Siapakah gadis kampung bernama Lily ini, sehingga Eko Barata memberikan syarat kepada tiga puteranya? Untuk mendapatkan hak waris kekayaan Barata, salah satu dari mereka harus berhasil menikahi Lily.
"Ingat! Papa tidak akan memberikan kalian warisan jika salah satu dari kalian tidak bisa menikahi Lily, camkan itu!" kata Eko Barata tegas.
Syarat yang diberikan Eko Barata terdengar konyol bagi banyak orang. Mereka menganggap Lily tidak pantas menjadi menantu keluarga Barata. Namun, ketika satu per satu kemampuan hebat Lily terungkap, dia berhasil membungkam semua mulut yang menyepelekannya.
Siapa sebenarnya Lily, dan apa rahasia di balik kehebatannya? Temukan jawabannya dalam "Lily: Rahasia Gadis Kampung".
Selamat membaca ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuhume, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Agam segera beranjak dari tempatnya dan membela Lily. Semua ucapan yang tidak seharusnya diucapkan terdengar. Di mata Nyonya Helsi, Lily tidak memiliki harga diri dan rasa malu.
"Bibi, jangan berpikir macam-macam. Aku tidak akan pakai cara licik untuk menikah dengan keluarga Barata," jelas Lily dengan tegas, matanya berkaca-kaca.
"Ma, kalaupun Lily melakukan apa pun pasti aku yang memulai, tapi Ma..."
"Agam! Apa kau tidak paham apa yang Mama katakan semalam?!"
Nyonya Helsi tetap mengatakan bahwa Lily tidak pantas menjadi istri Agam, hanya Sera yang pantas.
"Ma, sudahlah. Aku hanya mencintai Lily, bukan yang lain," ucap Agam dengan tegas, memandang ibunya dengan tatapan penuh determinasi.
**PPRAAAANNGGGG**
Terdengar benda terjatuh.
Ternyata tidak jauh dari mereka, ada Sera yang sedang membawa sarapan pagi untuk Agam. Dengan wajah yang lugu dan air mata yang berderai, Sera mendekati mereka semua dan menjelaskan bahwa kedatangannya tidak akan memperkeruh suasana. Dia hanya tidak percaya jika Agam benar-benar tidak menyukainya sama sekali, dan menganggap semua perhatiannya selama ini tidak bernilai apapun di matanya.
Nyonya Helsi melihat itu segera memegang tangan Sera dan memintanya untuk tetap menyukai Agam, karena dalam hidup Nyonya Helsi, dia hanya akan menerima Sera sebagai calon menantunya, istri dari Agam, bukan wanita yang lain.
Sera menganggukkan kepalanya, dia menjelaskan kepada Agam bahwa dia mengerti jika Agam menyukai Lily, tapi dia berharap Agam tidak memanfaatkan Lily untuk menyakitinya karena itu tidak adil.
"Sera, harusnya kau tahu, kalau aku cuma menganggapmu sebagai seorang adik, tidak lebih," timpal Agam dengan wajah datar.
"Tapi Gam..." Sera berusaha menahan isak tangisnya, namun suaranya bergetar.
"Sera, jangan ganggu aku lagi." Agam berusaha terdengar tegas meski hatinya berdebar melihat Sera yang terlihat begitu rapuh.
Sera kemudian meninggalkan tempat tersebut dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Nyonya Helsi sangat marah, dia berusaha menghentikan Sera tapi dia tidak bisa menjangkaunya. Nyonya Helsi kembali ke hadapan Lily dengan amarah yang membara di matanya.
"Dasar gadis kampung tidak tahu diri! Kau telah menghancurkan keluargaku. Kau pikir, kau sudah menjadi nyonya di keluarga Barata?! Hah?!"
"Jangan mimpi!" teriak Nyonya Helsi, nadanya penuh kebencian.
Lily mendengar itu hanya menatap wajah Helsi dengan raut yang tidak mengerti. Dia terdiam dan bersidekap, membiarkannya begitu saja meluapkan amarahnya kepada dirinya. Nyonya Helsi mengumpat ke arah Lily membuat kupingnya sudah mulai muak.
"Bibi jangan berlebihan, siapa juga yang tertarik dengan status nyonya di keluarga Barata ini?" ucap Lily dengan berdecih, mencoba menahan amarahnya.
