"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03. Bab tiga
“Gak mau!!”
Sadewa dan Miranda terkejut ketika Anisha berteriak. Padahal tadi suaranya begitu lemah, tapi dia masih bisa berteriak.
“Anisha, ada apa, Nak?”
“Aku gak mau Papa menikah dengan dia!” Anisha melihat Miranda.
“A-apa? Kenapa, Nisha? Kamu kan bilang mau punya ‘Mama’. Tante juga bisa jadi ‘Mama’ yang terbaik untuk kamu.”
“Pokoknya aku gak mau! Gak mau! Gak mau! Uhuk… uhuk…”
“Iya, iya, Nak. Jangan menjerit dulu. Papa tidak menikah dengan tante Miranda. Kamu jangan marah lagi ya.” Sadewa panik kalau sakit anaknya kumat lagi, Miranda panik karena kebencian dari Anisha.
‘Anak ini. Kenapa dia harus bicara seperti itu dan membuat Sadewa jadi tidak memikirkan tawaranku? Aku benar-benar membenci anak ini. Harusnya, dia lebih baik mati, kan?’
“Papa, uhuk… uhuk… aku… aku mau Mama. Mama yang waktu itu datang. Dia… dia memanggilku anaknya. Anisha… Anisha mau bertemu dengannya.”
“Iya Nak. Sebentar lagi Mama kamu akan datang. Tenang ya.” Sadewa mengusap kepala puterinya dan mengelap keringat diwajahnya.
‘Mama? Mama mana yang anak sial ini maksud? Apa Sadewa pernah bertemu dengan perempuan yang melahirkan anak penyakitan ini? Kapan?’
Perlahan-lahan, Anisha berhasil lebih tenang dan bernapas dengan normal. Tapi, dia melirik Miranda dengan tajam, “Papa, aku gak mau melihatnya.” Pintanya dengan suara pelan dan lemah.
Betapa terkejutnya Miranda, yang secara terang-terangan di usir dari sana. Sadewa pun, melihat Miranda, “Miranda, bisakah kau keluar dulu dari sini?”
“Sadewa, aku datang karena aku khawatir pada-
“Aku mohon, Miranda.”
Rahang Miranda mengeras, tangannya dikepal, dia mencoba menahan amarahnya, “Baiklah.” Bibirnya berusaha untuk tersenyum, “Aku akan pergi. Sayang, Anisha..” Miranda mendekati Anisha, tapi anak itu mengalihkan wajahnya, tidak mau bertatapan dengan Miranda, “Tante pulang dulu ya. Tante harap, kamu cepat sehat, supaya kita bisa bermain bersama. Tante akan beli apapun yang Anisha mau, ya?”
Tetap saja Anisha tidak memberi jawaban atau menengoknya sedikit pun.
‘Awas saja. Kalau aku sudah menikah dengan Sadewa, akan aku buang kau jauh-jauh!’
“Aku akan pergi, Sadewa. Kalau ada apa-apa, tolong kabari aku ya?” dia menepuk pelan bahu Sadewa sebelum dia pergi. Ketika dia menutup pintu, tatapan tajamnya masih melihat kearah gadis kecil yang kembali sumringah ketika hanya ada papanya di sana.
*
“Tuan?” Dewi, pengasuh Anisha baru datang karena Sadewa yang menyuruhnya.
“Shht.” Sadewa langsung menyuruhnya untuk tidak berisik, dan dia ingin keluar karena ingin berbicara dengan seseorang di telepon.
“Tolong jaga dia, kalau Nisha bangun dan mencariku, katakan kalau aku keluar sebentar.” Ucapnya berbisik.
“Iya, Tuan.”
Karena sepanjang malam Sadewa berada di rumah sakit untuk menjaga puterinya, dan sekarang dia harus pulang untuk mengganti pakaian dan mengecek pekerjaannya.
“Kalian belum juga menemukan wanita itu?”
“Apa CCTV sudah diganti semua?”
“Baiklah. Kalau kalian melihat wanita itu, cepat hubungi aku dan tahan dia.”
Sadewa berjalan terburu-buru keluar dari area rumah sakit dan menuju parkirannya.
“Hah.. kenapa seperti ini lagi?” dia menundukan kepalanya didepan kemudi setir. Rasanya sangat lelah dan capek. Memang Anisha sering keluar dan masuk rumah sakit, seharusnya masih baik-baik saja, tapi…. Keadaan puterinya sekarang turun drastis.
Alisha merayakan ulangtahun Mira yang ke lima tahun. Ada beberapa anak-anak yang diundang untuk merayakan bersama.
