Kekasih Ku, Suami Adikku

Satu Minggu berlalu, dan hari ini adalah hari dimana Liana akan melangsungkan pesta pernikahannya bersama Raffa. Keduanya akan melangsungkan pernikahan di kediaman Alena.

Raffa yang meminta pernikahannya di gelar di rumah. Karena dia tidak ingin menggelar pesta pernikahan mewah untuk pernikahannya kali ini. Dia hanya akan melakukan itu saat menikahi Alena suatu saat nanti.

Sementara itu, saat ini Liana tengah duduk di kamarnya. Gadis itu baru saja selesai merias wajahnya, di bantu oleh seorang MUA yang Dewi pesan.

Alena pun sudah ada di rumah tersebut, dia tengah mengurung dirinya di kamar. Sungguh, hatinya benar-benar berdenyut nyeri ketika mengingat jika dirinya akan menyaksikan sang kekasih yang akan mengucapkan janji suci bersama gadis lain.

"Tahan Alena ... Bukankah kau yang menginginkan semua ini terjadi? untuk apa kau menangis?" gumam Alena.

Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata. Dan Alena harus berusaha mati-matian agar air mata tersebut tidak mengalir. Dia tidak ingin jika Raffa melihat dirinya menangis, dan berakhir mengurungkan niatnya untuk menikahi Liana. Tidak ... Alena tidak ingin semua itu terjadi.

Tok tok tok ..

Alena terkejut saat mendengar suara ketukan pintu yang berasal dari luar kamarnya. Alena mendongak, dia mencoba mengedipkan matanya, dan berharap jika air matanya tidak keluar. Sebelum kemudian, dia melangkah ke arah pintu dan membukanya.

Ceklek ..

sebuah senyum hangat Alena dapatkan dari ayahnya saat membuka pintu kamar. Karena Ditto-lah yang mengetuk pintu kamar Alena tadi.

"ada apa ayah?" tanya Alena.

Sungguh, Ditto tidak bodoh untuk mendengar suara putrinya yang sedikit bergetar. Dia tahu jika Alena sedang tidak baik-baik saja saat ini.

Ditto memasuki kamar putri sulungnya, dan menutup pintunya kembali. Sebelum kemudian, tubuh Alena kembali tersentak saat tiba-tiba saja Ditto memeluknya erat.

"menangis lah sayang ... Menangislah putriku ... Tidak ada yang melarang mu menangis, bahu ayah akan siap menopang tubuhmu."

"hikss ..."

Alena menangis sejadi-jadinya mendengar ucapan Ditto. Air mata yang sudah sejak tadi dia tahan, akhirnya keluar dengan derasnya di pelukan Ditto. Sementara Ditto sendiri, dia pun tidak mampu menahan air mata menyaksikan kesakitan salah satu putrinya.

Sungguh, kali ini Ditto merasa jika dirinya tidak berguna. Dia bahkan tidak bisa menjaga salah satu perasaan putrinya. Putrinya yang rela berkorban demi menutupi aib keluarganya.

Tangan Ditto terulur mengusap lembut punggung Alena. Karena hanya dengan ini Ditto berharap jika beban Alena akan sedikit berkurang. Ditto bahkan tidak mengatakan sepatah kata pun, sebelum kemudian Alena melepas pelukannya.

"maafkan Alena ayah, Alena cengeng. padahal, Alena yang meminta semua ini terjadi."

"jangan berkata seperti itu Lena. Tidak ada salahnya dengan menangis. Dan ayah kemari hanya ingin mengucapkan terimakasih karena kau sudah menyelamatkan keluarga kita."

Alena mengangguk, tangan Ditto terulur mengusap lembut jejak air mata yang masih menggenang di pipi Alena sebelum kemudian tersenyum.

"apa kau sudah siap? Raffa beserta keluarganya sudah ada di bawah."

"ayah, Lena tidak bisa turun. Karena kedua orang tua Raffa tidak mengetahui jika Liana yang akan di nikahi Raffa."

"apa? Apa Raffa tidak mengatakan hal itu pada keluarganya?"

"tidak ayah ... Raffa takut jika keluarganya tidak setuju saat mendengar jika Raffa menikahi Liana."

"lalu, bagaimana reaksi keluarganya nanti saat yang Raffa nikahi adalah Alena? Bukan dirimu?"

