“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelas
“Malam ini aku temani kamu,” ucap Raka.
“Aku gak apa-apa, Ka. Pulanglah, kasihan Juna.”
“Juna banyak yang menemani di rumah, aku pamit sama dia ada kerjaan dan pulag besok. Kamu tenang saja.”
Arini mencebikkan bibirnya. Menolak pun pastinya tidak bisa, karena Raka memang keras kepala seperti itu dari dulu. Raka mengambilkan minuman dan cemilan untuk Arini.
“Minum dulu biar tenang.”
“Terima kasih, Ka.”
Arini duduk di sofa dengan tatapan yang kosong. Raka tahu betapa sakitnya hati Arini saat ini. Suaminya lebih membela dan memilih selingkuhannya. Persis seperti Asti dulu, selalu membela laki-laki yang sudah merusak rumah tangganya. Sejenak Raka mengingat hal yang menyakitkan itu lagi. Tulus cinta Raka pada Asti ternyata Asti membalasnya dengan pengkhianatan yang begitu menyakitkan, sampai ada malaikat kecil tak berdosa lahir dari rahim Asti, yang mana itu bukan darah daging Raka.
“Aku mau cerai saja, Ka. Aku gak peduli dengan karierku, aku siap membayar pinalti dari perusahaan yang sedang kerja sama dengan aku. Aku tidak bisa begini, Ka. Bisa mati berdiri kalau aku begini. Aku mencintai Heru, sangat mencintainya, tapi dia begitu. Dia bukan Heru yang dulu, aku sudah tak mengenal dia lagi, Ka.”
Arini berkata dengan tatapan kosong, merasakan getirnya hidup, dan sakitnya hati yang harus ia emban sekarang.
“Aku memang memintamu untuk pisah dari Heru, tapi kalau ayahmu dengar bagaimana?” ucap Raka.
“Itu yang memberatkan aku, tapi kalau aku tetap bertahan, apa aku gak semakin gila, Ka?” jelas Arini.
“Jelaskan sama Ayahmu pelan-pelan. Aku akan membantu sebisaku, masalah pinalti serahkan padaku. Aku tahu perusahaan yang sedang kerja sama dengan kamu, Rin. Kamu tidak usah khawatir, kamu pikirkan saja Ayahmu.”
Arini kembali menangis, mengingat semua yang telah ia lalui bersama Heru. Namun, ia sadar bahwa sekarang ia harus melupakan semuanya. Meski cintanya masih sangat besar untuk Heru.
Ponsel Arini berdering, ia meraih ponselnya, melihat siapa yang menelefonnya. Melihat siapa nama penelepon di ponselnya, mata Arini membelalak.
“Ka, nomor rumah kamu kok telefon aku?” tanya Arini.
“Angkat saja, Rin.”
Arini menjawab telefon tersebut, “Hallo ....”
“Tante ....” Suara anak kecil memanggil dirinya, Arini tahu kalau itu pastu Juna.
“Juna? Ada apa, Sayang?”
“Daddy gak pulang malam ini, aku gak bisa tidur.”
“Memang Daddy ke mana?”
“Pamitnya ada pekerjaan. Temani aku bisa, Tante? Sebentar saja sampai aku tidur. Aku ngomong sama Om Heru deh, biar Om Heru ngebolehin?” ucap Juna.
“Juna tunggu di rumah, ya? Tante ke sana.”
Arini memutus telefon Juna. Ia langsung melirik tajam ke arah Raka sambil menggelengkan kepalanya.
“Ayo pulang! Kasihan Juna. Atau kamu mau lanjutin kerjaan kamu, aku akan temani Juna!”
“Lha itu kan alasanku saja sama Juna, biar aku bisa menemani kamu?”
“Modus ya kamu?”
“Ya kan demi biar sama kamu!”
“Gak lucu, Ka!”
Arini langsung merapikan dirinya, lalu mengambil tasnya dan pergi ke rumah Raka. Ia membiarkan Raka di rumahnya, Raka mengendikkan bahunya, tujuannya ingin menemani Arini, berduaan dengan Arini, malah Juna mengganggu, meminta Arini menemaninya.
“Juna ... Juna ... Daddy kan ingin sama Tante Arin, kamu malah gangguin!” gerutu Raka.
Raka melihat Arini akan pergi dengan mobilnya, dengan cepat Raka mencegahnya. “Ikut mobil aku!”
“Lho kamu kan ada kerjaan, dan akan pulang besok?”
“Gak jadi!”
Arini menggelengkan kepalanya. Ia heran dengan sahabatnya itu. Bisa-bisanya dia beralasan pada Juna ada pekerjaan di luar, dan tidak akan pulang malam ini.
