Tarik Ulur Cinta

Akibat insiden itu, Rebecca dipecat secara tidak hormat. Jemima memberikan bukti rekaman suara yang sempat ia rekam, sebelum ia memasuki ruangan kosong itu bersama Rebecca. Ia juga menghubungi Arion dan membiarkan panggilan itu terus hidup agar Arion mengetahui apa yang terjadi.

Karena kejadian itu juga, akhirnya mereka mengetahui bahwa Rebecca merupakan pasien dengan gangguan kontrol impuls atau mempengaruhi perangainya. Mereka mengetahui hal itu karena ibu dari Rebecca langsung dipanggil ke kantor saat Rebecca dan Jemima sedang dimintai keterangan.

Oscar yang ternyata mengenal baik keluarga Rebecca, juga menguatkan informasi yang diberikan oleh Ibu dari Rebecca. Jemima tidak terkejut dengan informasi itu, karena ia bisa membaca gelagat dari Rebecca yang tidak biasa. Dante dan Pertiwi merasa sangat senang dengan berita pemecatan Rebecca, walau mereka juga iba dengan penyakit yang diderita oleh Rebecca itu.

Arion yang mengenal Rebecca sejak hari pertama pelatihan di hotel itu merasa sedikit terkejut dengan kenyataan bahwa Rebecca adalah pasien dengan gangguan kontrol impuls sejak masa mudanya. Ia tidak mengetahui hal apa yang menyebabkan Rebecca bisa mengidap penyakit seperti itu. Ia sangat menyayangkan tindakan Rebecca terhadap Jemima, tetapi ia juga bisa memahami penyebab sikap agresif dari gadis yang sudah lama menjadi rekan kerjanya itu.

“Sayang kamu gapapa ‘kan? Tante khawatir banget waktu dengar kabar dari Arion!” ujar Miranti sambil memeluk Jemima. Arion langsung mengajak Jemima untuk menginap di kediaman mereka, malam setelah kejadian itu.

“Mima, gapapa kok, Tan….” Jemima mencoba menenangkan Miranti yang terlihat sangat khawatir. Jemima juga meminta Miranti untuk tidak memberitahukan kejadian ini kepada kedua orang tuanya, karena ia tidak ingin membuat mereka khawatir.

Miranti meminta Jemima untuk pindah ke kediaman mereka, sebagai antisipasi agar hal yang sama tidak terjadi lagi. Jemima awalnya menolak, tetapi bujukan dari Miranti dan Hannah pun berhasil membuat gadis itu menyerah.

Setelah makan malam, Arion mengajak Jemima untuk duduk bersama dirinya di serambi rumah. Jemima menuruti permintaan Arion, walau di awal tak ada satu pun dari mereka yang berusaha membuka pembicaraan.

“Ehmm, aku engga nyangka Rebecca punya rahasia sebesar itu. Selama ini dia selalu bersikap baik dan terlihat lembut di depan aku!” ujar Arion membuka percakapan mereka.

Jemima memilih menjadi pendengar yang baik. Ia tidak terlalu mengenal Rebecca, dan mungkin dari awal berjumpa ia sudah mempunyai penilaian yang buruk tentang kepribadian gadis itu. Ia tidak berpendapat apa pun tentang Rebecca walaupun Jemima adalah korban. Hanya saja ia bertanya-tanya dalam hati, kisah masa lalu seperti apa yang dialami Rebecca hingga ia sampai mengalami gangguan kejiwaan seperti itu.

“Rion, apa kamu pernah punya perasaan khusus sama dia?”

Pertanyaan Jemima membuat Arion menghela nafas panjang, lalu menggelengkan kepalanya.

“Dia bukan tipeku.”

Jawaban dari Arion membuat Jemima hanya mampu ber-oh ria. Jemima sebenarnya sedikit penasaran dengan kisah cinta yang pernah dialami oleh Arion setelah mereka berpisah. Ia juga ingin tahu tipe wanita yang mampu menaklukkan Arion atau ditaklukkan oleh lelaki itu.

‘Well, engga ada yang salah dengan rasa penasaran karena terlalu lama engga ketemu ‘kan?’ Jemima berusaha melakukan pembenaran terhadap rasa penasarannya dalam hati. Ia berusaha keras menahan bibirnya agar tidak bertanya, ia takut bila Arion kembali berpikir bahwa ia ingin mengintervensi kehidupan asmara lelaki itu seperti dulu.

Jemima memilih bersabar, ia berharap suatu saat nanti Arionlah yang akan menceritakan semua hal yang ingin gadis itu ketahui.

Tiba-tiba ponsel Jemima berdering, yang membuat ia tersadar dari lamunannya.

“Oscar,” gumam Jemima pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Arion. Arion terlihat biasa saja saat Jemima memilih menjauh dari dirinya sembari mengangkat panggilan dari dokter yang praktek di tempat mereka bekerja itu.

