Lahir dalam keluarga yang miskin, Artian Morph harus menelan pahitnya hidup ketika orang tuanya meninggalkan dirinya sendiri.
Pada saat dia berpikir bahwa dirinya sangat bahagia karena pacarnya berada di sisinya, semuanya hancur setelah dia mengerahkan sisa tabungan yang orang tuanya tinggalkan untuknya.
Ketika kehidupannya terjerumus dalam neraka kesedihan, orang orang mulai mencemoohnya, diperlakukan dengan kasar tanpa ada satupun yang menolongnya.
"Ahaha, apakah kematian benar benar sangat merindukanku?"
Ketika dia menyerah pada hidupnya, berniat untuk melompat dan bunuh diri dari sebuah jembatan yang sepi.
Suara yang tak manusiawi layaknya suara dari kecerdasan buatan terdengar di udara yang kosong.
«Sistem Di Aktifkan»
Roda takdir kini kembali berputar, mereka yang diatas harus segera terjatuh dan yang dibawah akan mulai merangkak untuk mendapatkan posisi yang diatas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RyzzNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Mavis
Setelah kejadian tersebut.
Artian saat ini sudah berada di sebuah restoran kelas atas bersama Sena. Mereka telah bersenang-senang selama siang hingga sore hari secara penuh, karena itu wajar jika mereka merasa lapar.
Mengakhiri sebuah kencan dengan makan malam juga adalah sesuatu yang sangat umum. Saat ini, hari sudah malam ketika sinar rembulan bersinar begitu terang menerpa tubuh Artian dan Sena.
Mereka makan di sebuah restoran yang menyediakan sebuah meja makan yang berada di luar restoran, menghadap sebuah pemandangan yang indah.
Dari kursi meja tempat Artian dan Sena makan, keduanya bisa melihat pemandangan yang indah, dimana laut dengan gemerjap kilau yang indah terlihat. Deburan ombak diiringi dengan angin dingin yang sejuk, langit berbintang dan alunan musik yang menenangkan, mereka menghabiskan waktu makan mereka dengan damai dan tenang.
“Tentang pria yang ingin bertunangan denganmu, bisa aku ketahui namanya?“
Agak terlambat, tapi Artian juga perlu beberapa informasi tentang siapa yang mengincar Sena.
Gadis itu terdiam sejenak, dia nampak enggan untuk memikirkan ataupun membicarakan topik itu, namun dia juga tahu bahwa dia harus mengatakannya.
“Di keluarga Mavis, terdapat tiga anak lelaki dan yang ingin bertunangan denganku adalah anak termuda mereka, Redin Mavis.“
Artian mendengarkan dengan seksama kemudian menganggukkan kepalanya. Nama itu, dia akan mengingatnya sebaik mungkin.
Ngomong-ngomong, tentang pembunuh bayaran itu, Artian tidak tahu siapa yang mengirimnya, dia juga lupa menanyakannya.
Tapi seperti hal itu bukanlah hal yang harus dipikirkan untuk saat ini. Keberadaan para pembunuh bayaran itu bisa dibilang tidak mengancam bagi Artian yang bisa menggunakan teknik bela diri apapun, teknik pembunuhan tentunya juga termasuk.
Apa yang harus Artian perhatikan saat ini adalah perkembangan dari apa yang akan terjadi selanjutnya dari rencana Sena.
Benar itulah yang harus dia pikirkan, dan pada saat itu, perkembangan dari rencana tersebut langsung terjadi begitu saja.
“Sena! Apa yang kamu lakukan?!“
Seorang pria dengan tubuh yang agak gemuk dan berkulit agak cokelat, rambutnya berwarna hitam dan begitu pendek.
Sena tersentak dengan tubuhnya yang menggigil ketika mendengar suara itu, melirik ke sumber suara dengan wajah yang berkerut dengan jijik.
“Redin? Apa yang kamu lakukan disini?“
Suara Sena terdengar biasa saja, namun Artian bisa dengan jelas merasakan nada suaranya jelas agak jijik dengan keberadaan dari pria itu.
Artian melirik ke arah pria gemuk itu.
Dia pastilah Redin Mavis yang Sena katakan, sosok tuan muda ketiga dari keluarga Mavis yang sangat menginginkan Sena sebagai tunangannya.
Pria itu, Redin menatap Sena dan Artian dengan wajah yang muram.
“Aku mencintaimu! Kenapa kamu melakukan ini padaku?!“
Pria gemuk itu berteriak begitu keras hingga membuat banyak orang menoleh dan melihat apa yang terjadi.
Sena semakin risih dan setelah itu, Redin kembali melanjutkan ucapannya.
“Apa bagusnya pria itu? Dia hanyalah seorang yatim piatu bukan? Aku sudah menyelidikinya, dia hanyalah yatim piatu dan kebetulan beruntung dalam suatu hal hingga dapat membeku salah satu unit villa di kawasan elit. Daripada dia, bukankah aku lebih baik?“
Lagi lagi seperti ini.
Para tuan muda dari keluarga kaya raya selalu merasa bahwa diri mereka adalah yang terbaik. Memang mereka terlahir dengan kekayaan dan kekuasaan yang membuat mereka berpikir bahwa mereka adalah yang terbaik semenjak mereka lahir.
Artian sangat membenci mereka yang seperti itu.
Artian melirik Sena. Dia penasaran dengan bagaimana Sena akan menanggapi hal ini, saat ini Sena terlihat sedang mengatupkan bibirnya dengan tubuh yang gemetar.