Arini menemani Juna di rumah Raka. Raka menurunkan Arini dulu, menyuruh Arini masuk lebih dulu supaya menemui Juna. Arini langsung menuju kamar Juna. Ia membuka pintu kamarnya, terlihat Juna sedang serius menggambar, sampai tidak sadar dan tidak dengar Arini membuka pintu kamarnya.
“Kamu belum tidur, Sayang?”
“Tante ....” Juna berlari memeluk Arini. “Aku gak bisa tidur, Tante. Biasanya bisa tidur meski Daddy keluar rumah, dan gak pulang. Tapi malam ini aku gak bisa tidur.”
“Ya sudah Tante temani, ya? Ini sudah malam lho, sudah waktunya kamu tidur. Besok kamu kan harus sekolah, menggambarnya besok lagi, ya?”
“Iya, Tante. Sini aku beresin dulu, tadi gambar karena aku gak bisa-bisa tidur, jadi gambar dulu, biar ngantuk.”
“Ya sudah beresin, lalu bersih-bersih, habis itu tidur.”
Juna selesai bersih-bersih. Dia langsung naik ke atas tempat tidur. Arini pun turut menemani Juna, membacakan dongeng untuk Juna. Raka masuk ke kamar Juna saat Arini sedang membacakan dongeng.
“Daddy? Kok Daddy pulang? Katanya gak pulang malam ini? Aku sudah minta Tante Arin ke sini buat menemani aku, Dad. Daddy gak usah pulang gak apa-apa kok, aku sudah ada Tante?” ucap Juna.
Raka garuk-garuk kepala, tidak mungkin dia bilang tadi sebetulnya ingin menemani Arini di rumahnya. Arini yang melihatnya menahan tawa. Bisa-bisanya Raka kebingungan cari jawabannya.
“Mungkin Daddy sudah selesai urusan pekerjaannya? Makanya Daddy pulang,” ucap Arini.
“Ah iya, benar kata Tante Arini.”
“Yah ... udah ada Daddy pasti tante pulang dong?”
“Tante akan pulang kalau kamu sudah tidur. Ayo tidur sudah malam.”
Juna mengangguk, dia kembali memeluk Arini yang ada di sebelahnya sambil membacakan dongeng untuknya. Raka mengganti bajunya, setelah itu dia kembali masuk ke dalam kamar Juna. Raka melihat Juna sudah tertidur pulas dengan memeluk Arini. Arini menguap, ia pun merasa kantuk mulai menyerang matanya.
“Tidur di sini saja, Rin. Besok pagi aku antar kamu pulang.”
“Aku pulang saja deh, Ka?” Arini mencoba melepaskan pelukan Juna, akan tetapi tidak bisa. Juna memeluknya begitu erat. Mau dilepaskan malah tambah mengeratkan pelukannya.
“Ehhmmm tante di sini saja.” Juna mengigau dengan mengeratkan pelukannya pada Arini.
“Sudah tidur sini saja, Rin,” ucap Raka. Lalu dia merebahkan tubuhnya di sisi Juna. Untung saja tempat tidur Juna bukan single bed. Cukup luas untuk tidur bertiga.
“Kamu kenapa tidur di sini, Ka?”
“Memang kenapa? Kan tidur bertiga, gak berdua? Atau kamu mau berdua saja? Ayo ke kamarku?” ucap Raka dengan senyum menggoda.
“Gak usah macam-macam, Ka!”
“Harus bilang berapa kali sih, Rin? Kalau aku maunya satu macam saja?” ucap Raka.
“Sudah ah, aku ngantuk!”
Arini memejamkan matanya. Raka masih memerhatikan wajah Arini yang tidur dengan memeluk Juna, dan menghadap ke arahnya.
“Daddy akan wujudkan keinginan kamu yang ingin Mommy seperti Tante Arin, Nak. Apa pun Daddy akan lakukan, karena Daddy mencintai Tante Arin,” ucap Raka dalam hati.
Ada rasa sesal pada diri Raka, kenapa dulu dia sampai menolak Arini yang jelas lebih tulus mencintainya, meskipun harus merasakan lara hati yang dalam, saat Raka menjalin hubungan dengan Asti yang tak lain sahabat Arini dulu.
Raka memejamkan matanya. Ia memeluk Juna, dan tangannya mengusap lembut tangan Arini. Mereka tertidur bersama, bak keluarga yang harmonis dan bahagia.
katax pemegang sabuk hitam taekwondo
lawan laki durjana saja ko tak kuat🤧🤧cepeee deh🙄🙄
...