarang mama mau berangkat arisan dulu, udah ditungguin teman-teman mama," tolak Afriani dengan lembut.
"Yaudah deh kalo gitu, mama hati-hati ya," ujar Aruna.
"Iya sayang." Jawab Afriani dengan tersenyum.
Aruna pun mengantarkan wanita paruh baya tersebut sampai di samping mobilnya, dan ia baru kembali ke dalam ruangannya setelah mobil Afriani melaju meninggalkan halaman butiknya.
.
Di sore hari, ketika jam pulang kerja. Mobil Narendra sudah berhenti di pinggir jalan depan butik Aruna.
"Tumben banget Na suami lo udah sampe, kemarin aja lo pulang dia belum ada di sini," cetus Kania yang berdiri tepat di depan pintu butik.
"Udah jangan diomongin lagi," jawab Aruna yang baru saja selesai mengunci pintu butiknya.
"Kenan udah jemput lo atau belum?" tanya Aruna setelah berdiri di samping sahabat.
"Belum, paling sebentar lagi juga udah sampe," jawab Kania santai.
"Mau gue temenin sampe dia datang?" tawar Aruna.
"Nggak usah deh Na, lo langsung pulang aja. Takut suami lo marah," Kania sedikit berbisik, karena takut Narendra mendengarnya, padahal jarak mereka saja cukup jauh.
"Beneran nih nggak papa?" tanya Aruna memastikan.
"Iya Aruna, nggak papa!!!"
"Yaudah deh, kalo gitu gue duluan ya," ucap Aruna pada akhirnya.
"Iya Na hati-hati."
Aruna pun berjalan menghampiri mobil Narendra yang sudah terparkir di tepi jalan. Ia sedikit mempercepat langkahnya, agar bisa segera bertemu dengan sang suami.
"Maaf ya aku lama," ucap Aruna setelah masuk ke dalam mobil.
"Iya sayang, aku juga baru sampai," jawab Narendra, lalu segera melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.
"Aku kira kamu nggak bisa jemput lagi," ucap Aruna dengan tubuh yang ia sandarkan ke sandaran kursi mobil.
"Bisa kok! Entah kenapa hari ini ini jadwal meeting dibatalkan semuanya," jawab Narendra dengan sesekali menatap sang istri.
"Mungkin aja rekan kerja kamu tau kalo kamu butuh waktu buat istirahat," ujar Aruna.
"Mungkin saja iya yang," jawab Narendra.
"Oh iya, Lily ada di mana yang? Sejak kemarin malam aku nggak lihat dia di kamarnya," lontar Narendra yang telah menyimpan rasa penasarannya.
Mendengar pertanyaan dari sang suami, raut wajah Aruna berubah sedih, "Lily sudah mati yang, jangan tanya lagi tentang dia,"
Seketika itu juga Narendra terkejut, "Kok bisa?!"
Aruna sedikit menggelengkan kepalanya, "Aku sendiri juga nggak tau, aku dengar dari Bi Ainur,"
"Kamu pasti sedih sekali sayang, dia lebih dari hewan peliharaan bagi kamu," ucap Narendra sembari sebelah tangannya menggenggam tangan Aruna.
Aruna menatap Narendra dengan senyuman yang ia paksakan, "Nggak kok yang! Aku udah terima kalo Lily udah nggak ada,"
"Gimana kalo kita cari kucing baru? Biar kamu bisa lupain Lily dan nggak sedih lagi," tawar Narendra yang mengetahui perasaan sang istri.
"Nggak usah deh. Aku terlalu sibuk saat ini, nanti jadi susahin Bi Ainur kalo beli hewan peliharaan lagi," tolak Aruna yang sebenarnya takut jika hewan peliharaannya kembali dihabisi oleh Maya dan Diandra.
"Kamu yakin yang?" tanya Narendra, sembari menatap Aruna sekilas.