"aku akan menjelaskan semuanya pada mama Anne dan papa Bram. Aku berharap mereka mengerti ayah."

"baiklah, ayah akan serahkan semuanya padamu Nak."

Alena mengangguk, dan Ditto mengusap pucuk kepala Alena sebelum keluar dari kamar putri sulungnya tersebut.

Anne yang tengah duduk bersama suaminya pun saat ini tengah mencuri pandang pada Raffa. Putranya terlihat begitu berbeda saat ini. Bukan, bukan sebuah raut kebahagiaan yang Anne lihat dari wajah Raffa, melainkan kesedihan.

"Nak, kau baik-baik saja?"

Raffa yang masih duduk bersama kedua orang tuanya pun menoleh ke arah ibunya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir ibunya tersebut.

"baik ma, aku hanya gugup."

Anne mengangguk, dia melihat sekeliling dan sepertinya, tidak banyak tamu undangan yang datang ke kediaman Alena. Dan menurut Anne, itu terlihat sedikit aneh. Dia beralih pada suaminya, dan dia berbisik pada Bram.

"pa ... Apa menurut papa ini tidak aneh?"

"aneh? aneh kenapa ma?"

"kenapa tidak banyak tamu undangan yang datang? Dan, dimana keluarga Alena? kenapa mereka tidak menyambut kita? Dan lagi, mama melihat raut wajah Raffa yang terlihat sedih."

Bram terdiam, dia melihat sekelilingnya dan menatap ke arah putra semata wayangnya. Benar apa yang di katakan istrinya jika Raffa sedikit berbeda hari ini. Bukankah seorang pengantin harus terlihat bahagia di hari pernikahannya? Tapi, Raffa tidak menunjukkan ekspresi itu.

"pa ... Mama benarkan?"

Bram mengangguk ..

"mama benar. Sebenarnya, apa yang terjadi? Kenapa Raffa kita terlihat sedih?"

"mama tidak tahu, mama sudah bertanya pada Raffa, dan dia hanya mengatakan jika dia gugup."

"yasudah, kita harus percaya pada Raffa. Dan kita berdoa semoga tidak terjadi apapun di pesta pernikahan putra kita."

Anne mengangguk mendengar perkataan suaminya. Dan dia kembali duduk tenang menunggu pengantin wanita untuk turun dan mengucapkan janji suci bersama putranya.

***

Saat ini, Raffa sudah berada di atas altar dengan seorang pastor yang berdiri di hadapannya. Suara alunan musik sudah di bunyikan, itu berarti pengantin wanita sudah di antar untuk berjalan ke arahnya.

Raffa meremas kedua tangannya sendiri. Sungguh, dia muak melihat wajah Liana, Gadis yang akan dia nikahi hari ini. Suara tepuk tangan tamu undangan pun terdengar saat melihat seorang pengantin wanita yang tengah memegang tangan Ditto dan berjalan ke arah dimana pastor dan Raffa berada.

Wajah Liana tertutup kain tile, hingga kedua orang tua Raffa tidak ada yang menyadari jika di balik kain tersebut bukanlah Alena, melainkan Liana.

Alena sendiri, dia melihat dari atas tangga bagaimana tubuh Liana yang berbalut gaun pengantin tengah berjalan ke arah Raffa bersama Ditto. Senyum getir Alena tunjukkan saat melihat kekasihnya yang terlihat begitu tampan dengan jas yang terbalut di tubuhnya.

Sungguh, air mata Alena kembali mengalir deras. Kekasih yang begitu dia cintai akan menikahi adik kandungnya sendiri. Alena bahkan harus menggigit punggung tangannya untuk menahan suara tangisan yang mungkin akan terdengar oleh orang-orang.

"Raffa ... Aku mencintaimu, aku kira, meski aku yang menginginkan hal ini, hatiku tidak akan begitu sakit. Tapi, itu semua tidak benar Raffa. Hatiku benar-benar sakit saat melihat mu yang akan menikahi Liana. Hatiku hancur Raffa ... Hikss .."

Sungguh, Alena hanya bisa menahan rasa sakit yang menghantam dadanya. Tidak ada seorang pun yang bisa mengobati sakit itu kecuali dirinya sendiri.