Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.
Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.
Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21: Suasana akward
Bali, pulau dewata. Tempat di mana matahari selalu tersenyum dan pantainya seakan nggak pernah tidur. Di sinilah gue, Nana, sama tiga orang terkasih, Arga, pacar gue, plus Bara dan Dito, temen band gue memulai petualangan liburan yang bakal bikin hidup kita lebih berwarna... atau malah lebih awkward.
"Akhirnya nyampe juga!" gue stretching, ngerasain angin Bali yang langsung nyambut begitu kita keluar dari bandara.
Perjalanan ke hotel cukup lancar. Kita berempat excited banget ngebayangin liburan yang bakal dimulai.
Sampe di hotel, Arga langsung ke resepsionis buat check in. Gue, Bara, sama Dito nungguin di lobby sambil ngobrol.
Tiba-tiba, muka Arga keliatan panik pas balik dari resepsionis.
"Kenapa, Ga?" gue nanya, mulai khawatir.
Arga nggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatel. "Err... guys, kayaknya gue bikin kesalahan deh."
"Kesalahan apaan?" Bara nanya, ikutan penasaran.
Arga hela nafas. "Jadi... gue salah pesen kamar. Harusnya kan empat kamar, tapi gue cuma pesen dua kamar regular."
"HAH?!" kita bertiga teriak barengan
"Kok bisa, Ga?" gue nanya, masih nggak percaya.
"Sorry banget, guys. Gue bener-bener nggak sengaja. Waktu itu gue booking-nya buru-buru," Arga jelasin dengan muka bersalah.
Dito ketawa. "Yah, terpaksa kita couple-couple-an dong tidurnya."
Bara langsung melotot. "Enak aja! Ogah gue sekamar sama lo!"
"Lah terus maunya gimana dong?" gue nanya, mulai pusing mikirin solusinya.
Arga mikir sebentar. "Gini deh, gue sama Nana di satu kamar, Bara sama Dito di kamar satunya. Gimana?"
Gue kaget denger usulan Arga. Kita emang udah pacaran lama, tapi belom pernah sekamar berdua gini.
"Ta-tapi..." gue gagap.
"Udah, nggak apa-apa Nan," Bara nyeletuk. "Daripada gue harus sekamar sama si bawel ini," dia nunjuk Dito.
"Woi! Siapa yang lo bilang bawel?!" Dito protes.
Akhirnya, dengan sangat terpaksa dan awkward, kita setuju sama pembagian kamar itu.
Pas gue sama Arga masuk ke kamar yang bakalan kita tempatin, mata kita langsung melebar kaget. Di atas kasur ada tulisan "HAPPY WEDDING" yang dibentuk dari kelopak bunga mawar merah.
Nggak cuma itu, ada juga handuk yang dibentuk jadi angsa yang lagi ciuman, plus bentuk love gede dari bantal-bantal kecil.
"A-Arga..." gue tergagap, nggak tau harus ngomong apa.
Belom sempet Arga jawab, tiba-tiba ada suara dari belakang kita.
"Selamat datang, Tuan dan Nyonya! Semoga bulan madu Anda menyenangkan!"
Kita berdua noleh, ngeliat mbak housekeeper yang lagi senyum lebar.
"Eh, mbak... ini kayaknya ada salah paham deh," Arga berusaha jelasin.
Tapi si mbak malah kedip-kedip genit. "Ah, Tuan tidak usah malu-malu. Saya sudah biasa kok melayani pengantin baru. Kalau butuh apa-apa, panggil saja ya!"
"Tapi mbak, kita bukan--" gue mau protes, tapi si mbak udah keburu pergi sambil cekikikan.
Gue sama Arga cuma bisa pandang-pandangan, nggak tau harus ketawa atau nangis.
"Err... Na," Arga akhirnya buka suara. "Kalo lo mau, gue bisa tidur di sofa aja."
Gue geleng-geleng. "Nggak usah, Ga. Ntar sakit pinggang lagi lo. Kita... berbagi kasur aja ya?"
Gue memberi batas pada kasur dengan bantal guling. Arga mengangguk paham, "Oke, gue janji nggak bakal macem-macem kok."
Malemnya, kita berdua tidur dengan posisi super kaku. Arga di pinggir kiri, gue di pinggir kanan, ada jarak sekitar 30 cm di tengah-tengah kita. Kelopak-kelopak bunga "HAPPY WEDDING" udah kita singkirin, tapi entah kenapa aromanya masih kerasa, bikin suasana makin awkward.
"Nan," Arga manggil pelan.
"Ya?" gue jawab, sama pelannya.
"Sorry ya gue bikin situasi jadi awkward gini. Bukan cuma salah pesen kamar, sekarang malah dikira pengantin baru."
Gue ketawa kecil, berusaha mencairkan suasana. "It's okay, Ga. Namanya juga liburan, pasti ada aja kejutannya. Lagian... lumayan kan, dapet dekorasi gratis?"
Arga ikut ketawa. "Bener juga. Yaudah, good night ya Nan. Mimpi indah... calon pengantin."
"Ih, apaan sih!" gue pura-pura kesel, padahal dalam hati deg-degan.
Meski awalnya canggung, lama-lama gue mulai rileks. Suara nafas Arga yang teratur entah kenapa bikin gue ngerasa aman. Dan tanpa sadar, gue pun ketiduran.
...****************...
Paginya, gue bangun dan nyadar kalo posisi kita udah berubah total. Kepala gue ada di dada Arga, sementara tangannya meluk pinggang gue. Nggak jauh dari kita, handuk angsa yang ciuman itu seakan-akan lagi ketawa ngejek.
"Pagi, Nan," Arga senyum, keliatan udah bangun dari tadi. "Tidurnya nyenyak? Mimpi jadi pengantin beneran?"
BUGH! Gue lempar bantal ke muka dia.
"Apaan sih lo!" gue teriak, tapi nggak bisa nyembunyiin senyum gue.
Dan begitulah awal liburan kita di Bali. Meski ada insiden salah pesen kamar plus dikira pengantin baru, tapi justru ini bikin liburan kita makin seru dan nggak terlupakan. Yang penting, jangan sampe Bara sama Dito tau soal dekorasi 'pengantin' ini. Bisa abis kita dijadiin bahan ledekan selama seminggu ke depan!
yuk kak saling dukung #crazy in love