Aruna menganggukkan kepalanya ketika sang suami masih menatapnya, "Aku sudah bahagia selagi kamu disisiku sayang,"
"Masalah itu nggak usah khawatir, aku akan selalu ada untuk kamu sayang," jawab Narendra jujur sesuai isi hatinya.
"Terima kasih sayang, aku menyayangimu," ungkap Aruna.
"Aku juga sayang."
.
Sesampainya di rumah, tanpa banyak berkata-kata lagi Aruna langsung turun dan masuk ke dalam rumah.
Sedangkan Narendra lebih dulu memasukkan mobilnya ke dalam garasi, setelah itu barulah ia menyusul Aruna yang sudah masuk terlebih dahulu.
"Ren, malam ini Galang akan makan malam di sini," ucap Maya yang baru saja keluar dari dapur, dengan membawa segera air di tangannya.
Narendra yang ingin menaiki anak tangga pun mengurungkan niatnya. Dia berbalik badan untuk menatap sang mama, "Terus? Buat apa mama bilang sama aku?"
"Iya nggak apa-apa sih Ren, Mama cuma bilang aja sama kamu," jelas Maya yang sudah berdiri di hadapan sang putra.
"Ck! Nggak jelas! Nggak ada acara kenapa dia ke sini?!" cetus Narendra.
"Bukan begitu Ren, mama yang menyuruh dia datang ke sini, bukan kemauannya sendiri," Maya mencoba menjelaskan agar Narendra tidak salah paham.
"Terserah mama aja, aku capek mau istirahat."
Narendra langsung pergi begitu saja dari hadapan sang mama. Bukannya tidak menyukai Galang, namun dirinya masih belum bisa percaya bahwa Galang itu adalah orang baik-baik.
"Dasar anak ini! Mamanya ngomong belum selesai main kabur gitu aja." Geram Maya seraya pergi ke ruang keluarga lagi, untuk melanjutkan menonton film yang sedang tayang bersama dengan Haikal.
.
Ketika Aruna baru saja keluar dari dalam kamar mandi, ternyata Narendra sudah duduk di sofa kamar sembari melihat ke layar ponsel. Untung saja ia sudah menggunakan baju di dalam kamar mandi, jadinya tidak akan terkejut dengan hal-hal semacam ini.
"Mau aku siapin air hangat?" tawar Aruna sembari berjalan menuju ke depan meja riasnya untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Mendengar suara sang istri, Narendra langsung mematikan ponselnya dan menaruhnya di atas meja.
"Nggak usah sayang, aku mau mandi air dingin saja," jawab Narendra yang langsung berjalan menuju ke depan lemari untuk mengambil pakaian ganti.
"Oh, yaudah deh kalo gitu," jawab Aruna.
"Aku mandi dulu ya sayang, kamu jangan keluar kalo nggak sama aku," pesan Narendra dengan tangan satunya menutup pintu lemari.
"Iya sayang." Jawab Aruna tersenyum manis, sembari menatap sang suami.
Narendra hanya menanggapinya dengan senyuman manis pula. Setelah itu, ia bergegas pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Sedangkan Aruna kembali menatap ke arah kaca yang ada di depannya, lalu mulai mengeringkan rambutnya yang masih basah.
.
Kini akhirnya jam makan malam sudah tiba. Di ruangan itu sudah ada Aruna, Narendra, Maya dan Haikal yang sedang menantikan kedatangan Diandra beserta sang kekasih.
Banyak hidangan pula yang sudah disiapkan di atas meja makan. Padahal yang datang cuma satu orang, tapi Maya begitu antusias ketika akan menyambutnya.
"Mana Diandra?" tanya Narendra dengan wajah datarnya, dan tatapan lurus ke depan.
"Dia belum sampai Ren, mungkin sebentar lagi," jelas Maya dengan senyuman yang terus mengembang.
"Lima belas menit lagi, jika mereka tidak datang kita makan malam duluan!" tegas Narendra tak terbantahkan.