Nyonya Helsi berjalan dan meraih sebuah guci yang berada di dalam kamar Agam.
**BBBRRRAAKKK**
"Kalian benar-benar membuatku murka," teriak Nyonya Helsi dengan suara menggema.
Dia berharap Agam berpihak kepadanya saat itu tapi nyatanya dia terlihat lebih berpihak kepada Lily, bahkan jika dia sudah melihat bagaimana ibunya melarang dan tidak merestui hubungan mereka, Agam masih berdiri di pihak Lily.
Helsi berharap dengan ucapan Lily yang menganggap rendah keluarga Barata, mampu membuat Agam berpaling ke pihak ibunya, tapi sekali lagi, itu hanya harapan Nyonya Helsi semata.
"Dasar wanita licik! Kau benar-benar mirip dengan ibumu," teriak Nyonya Helsi dengan suara yang sangat nyaring, suaranya penuh dengan kemarahan dan kebencian yang mendalam.
"Ibumu telah menghancurkan perasaan orang lain dan kau anaknya sangat tidak tahu diri seperti dirinya!" ucap Helsi, matanya memandang Lily dengan penuh kebencian.
Wajah Lily mulai berubah masam dan merah karena menahan amarah, dia tidak bisa menerima ucapan Nyonya Helsi tentang ibunya. Dia menggenggam erat jemarinya untuk menahan diri agar tidak membahayakan nyawa nyonya Helsi.
"Sifatmu yang tidak tahu malu itu mirip dengan ibumu!" lanjut Nyonya Helsi dengan nada mengejek.
"Tunggu Bibi, apakah Bibi mengenal ibuku? Bibi jangan..." tanya Lily dengan suara yang bergetar.
"Tentu saja aku kenal! Ibumu seorang wanita penggoda, bahkan Eko Barata suamiku pernah di godanya, dan akhirnya Eko sangat terobsesi dengannya! Mana mungkin aku tidak mengenalnya."
"Bibi Helsi! Jaga mulutmu, Bibi boleh menghinaku tapi Bibi tidak berhak menghina ibuku," ucap Lily dengan sangat geram, suaranya penuh dengan kemarahan yang membara.
Helsi tertawa dengan sangat keras, tawanya terdengar penuh dengan kebencian dan cemoohan. Dia mengatakan bahwa jika Lily tidak percaya, dia boleh menanyakan hal tersebut kepada Eko Barata sendiri, dia akan menemukan jawabannya. Helsi meminta Lily menyuruh suaminya klarifikasi di depan semua keluarga bahwa apa yang dikatakan dan yang membuatnya curiga selama ini adalah tidak benar adanya.
"Mungkin saja setelah kau tahu kebenarannya, kau tidak memanggil suamiku dengan Paman lagi, tapi Papa seperti anak-anakku lainnya memanggil ayahnya," ucap Helsi sengit dan meninggalkan tempat tersebut.
Lily sangat geram hingga rasanya dia ingin meruntuhkan rumah milik Barata saat itu juga, dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya, tapi dia juga tidak akan membiarkan tuduhan itu berlaku kepada ibunya.
"Agam, apakah semua yang dikatakan ibumu itu benar?" tanya Lily, matanya berkaca-kaca menahan amarah dan kesedihan.
Agam kemudian mendekati Lily dan memegang pundaknya. Dia menjelaskan bahwa ibunya berbohong, hal itu tidak mungkin, Agam yakin bahwa Ibu Lily adalah wanita baik-baik. Agam meminta Lily untuk tidak mendengarkan omong kosong ibunya, dia menjelaskan bahwa saat marah ibunya memang terkadang sedikit berlebihan.
"Lupakan saja, jangan diambil hati," jelas Agam, suaranya lembut berusaha menenangkan Lily.
"Tidak Agam, aku tidak ingin ibumu mengatakan hal yang aneh seenaknya tentang aku apalagi ibuku," jelas Lily, suaranya penuh determinasi.
Dia kemudian bersidekap dan tersenyum devil, dia memiliki satu ide di kepalanya untuk membuktikan semua tuduhan Helsi itu bohong.
"Tes DNA," ucap Lily dan Agam bersamaan.