Rea memilih berdamai dengan keadaan setelah pacar dan sahabatnya kedapatan tidur bersama. Rasa cinta yang sejatinya masih bertuan pada Devan membuat Rea akhirnya memaafkan dan menerima lamaran pria itu.
Sepuluh tahun telah berlalu mereka hidup bahagia dikarunia seorang putri yang cantik jelita, ibarat tengah berlayar perahu mereka tiba-tiba diterjang badai besar. Rea tidak pernah menduga seseorang di masa lalu datang kembali memporak-porandakan cintanya bersama Devan.
Rea berjuang sendirian untuk membongkar perselingkuhan Devan, termasuk orang-orang di belakang Devan yang membantunya menyembunyikan semua kebusukan itu.
IG. ikeaariska
Fb. Ike Ariska
Tiktok. ikeariskaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ike Ariska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curiga
“Mbak,” sapa Naumi sambil matanya menatap dalam pada Rea.
“Hm, yaa?” sahut Rea, bahkan tatapannya juga jauh lebih dalam.
Naumi tidak langsung mengutarakan isi hatinya wanita serupa Prilly Latuconsina itu tampak sejenak menghela napas panjang.
Melihat itu berhasil membuat Rea bertanya-tanya dalam hati hal apa sebenarnya yang ingin disampaikan Naumi padanya? Kenapa sepertinya berat sekali? Apa jangan-jangan ini ada sangkut pautnya dengan Devan? Apa sebenarnya orang-orang di rumah ini sudah tahu kalau Devan main gila sama wanita lain di luar? Apa sebenarnya Naumi ingin menyampaikan sesuatu tentang itu? Ya Tuhan, Devan!
Dada Rea bergetar. Ia mencoba untuk kuatkan hati mendengarkan apa pun nanti yang akan disampaikan Naumi.
“Mbak, sebenarnya ini tentang mama,” ucap Naumi sambil memelintir jari jemarinya.
Deg!
Rea bernapas lega setelah tadi rongga dadanya terasa sesak seperti kekurangan oksigen dan ternyata dugaannya salah.
“Mama?” ke dua alis Rea yang runcing saling bertautan.
“Bicaralah, Mbak mendengarkan!”
“Mbak tahu, ‘kan kondisi mama sekarang?”
Rea mengangguk ringan sambil matanya tidak pernah lepas sedetik pun memandangi Naumi yang sedang memaparkan isi hati kepadanya.
“Kesehatan mama benar-benar menurun, sementara aku lihatlah juga begini sering pusing, mual, dan muntah.”
Rea kembali mengangguk kini ia paham ke mana arah pembicaraan Naumi.
“Jika Mbak tidak keberatan aku ingin minta tolong buat gantian menjaga dan merawat mama. Untuk beberapa saat tinggallah di rumah ini, meskipun ada Mbak Anna tapi sungkan rasanya minta bantuan darinya,” sambung Naumi bicara dengan nada rendah.
Untuk beberapa detik Rea memejamkan matanya. Memikirkan bagaimana mungkin ia tinggal seatap dengan Anna setelah apa yang terjadi antara Devan dan wanita itu dulu? Dan bagaimana mungkin pula ia bisa menolak permintaan dari adik iparnya itu, sementara Rea tahu betul keadaannya seperti apa?
“Hm, baiklah. Mbak coba bicarakan sama mas Devan dulu, yaa. Nanti Mbak kabari lagi,” timpal Rea.
Ia mengambangkan senyum terbaik di sudut bibirnya.
“Makasih, yaa, Mbak.”
Naumi menggenggam erat tangan Rea.
Pun dengan Rea balas menggenggam tangan Naumi, tatapnya tengah berupaya menenangkan kegelisahan yang sedang dirasakan wanita itu.
“Kamu jaga kesehatan, yaa! Jangan lupa minum vitamin dan asam folat itu baik untuk janinmu!” ucap Rea sambil mengusap perut Naumi yang rata.
“Iya, Mbak!” angguk Naumi.
“Oh, iya, Mbak. Ada rekomendasi Dokter kandungan terbaik tidak?” tanya Naumi.
“Dokter Cristy di rumah sakit PERSADA KASIH dia adalah salah satu Dokter kandungan terbaik di kota ini. Datanglah, besok jadwal dia yang jaga!" terang Rea.
“Baik, Mbak,” pungkas Naumi.
“Kalau begitu Mbak permisi dulu, mau ke kamar mama sebentar,” ucap Rea. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menyambar tas tangannya.
“Hm, apa Mbak nanti langsung ke rumah sakit?” tanya Naumi.
“Iya, Sayang,” angguk Rea mengulas lengkung bulan sabit di bibirnya.
“Mbak pergi dulu,” ucap Rea sebelum berlalu.
Rea melempar pandang pada Bima yang lekat memperhatikan dirinya. Pria dewasa yang tampan rupawan itu diperkirakan usianya juga sangat muda pantas saja Naumi tergila-gila padanya lihat saja sepasang alis dan mata yang ia punya tidak ubah seperti serigala yang sedang memindai buruannya tajam dan terlihat sangat menakutkan. Belum lagi senyum yang ia layangkan terkesan dingin dan mematikan.