Menikah dengan seseorang yang tidak dia cintai hingga dipaksa melakukan hal tersebut, sudah pasti membuatnya ketakutan.
Namun, saat itu mata Sena tiba tiba menjadi tajam dan dia sepertinya mencoba yang terbaik untuk mengatasi ketakutannya.
“Kamu sudah melihatnya. Aku sudah punya pacar dan aku tidak berniat untuk meninggalkan pacarku saat ini, kenapa kamu masih menggangguku?“
“….“
Sena, meski sudah berusaha, pada akhirnya dia masih terlihat ketakutan. Pada saat yang sama dia juga masih ragu ragu dengan rencananya sendiri.
Dia seharusnya mengucapkannya dengan lebih lantang dan agresif, menggunakan kata pacar dan menggangguku sangatlah kurang untuk situasi ini.
“Mengganggumu? Aku tidak mengganggu! Aku hanya mencintaimu! Aku bersedia melakukan apa saja untukmu…!“
Sena mengepalkan tangannya dan menatap Redin dengan tajam.
“Kalau begitu, tidak bisakah kamu meninggalkanku? Kamu bersedia melakukan apa saja bukan?“
Wajah Redin menjadi muram dengan seringai gelap di wajahnya ketika dia menggelengkan kepalanya.
“Aku mengubah perkataanku. Aku bisa melakukan apa saja untukmu selama aku bisa berada di sisimu selamanya! Bagaimana dengan itu?“
Artian yang dari tadi terdiam, kini dia mulai merasa muak dengan drama yang begitu menyebalkan itu.
Dia berdiri dan menuju ke belakang Sena, menatap Redin dengan tatapan yang tenang dan hanya sedikit berekspresi.
“Sena sudah bilang kalau dia tidak mau, kenapa kamu terlalu memaksanya?“
Saat itu Artian memegang kedua bahu Sena hingga membuat gadis itu tersentak. Matanya menatap Artian ketika dia mengangkat kepalanya.
Artian hanya menatap Sena dalam diam, memintanya untuk menyerahkan situasi ini padanya.
Redin sendiri kembali dipenuhi dengan amarah melihat kejadian itu di depan matanya.
“Jangan ikut campur! Kamu tidak ada hubungannya dengan kejadian ini.“
Mendengar ucapan bodoh dari pria gemuk itu, Artian tiba tiba tertawa kering.
“Haha… tidak ada hubungannya? Aku ini pacarnya sekaligus orang yang Sena cintai kamu tau?“
Artian terdiam sejenak ketika dia mulai mendengarkan suara gigi Redin yang bergemeletuk begitu keras, kemudian melanjutkannya dengan kejam.
“Kamulah yang tidak ada hubungannya, Sena tidak mencintaimu dan dia mencintaiku, kamu hanyalah pengganggu dan aku mencintai Sena. Kamu sama sekali tidak memiliki tempat untuk hubungan ini, kamu harusnya sadar akan dirimu sendiri bodoh.“
Mendengar ucapan Artian yang begitu kejam dan tidak kenal ampun, Redin sudah sampai pada batasannya, pikirannya menjadi tidak jernih ketika dia mengangkat tangannya.
“SIALAN!“
Tangan itu bergerak dengan cepat, mencoba menampar wajah Sena yang berada di depannya, beruntung, Artian menahan tangan itu dengan mudahnya.
“Apa yang kamu ingin lakukan?“
Redin yang sadar akan tindakannya tiba tiba tersentak, dia menatap Sena yang menatapnya dengan pandangan yang ketakutan dan jijik, kemudian melirik sekitarnya yang menatapnya dengan tatapan merendahkan.
“Lepaskan aku! Aku akan pergi!“
Tatapan itu sangat menganggunya, itu sangat mengganggu dan terasa begitu menyedihkan. Redin mulai berkeringat dingin tanpa sadar sedangkan Artian semakin mengeraskan cengkeramannya.
Menyadari lengannya yang mulai terasa sakit, Redin menatap Artian kemudian menatap lengannya dan segera meringis kesakitan.
“Ugh..!! Argh!! Lepas! Sialan! Argh!! Tolong aku!!“
Dia mulai berteriak dengan liar ketika tangannya kesakitan, Artian berniat melemparnya, namun pada saat itu Sena menghentikannya.
“Artian, kupikir itu sudah cukup.“
Mendengarkan ucapan itu, Artian sedikit merendahkan kekuatan cengkeramannya.
“Lihat sekitarmu, akan sangat buruk jika kamu melakukan hal yang berlebihan.“
“….“
Artian menatap sekitarnya, ada sangat banyak orang yang menatapnya dengan pandangan yang takut akan kekacauan.
Benar, dia saat ini berada di sebuah restoran yang bahkan tempat itu bukanlah miliknya sehingga dia akan menjadi tidak tahu malu jika mengacaukan properti orang lain.
Artian kemudian melepaskan cengkeramannya, menatap Redin yang tiba tiba berlutut dengan memegang lengannya sendiri dengan nafas yang terburu-buru.
“Enyahlah, aku melepaskan mu kali ini.“
Artian baru menyadarinya, jika dia terlalu melewati batas hari ini. Melakukan sesuatu di tengah publik tanpa memikirkan konsekuensi nya.
Dia sekali lagi belajar dalam pengalaman itu, tentunya semua ini terjadi berkat Sena yang menyadarkannya.
***