Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit
Aku terbangun saat merasakan Mas Saga tidak ada di sampingku, ku lihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku menatap seisi kamar tapi tak ku lihat Mas Saga, saat mendengar kerang air berbunyi di kamar mandi aku menebak bahwa Mas Saga ada disana.
Terbangun begini membuat aku tidak mengantuk, ku putuskan untuk bermain ponsel sambil menunggu Mas Saga selesai dengan urusannya. Tapi, sudah hampir 8 menit menunggu, Mas Saga belum juga keluar.
"Mas! Lagi ngapain didalam, kok lama banget?" tanyaku sedikit berteriak.
"Bentar sayang, lagi cuci muka," sahutnya yang tak lama dia membuka pintu kamar mandi. Aku mengerutkan kening saat melihat pakaian Mas Saga sudah berganti yang tadinya kaos pendek menjadi baju berlengan panjang.
"Abis ganti baju?"
"Iya, sayang. Makanya lama di dalam," katanya kembali tidur di sampingku tak ketinggalan pastinya dia memelukku. "Tidur lagi."
"Aku udah ga ngantuk. Mas kenapa kok keringatan?"
"Kan abis cuci muka jadi kaya keringatan."
"Tapi, lehernya keringatan ini, badan Mas juga dingin. Mas kenapa?" tanya ku panik saat merasakan tubuh dan keringat Mas Saga itu dingin.
"Kedinginan doang sayang," jawabnya. Aku menatap wajahnya, mencari kebohongan disana lalu mengambil remot AC dan menaikkan suhunya agar suhu ruangan menjadi hangat.
"Peluk aku biar ga makin ke dinginan," kata ku semakin mengeratkan lilitan tanganku pada Mas Saga yang di balas juga demikian.
"Ngantuk sayang, jangan tinggalin aku ya," gumamnya dengan mata sayu menahan ngantuk.
"Tidur lagi Mas, aku disini. Ga kemana-mana," sahutku mengelus rambutnya yang sedikit lembap. "Kok kaya keringatan gini rambutnya bukan kaya kena air."
Mas Saga tak menyahuti perkataan ku, aku pun memilih diam sambil terus mengelus rambutnya agar Mas Saga cepat tidur. Tak lama kemudian ku dengar Mas Saga mengigau, dia tampak gelisah dalam tidurnya. "Mas kenapa?"
Dia tak menjawab dan masih terasa gelisah dalam tidurnya, memegang pipi Mas Saga dan terkejut saat aku merasakan panas di badannya. "Mas sakit!!"
Apa yang harus aku lakukan, badan Mas Saga mendadak sangat panas padahal tadi dia sangat kedinginan, baru saja aku akan bangun dari tidurku untuk mengambil kompresan dan obat tapi tubuhku sudah lebih dulu di tahan oleh Mas Saga.
"Sayang, gatal," adu Mas Saga yang matanya kini sudah terbuka.
"Apanya yang gatal?"
"Badan aku." Mas Saga memberikan tangannya untuk aku usap-usap. Karna memakai piyama lengan panjang, aku pun menarik lengan bajunya ke atas, bertapa terkejutnya aku saat melihat banyak bercak merah di tangan Mas Saga.
"Mas!! Tangan kamu kenapaa!!"
Aku dengan panik mengecek tubuh Mas Saga dan tak hanya tangannya saja yang merah-merah, pun kakinya.
"Ya ampun, Mas! Ayo ke rumah sakit sekarang, badan kamu panas dan merah-merah semua. Kenapa bisa gini??"
Mas Saga menolak saat aku ingin membantunya bangun. "Ga usah ke rumah sakit, Mas gapapa sayang."
"Gapapa gimana?? Ini badan kamu panas, sama merah-merah Mas!"
Aku tak tau harus menghubungi siapa agar membantuku membawa Mas Saga ke rumah sakit, dan untung saja aku teringat Disha yang apartemennya juga satu unit denganku. Aku langsung menghubunginya dan begitu di angkat aku langsung berbicara. "Sha!! Tolongin gue, Mas Saga badannya panas mau gue bawa ke rumah sakit, bantuin pesan taxi."
"Hah, apa, Ra? Suami lo sakit?"
"Iya, Sha. Buruan kesini bantuin gue, bawa Mas Saga ke rumah sakit."
"Hah, suami lo kan di Jogja, Kara!!"
