Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Bermuka Dua.
Tok .... Tok.
Baru saja memikirkan sang ibunda, terdengar suara ketukan pintu dari kamarnya. Gadis sang pemilik bulu mata letik bediri berjalan ke arah pintu kamar.
Aira membuka pintu, ia melihat sosok wanita bernama Dwinda berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah jutek.
"Boleh saya masuk."
Gadis berambut panjang dengan ikal ujungnya, mempersilahkan sang pemilik body seperti gitar sepayol itu masuk.
Dwinda berdiri menatap tajam ke arah Aira, ia melipatkan kedua tangan." saya ingin bertanya pada kamu."
Dengan kesopanan yang diajarkan Siti, Aira menjawab dengan kedua mata menunduk." silahkan?"
"Nama kamu siapa, saya lupa?!"
Dwinda terlihat tak suka dengan Aira, ia menatap sinis dan sedikit jijik melihat penampilan Aira yang norak.
"Nama saya Aira!" Hati Aira masih sabar menghadapi wanita bermuka jutek di depannya.
Walau pun Aira gadis pemalu, ia tetap saja punya rasa kesal dan bisa berubah menjadi gadis bar-bar yang bisa melawan Dwinda jika wanita itu berbuat macam-macam.
Menghelap napas, Dwinda mendekat dan membisikan sebuah ucapan pada Aira." Setelah menikah dengan Edric, saya pastikan hidup kamu tak akan bahagia."
Bukan membuat Aira takut, gadis itu malah tersenyum sinis. Semenjak kematian ibunda di depan matanya, sifat lemahnya seakan berubah.
"Kenapa kamu diam? Apa kamu takut?" Dwinda tertawa dengan perkataanya sendiri." Aira. Gadis manis dari desa, kamu jangan terlalu berharap jika akan menjadi tuan putri di istanah CEO ini. Karena yang pantas menjadi tuan putri itu adalah saya."
Aira mengerutkan dahi, setelah mendengar perkataannya. Bukanya dia adalah istri CEO Ellad, Kenapa dia berkata seolah-olah berharap jadi tuan putri? Pikiran negatip Aira terlintas begitu saja. Ia berusaha menepis pikiran jelek dalam otaknya.
"Maaf, saya tidak ada waktu meladeni anda saat ini. Sebaiknya anda keluar dari kamar saya sekarang." Perkataan Aira, membuat Dwinda tentu saja kesal.
"Berani kamu mengusir saya. Heh gadis ingusan baru juga datang sudah songong kamu." Wajah Dwinda memerah, memperlihatkan sebuah amarah. Wanita yang menjadi istri Ellad itu menggepalkan kedua tangan, tak terima dengan perlakuan Aira.
Aira mempelihatkan wajah datar tanpa ekpresi dihadapan Dwinda.
"Saya tidak songong. Hanya saja saya menghargai yang lebih tua,"
Wanita bermata coklat dengan wajah tirusnya memegang kedua pipi, setelah Aira berkata tua.
"Heh, walau pun umur saya berbeda dengan kamu.
Untuk setandar kecantikan tentulah saya yang menang."
Aira gadis desa yang hanya berpendidikan sampai lulusan sd, selalu mengedepankan etika dan kesopanan. Ia tak peduli dengan namanya kecantikan, karena percuma cantik jika etika dan kesopanan tak dipakai.
"Di sini bukan ajang kecantikan. Jadi maaf saya cape jika harus meladeni ucapan anda. Karena dua hari lagi acara pernikahan saya dengan Tuan Edric diselenggarakan. Sebaiknya anda pergi, jangan buat kekesalan sampai saya membuat harga diri anda jatuh. Sebagai seorang istri CEO."
Dwinda Jullisa wanita berpendidikan sarjana di luar negri dan mempunyai gelar sebagai dokter, kalah bicara dengan gadis desa yang hanya lulusan sd. Dari mana Aira berlajar berbicara dengan baik dan sopan?
Rasa kesal kini terus memburu hati Dwinda, membuat ia mulai melayangkan kata hinaan di hadapan Aira.
Hanya saja hinaan itu terhenti, sosok lelaki berperawakan kekar dengan tubuhnya yang tinggi datang mengetuk pintu kamar Aira.
Terdengar suara lembut lelaki berambut putih memanggil Aira." Aira."