“Iya halo, malam dok. Tumben malam-malam nelpon. Ada perlu sesuatukah?” tanya Jemima.

“Engga, aku cuma mau mastiin keadaan kami. Tapi terlalu hectic, jadi aku baru bisa ngubungin kamu sekarang….”

Penjelasan dari Oscar membuat senyum Jemima mengembang. Mereka berbicara beberapa saat, sebelum akhirnya Jemima memilih mengakhiri panggilan itu karena tidak ingin membuat Arion menunggu terlalu lama.

“Maaf tadi Dokter Oscar, dia cuma nanyain kabar aku!” jelas Jemima tanpa ditanya oleh Arion. Jemima juga merasa bingung saat kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya.

“Ehmmm!”

***

Keesokan harinya, setelah pulang kantor, Arion menemani Jemima untuk mengambil semua barang miliknya dan berpamitan dengan pemilik rumah kontrakan yang disewa oleh Jemima.

“Udah semua?” tanya Arion setelah memasukkan koper terakhir milik Jemima. Jemima mengangguk, lalu mereka pun beranjak pulang ke kediaman Arion.

Miranti terlihat sangat senang, saat melihat kedatangan Jemima dan putranya. Ia bahkan membantu Jemima untuk merapikan barang-barangnya yang sudah dimasukkan oleh Arion ke kamar yang akan ditempati oleh Jemima. Jemima sempat menolak kamar yang disediakan oleh Miranti karena berada tepat di sebelah kamar Arion, tetapi Miranti berkeras karena tidak ingin Jemima tidur di kamar yang disediakan untuk tamu.

Sekali lagi, Jemima kalah suara yang memaksa dia untuk menyerah pada keinginan Miranti. Hannah selalu mendukung keputusan sang ibu, yang menyebabkan Jemima tidak pernah menang bila harus berdebat dengan mereka. Sedangkan untuk Arion, lelaki itu memilih menjadi pengamat yang baik.

Jemima sebenarnya enggan bila harus tidur di kamar yang bersebelahan dengan Arion, karena ia masih merasa sedikit canggung bila harus bertemu terlalu sering dengan Arion. Ia juga tidak bisa membayangkan bila ia bangun tidur, orang yang pertama kali ia temui pastilah Arion.

Jemima langsung menggetuk kepalanya karena pikiran-pikiran absurb yang tiba-tiba menari di pikirannya.

‘Engga usah mikir kejauhan, kawan! Apa yang kamu pikirin, belum tentu beneran terjadi.’

Jemima berusaha memperingatkan dirinya sendiri.

***

Setelah sibuk selama seminggu di kantor, akhirnya akhir pekan pun tiba. Hari itu, Miranti berhasil membawa ketiga orang yang disayanginya itu untuk berpiknik ke Hutan Raya Bedugul. Mereka sudah lama tidak berlibur, sehingga Miranti memanfaatkan kehadiran Jemima untuk membujuk kedua anaknya agar mau mengikuti keinginan sang ibu.

“Wah, segar banget!” seru Hannah yang terlihat begitu antusias berpiknik. Miranti pun menyuarakan perasaan yang sama. Ia selalu menyukai berpiknik ke tempat itu. Hutan yang dikelola dengan sedemikian baik membuat seluruh mata pengunjung dimanjakan dengan kehijauan yang asri. Pemandangan yang begitu indah dan udara nan sejuk membuat banyak pengunjung betah berlama-lama di sana.

Arion tidak berkomentar apa pun, tetapi pandangan mata lelaki itu sudah menjawab semuanya. Jemima sendiri sejak tadi disibukkan dengan menangkap pemandangan melalui kameranya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk mengabadikan setiap momen kebersamaan mereka hari itu.

Jemima juga dengan sembunyi-sembunyi mengambil gambar Arion. Seingat Jemima dulu Arion sangat sulit bila diajak berfoto jadi kali ini ia mengabadikan fisik sahabat kecilnya itu secara diam-diam. Miranti dan Hannah yang mengetahui hal itu, memilih berdiam diri sembari berpandangan dan tersenyum penuh arti.

“Kita duduk di sini aja ya, sayang!” ujar Miranti sembari membentang tikar lipat yang sudah mereka persiapkan dari rumah.

“Mima, kalo mau keliling, biar ditemani sama Arion ya, sayang!” lanjut Miranti yang membuat Arion menghela nafas pelan.

Jemima tidak mau melewatkan kesempatan itu, karena Hannah bukan orang yang tepat untuk diajak berkeliling karena sejak mereka duduk, Hannah sudah tenggelam ke dalam novel yang sedang dibacanya.

“Makasih ya udah mau nemenin aku keliling. Ehmm, kalian sering ke sini, Ri….”

Eh.

****