Rasanya aku ingin memukul Disha, sempat-sempatnya dia banyak bertanya saat aku sudah panik begini dan sudah mengatakan bahwa aku butuh bantuannya.
"JANGAN BANYAK TANYA BURUAN KESINI DISHA!! BANTUIN GUE!"
Aku langsung mematikan ponsel, membantu Mas Saga untuk berjalan keluar dengan aku rangkul, badannya yang lebih besar dariku membuat aku begitu kesusahan apalagi saat ini ku rasakan tubuh Mas Saga itu sangat lemah.
"Mas bisa jalan sendiri sayang," gumamnya dengan mata sayu karna lemas.
"Bisa jalan sendiri apanya? Ini aku bantu jalan aja Mas masih kesusahan apa lagi kalau jalan sendiri, mau jatuh??"
Aku begitu kesal saat dia terus merasa baik-baik saja, padahal saat ini tubuhnya sudah sangat lemas. Dan aku bisa bernafas lega saat melihat Disha muncul dari balik pintu, untung saja dia sudah tau password apartemen ku.
"Ya ampun, Ra! Suami lo kenapa??" tanyanya begitu masuk melihat aku sedang merangkul Mas Saga yang badannya sudah begitu lemas.
"Bantuin cepat Sha, lo udah pesan taxi kan??"
Disha mengangguk, dia juga sepertinya panik tak tau harus bagaimana. "Gapapa gue rangkul suami lo?"
Aku menggeram tertahan. "Iya, Sha. Buruan, badannya Mas Saga lemas banget."
Tak banyak bertanya lagi, Disha pun mengangguk dan membantu aku merangkul Mas Saga agar tidak jatuh. Saat kami sudah sampai di lobby untung saja taxi yang Disha pesan sudah datang dan tak membuang waktu lagi, kami pun langsung menuju rumah sakit terdekat.
Begitu sampai di rumah sakit, aku yang panik langsung teriak-teriak meminta perawat agar cepat-cepat membawa Mas Saga untuk di periksa.
"Sus, tolongin suami saya!!"
Teriakku lalu datanglah dua seorang perawat laki-laki dan satunya perempuan pun membantu Mas Saga.
Aku menggenggam tangan Mas Saga yang dingin, tak sadar air mataku sudah keluar mengikuti terus kemana Mas Saga akan di bawa.
"Mas, jangan tidur ya?? Jangan tutup matanya, Mas pasti sembuh!!"
Begitu sampai di ruangan yang tertulis IGD Mas Saga langsung di bawa masuk tapi aku di tahan tidak di perbolehkan ikut.
"Sus, saya mau liat kondisi suami saya!!"
"Sabar ya, Bu. Biar kami tangani dulu, sambil menunggu, Ibu bisa ke resepsionis untuk registrasi," ujarnya menutup pintu IGD.
Air mataku sudah keluar begitu deras, rasanya tubuhku lemas memikirkan hal-hal yang tidak di inginkan terjadi pada Mas Saga. Apa yang terjadi dengannya sehingga tiba-tiba tubuhnya merah-merah dan panas.
"Tenang, Ra, gue yakin suami lo bakal baik-baik aja. Ga usah nangis, dokter bakal lakuin yang terbaik," ucap Disha menarikku duduk dan memelukku. Mencoba menenangkan walaupun itu sama sekali tidak berarti untukku.
"Gue takut, Sha, takut Mas Saga kenapa-napa. Gue nyesel marahin dia tadi pas baru sampai," isakku begitu teringat Mas Saga yang datang dengan raut wajah senangnya tapi aku malah memarahinya.
"Semuanya bakal baik-baik aja, Ra. Suami lo bakal sembuh," ucap Disha menepuk punggungku agar aku bisa lebih tenang sedikit.
"Lo tunggu disini aja, biar gue yang ke resepsionis. "
"Makasih ya, Sha, udah mau repot-repot bantuin gue," ujarku menatap Disha.
"Kaya sama siapa aja lo, udah ya gue urus registrasinya dulu baru balik kesini."
Aku mengangguk dan begitu Disha pergi aku kembali menangis menatap ruang IGD yang masih tertutup. Sangat menyesal memarahi Mas Saga yang harusnya aku sambut dengan bahagia tapi yang ia dapat malah muka kesalku dan dia tetap sabar, tidak marah sama sekali dengan sikapku tadi.