Memotong kue, tapi Mira malah memberikan potongan kue pertamanya pada Alisha, “Hm? Ini buat Tante?”
“Iya, Tante. Ini buat Tante Alisha yang cantik.”
“Ya ampun, makasih Sayang.” Alisha memeluk Mira yang memakai pakaian gaun pink dan mahkota kecil yang sudah disiapkan ayah dan ibunya.
Orangtua Mira tidak cemburu, tidak marah karena potongan kue itu. Karena, dari dulu, Alisha sudah sangat dekat dengan Mira. Dulu, sejak ketika Mira berusia beberapa bulan, hampir satu tahun, dia kesulitan untuk mengeluarkan ASI nya. Tapi, saat itu, Alisha bisa mengeluarkan ASI dan memberikannya pada Mira. Hanya satu tahun menjadi ibu susu untuk keponakannya. Dulu, Alisha pernah mengandung dan melahirkan bayinya, tapi tidak lama kemudian, beberapa menit sejak bayi itu lahir, tiba-tiba dikabarkan meninggal. Dan saat itu, tubuhnya memang sangat lemah hingga harus di rawat lebih dari dua bulan di rumah sakit untuk pemulihan.
“Nah, ini adalah hadiah untuk keponakan kecil dan imutku ini.”
“Yey… akhirnya aku bisa membuka hadiah dari Tante Alisha.” Semalaman Mira harus bertahan dengan sabar agar tangannya tidak membuka pembungkus kado dari Alisha. Dan sekarang, dia sangat senang.
“Anak-anak sangat senang sekali.” Ucap Fabian.
“Iya, untungnya kita menyewa badut untuk acara hiburannya.” Kata isteri Fabian juga, “Ini berkat Alisha loh. Aku gak sempat karena banyak kerjaan, tapi Alisha memikirkannya dengan baik. Makasih ya, Alisha.”
“Aduh, kalau di puji begini, aku bisa jadi malu nih. Lihat, pasti wajahku sekarang jadi merah.”
“Iya loh. Lihat, seperti tomat yang mateng.” Mereka malah bercandain Alisha.
Setelah acara ulangtahun selesai, rumah sedikit lebih sepi karena tidak ada anak-anak, yang sudah pulang.
“Aku akan mengantarkan Mira ke kamarnya dulu.” Fabian menggendong puterinya yang sudah tertidur namun masih memakai mainan mahkotanya.
Alisha dan kakak iparnya, Astrid, mengobrol di ruang tamu. Mereka berdua duduk di sofa dan menikmati camilan juga kue tart ulang tahun puterinya yang belum habis.
“Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Lisha?”
“Mmm, aku akan pergi ke Bandung.”
“Bandung? Kenapa? Apa kau tidak betah tinggal di sini bersama kami?”
“Bukan, bukan begitu Kak. Aku hanya ingin menyibukan diriku sendiri. Di Bandung, aku ingin membuka butik yang sudah lama aku rencanakan. Setiap aku melihat Mira, aku selalu teringat dengan bayiku yang sudah meninggal.”
Astrid memegang tangan adik iparnya, “Alisha, anggaplah Mira sebagai anakmu juga. Kalau bukan karena bantuanmu saat itu, mungkin umur Mira tidak bisa sepanjang ini. Makanya, aku tidak bisa marah jika anak itu sangat manja padamu.”
“Makasih Kakak ipar. Aku sangat menyayangi Mira. Nanti, sekali seminggu aku akan menyempatkan diri datang ke sini.”
“Memangnya, kapan rencanamu pergi?”
“Lusa. Ada juga yang ingin aku siapkan.”
“Apa kau sudah menemukan tempat tinggalnya?”
“Sudah Kak. Ada teman juga di sana. Dia membantuku mencarikan tempat tinggal.”
“Ya, syukurlah kalau kau memiliki rencana yang baik. Jangan ragu mengatakan pada kami, kalau kau butuh bantuan.”
“Iya, Kak. Terima kasih.” Mereka berdua berpelukan. Walau mereka hanya ipar, tapi seperti saudara kandung.
Pagi hari berikutnya, Alisha kembali ke mall karena ingin membeli koper. Dia masih ada koper sebelumnya, tapi tidak suka dengan warnanya dan sedikit ada kerusakan di bagian roda.
“Tuan! Kami menemukannya!”
“Apa? Kenapa kau berteriak?!”
“Tuan. Wanita itu, kami menemukannya. Sekarang, wanita itu ada di sini. Cepat datang ke sini, Tuan!”
“Apa? Waninta yang ada di CCTV itu?”
“Iya Tuan!”