“Mbak permisi!” ucap Rea saat melewati pria bernama Bima.
Rea enggan berlama-lama beradu pandang dengannya memilih cepat-cepat berlalu dari sana.
Hanya anggukan ringan dari Bima pertanda ia mendengarkan apa yang Rea katakan.
*****
Rea sibuk berkutat dengan pekerjaan satu per satu pasien sudah ia layani dengan baik. Anggukan darinya pertanda perintah untuk Irina supaya segera memanggil pasien berikutnya.
“Nyonya Zyfana!”
“Nyonya Zyfana!”
Kali ini Irina sedikit berteriak setelah panggilan pertamanya tidak mendengar jawaban. Tiba-tiba dilihatnya seorang wanita muda berlarian dari arah koridor sambil melambai kepadanya. Irina mengangguk mengerti jika pasien yang dipanggilnya adalah wanita yang tengah berlari mendekat ke arahnya.
“Silakan!” ucap Irina saat wanita muda itu melewati pintu.
Wanita itu pun menarik kursi dan segera cepat duduk berhadapan langsung dengan Rea yang tampak sibuk dengan monitor di hadapannya.
Tidak lama setelah itu Rea pun mengalihkan pandang dan tidak lupa melayangkan senyum terbaiknya pada pasien yang duduk di depannya sebelum akhirnya memulai pemeriksaan.
“Bu, Rea?!” sapa Zyfana saat ia dan Rea saling beradu pandang.
Sesaat Rea terpana dan akhirnya dapat mengingat kalau wanita yang saat ini duduk di hadapannya adalah Zyfana, salah satu karyawan di kantor Devan yang sempat dikenalkan padanya beberapa waktu lalu.
“Zyfana?” Rea memajukan wajahnya beberapa senti ke depan, lalu kembali tersenyum pada wanita itu.
“Jadi, Bu Rea ternyata Dokter?” tanya wanita yang serupa dengan Fuji An di dunia nyata. Seolah tidak percaya kalau ternyata selama ini Rea berprofesi sebagai seorang dokter.
Rea mengangguk ringan.
“Apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya Rea.
Pertanyaan umum yang dilayangkan ketika memulai diagnosa.
“Batuk pilek. Terus kerongkongan sakit kalau menelan. Sebenarnya sudah beberapa hari yang lalu, tapi karena tadi malam begadang kok terasa semakin menjadi-jadi,” timpal Zyfana menjelaskan.
“Devan bilang seminggu terakhir memang lagi banyak projek yang dikerjakan, kamu pasti kecapekan karena sering lembur dan begadang, ‘kan?” ucap Rea sambil menebak alasan yang telah membuat mereka bertemu di rumah sakit.
Rea memulai pemeriksaan terhadap Zyfana. Tiba-tiba pergerakannya terhenti ketika dilihatnya Zyfana memperhatikan dirinya lekat ditambah Rea tersadar kalau pertanyaannya tadi tidak dijawab.
Dari mimik kaku di wajah wanita itu Rea menyadari ada yang salah.
Rea mulai berpikir keras.
Apa jangan-jangan....
“Apa ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan? Sesuatu yang tidak aku ketahui misalnya?” tanya Rea memelankan suaranya.
Zyfana membuang pandang ke arah yang berbeda ia terlihat gugup dan enggan berlama-lama saling pandang dengan Rea. Hal itu membuat Rea semakin yakin ada sesuatu yang mungkin disembunyikan wanita itu darinya.
Tiba-tiba Rea tersentak saat dilihatnya rambut Zyfana yang berwarna pirang dan ucapan Devan malam itu yang mengatakan saat ia sampai di kantor pukul sembilan malam Zyfana masih di sana. Rea yang tidak percaya diminta untuk bertanya pada Zyfana apakah benar Devan ke kantor malam itu.
Apakah wanita berambut pirang itu sebenarnya Zyfana?
Rea bergulat dengan pikirannya.
“Tidak,” jawab Zyfana dingin.
Tiba-tiba wanita itu berubah sangat datar dari ia yang semulanya hangat dalam sedetik menjadi seseorang yang sangat dingin dan begitu asing.
Rea tahu ada yang salah dari wanita itu. Entah mengapa hatinya merasa yakin jika rambut yang menempel di kaus Devan malam itu adalah benar rambut Zyfana. Apa mungkin wanita itu mengingat sesuatu yang telah terjadi antara dirinya dan Devan? Sehingga sikapnya berubah setelah Rea mengatakan akhir-akhir ini Devan sering lembur hingga larut malam. Apa mungkin Zyfana takut perselingkuhan antara dirinya dan Devan terbongkar?
Terakhir, saat Rea menyerahkan secarik kertas berisikan resep obat pun sikap Zyfana masih sama dinginnya tidak seperti saat pertama kali ia masuk tadi. Membuat Rea semakin curiga apa sebenarnya yang disembunyikan wanita itu darinya? Entahlah!
emang. sahabat adalah maut...
mudah2an aja meningkat. trus nggak jadi nikah sama Sam...
Sam kalau tau masa lalu ana pasti mikir dua kali lah .. tu si ana aja masih ingat waktu devan menghujam dirinya... munafik bngt