Mendengar suara sang suami tentu saja membuat Dwinda berubah, wajah juteknya kini menjadi ramah.
Dwinda mendekat merangkul kedua bahu Aira. Memperlihatkan keakraban antara menantu dan mertua. Aira membuka pintu, melihat sosok lelaki bertubuh tegap memperlihatkan wajah juteknya." Sayang, loh kamu ada di sini?"
"Papih, biasalah. Moms lagi mengeksekusi gadis kampung ini, takutnya dia itu jahat sama Edric. Momskan harus selektip memilih calon menantu. Dan moms harus beri arahan sama gadi ini. Agar bisa mengurus Edric dengan baik."
Pujian kini terlontar dari mulut Ellad," moms memang istri luar biasa, tak sia-sia papih pilih istri seperti moms. Udah cantik, pintar dan juga baik."
Dwinda tersenyum dengan apa yang dikatakan Ellad." Papih, bisa aja kalau puji moms, sampai berlebihan begitu." Dwinda sedikit membenarkan rambut panjangnya. Membuat rambut Dwinda tergibas pada wajah Aira.
Demi drama agar terlihat baik di depan suami, Dwinda menasehati Aira." Sayang. Jika kamu ingin Edric dekat dengan kamu, usahakan buat dia nyaman dulu."
Aira hanya menampikan senyuman kecil di depan Dwinda dengan bergumam dalam hati," dasar wanita bermuka dua, awas saja. Dia belum tahu gadis desa seperti apa aku ini."
"Padahal tadi saja kelihatan enggak bakal akur. sekarang sudah kaya perangko melekat."
Dwinda tersenyum melepaskan tangannya dari kulit Aira, ada rasa jijik saat menyentuh kulit wanita kampung itu. Dwinda yang memang selalu perawatan mengibas ngibas tanganya, agar tidak ada kuman yang menempel.
"Sayang, kamu mau ngapain datang ke kamar Aira?"
Lelaki berambut berwarna putih itu menggaruk belakang kepalanya yang tak terasa gatal, ia tersenyum kecil." Papih. Cuman mau mastiin dia ada di dalam kamarnya."
Dwinda tak memperlihatkan kecurigaan pada sang suami, ia kini menarik tangan lelaki berbadan tegap itu.
Sedangkan Aira, menggerutu kesal. Tanpa sadar sosok lelaki yang akan menikahinya berada di hadapanya saat ini.
"Kamu kenapa?"
Edric Jeffod, menatap wajah Aira. Membuat gadis berumur delapan belas tahun itu menjadi gugup, ia tak tahan dengan pesoan sang CEO, walau Edric lumpuh. Tapi ketampananya begitu memukau.
Menunduk pandangan, Edric semakin mendekat ke arah gadis yang sebentar lagi menjadi istrinya, tangan Edric yang di anggap Aira kurus, ternyata berisi dan terlihat urat tangan membuat kekaran seorang lelaki semakin terlihat.
"Apa dia selalu berlatih, hingga dari dekat badanya begitu kekar." Gumam hati Aira.
Tangan Edric sampai di dagu Aira, dengan sengaja Edric membuat wajah Aira agar tak menunduk seperti malu jika berhadapan dengannya.
"Sebentar lagi kita akan menikah, apa bisa kebiasaan kamu yang selalu menundukkan wajah di ubah. Bagaimana aku bisa melihat kecantikan alami yang tersembunyi ini, jika sang pemilik wajah terus menunduk seakan enggan bertatapan."
Dang, dig, dug.
Itulah yang dirasakan jantung Aira saat ini, antara takut dan tak karuan. Ada rasa senang semua tercampur aduk menjadi satu, seperti sop buah.
"Maaf tuan. Saya belum terbiasa."
"Tadi kamu bilang apa?"
"Tu-a-n!"
"Mm, jangan panggil aku tuan. Panggil saja Edric atau jika nanti sudah menikah panggil saja sayang. Sepertinya cocok."
"Saya akan usahakan."
"Bagus."
Edric mulai pergi dengan kursi rodanya, setelah memegang dagu Aira. Dan mengatakan perkataan sedikit terdengar mesra.
Sejauh ini Edric terlihat baik, tapi setelah menikah apa dia berubah?
crrita carlos ma welly terus