S 4
Rangga begitu terpuruk saat Fiona, istri tercintanya meninggal dunia setelah melahirkan anak kedua mereka. Di saat duka masih menyelimuti, ia dipaksa menikahi Flora yang merupakan adik kembar mendiang istrinya, demi memberikan kasih sayang sosok ibu untuk kedua anaknya.
Mampukah Flora menghadapi sikap Rangga yang dingin dan terkadang tak ramah padanya, sementara hatinya pun sedang tak baik-baik saja. Selain duka atas kepergian saudari kembarnya, ia juga terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22. KENAPA SEPERTINYA AKU TIDAK RELA?
Dengan langkah gontai Rangga menarik koper Flora keluar dari kamarnya. Meski ia tidak memberi respon penolakan saat para orang tua memutuskan ia dan Flora berpisah, tapi dalam hati kecilnya terselip rasa tidak ingin. Ia juga tidak mengerti kenapa perasaan itu timbul, bukankah seharusnya ia senang berpisah dari Flora karena sejak awal ia memang tidak menginginkan adik iparnya itu menggantikan Fiona menjadi istrinya.
Sebelum ke kamar untuk mengambil koper Flora, Rangga lebih dulu memanggil Bi Ani untuk menjaga Azka dan Kia di kamarnya. Dia juga menegaskan pada art yang sudah lama bekerja di rumahnya itu agar tak membiarkan Kia keluar kamar dan melihat Flora pergi, karena putrinya itu pasti akan menangis melihat sosok ibu penggantinya pergi.
Di ujung anak tangga, Rangga menghentikan langkahnya. Ia duduk sembari menggenggam handle koper Flora dengan erat seakan berat untuk melepaskannya.
Netranya lurus menatap ke depan seakan melihat bagaimanakah jalan yang akan ia tempuh ke depannya nanti. Ucapan Kiara beberapa saat lalu terngiang, membuat perasaannya kian tak menentu. Otaknya di paksa berpikir untuk menentukan pilihan, ia tahu masih ada kesempatan untuk mencegah sebelum kaki Flora melangkah keluar, tapi lidahnya keluh untuk mengatakan.
'Pa, koper Mama Flora mau di bawa kemana? Jangan suruh Mama Flora pergi, Kia gak mau kehilangan Mama lagi.'
Kedua mata indah Kiara menganak sungai, Rangga menekan dada yang terasa sesak. Sudah lama ia tidak melihat putrinya menangis sejak bersama Flora. Terakhir kali ketika awal kepergian Fiona. Perasaan bersalah menyeruak, karena ego, putrinya yang menjadi korban. Kiara sudah bahagia atas kehadiran Flora sebagai pengganti mamanya, tapi duka di hati yang tidak bisa ia hilangkan membuat putrinya harus kehilangan sosok mama untuk yang kedua kalinya.
"Maaf Papa, Kia." Rangga menghela nafas panjang, kemudian beranjak melanjutkan langkah membawa koper Flora menuju ruang tamu.
"Kak Rangga, kenapa Kia dan Azka gak ada?" Tanya Flora begitu Rangga datang hanya seorang diri. Sebelum suaminya itu pergi ke kamar untuk mengambil koper nya, ia sudah meminta bertemu dengan dua anak sambungnya itu untuk berpamitan.
"Azka dan Kia ternyata lagi tidur, biar nanti aku yang pamitkan." Terpaksa Rangga berbohong. Baik Kia maupun Flora pasti akan sama-sama menangis nantinya, dan ia sendiri tidak akan sanggup melihat itu.
Rangga melepas koper Flora dengan gerakan pelan. Jari-jarinya satu persatu terlepas hingga ia memasukkan tangannya tersebut ke dalam saku celana seraya menghela nafas berat seakan ada beban yang menghimpit dadanya.
Flora menunduk, perasaannya berkecamuk. Jika diberi pilihan ia akan memilih tetap menjadi istri Rangga demi Kia dan Azka. Tapi ia sendiri juga tidak bisa berbuat apapun karena orang tuanya yang menghendaki ia dan Rangga untuk berpisah seperti awal orang tuanya juga yang menginginkan ia dan Rangga menikah.
"Kita pulang sekarang ya," mama Zana mengusap bahu putrinya. Ia mengerti perasaan Flora yang tidak ingin dipisahkan dari Kia dan Azka tapi ia juga tak ingin Flora terus-terusan tersiksa batin karena hanya dianggap pengasuh oleh Rangga.
"Mas Digo, Mbak Sinta, kami pamit ya." Ucap papa Farhan seraya meraih handle koper Flora.
Papa Digo dan mama Sinta hanya mengangguk, mereka juga merasa sesak di dada. Yang terlintas di bayangan mereka adalah Kia dan Azka. Dua cucunya itu sudah sangat bergantung pada Flora, lalu bagaimana mereka nanti jika Flora tak tinggal bersama mereka lagi.
"Rangga, tolong di urus segera perceraian kalian ya?" Papa Farhan menepuk pundak menantunya. Meski kecewa namun ia sedikit bisa memahami perasaan Rangga. Ia mengerti Rangga belum bisa melupakan Fiona, tapi tidak semestinya memperlakukan Flora dengan tidak baik.
Rangga hanya bergeming, tak ada satu kata pun yang ia ucapkan. Sampai di sini, perasaannya kian tak menentu diselimuti kebimbangan, tapi hati dan egonya bertolak belakang yang menciptakan kebisuan membuat lidahnya keluh untuk menjawab.
"Kak Rangga, aku pamit ya titip Azka dan Kia."
Suara Flora terdengar, membuat Rangga terkesiap.
"Iya, kamu tenang saja. Kamu lihat sendiri kan, aku sudah bisa membuat bubur untuk Azka dan memandikannya juga." Kata Rangga, ia tersenyum namun netranya menatap Flora dengan nanar. Tatapan yang mengartikan ketidakrelaan tapi sang pemilik mata pun tak dapat memahaminya sendiri.
Ketika Flora dan orangtuanya melangkah pergi, Rangga langsung mengalihkan pandangannya kearah lain seakan dia tak sanggup melihat kepergian istrinya itu. Bayangan ketika Fiona menghembuskan nafas terakhir beradu dengan langka kepergian Flora dari rumahnya.
Cukup lama Rangga mematung, hingga akhirnya ia berlari pelan keluar rumah ketika teringat sesuatu. "Pa, tunggu sebentar," panggilnya ketika papa Farhan akan menutup pintu mobil samping Flora duduk.
Bagai angin segar yang menerpa wajah Flora, ia berpikir Rangga mungkin berubah pikiran dan akan tetap mempertahankannya sebagai istri, meski statusnya hanya menjadi ibu untuk keponakannya itu tak masalah baginya, asalkan ia bisa terus bersama Kiara dan Azka.
Papa Farhan bergeser memberi ruang pada Rangga, mungkin saja ada sesuatu yang ingin dikatakan Rangga pada Flora.
"Ada apa, Kak?" Tanya Flora.
"Beberapa malam ini kamu sulit tidur karena mengeluh kakimu terasa nyeri, jadi aku berpikir untuk membelikan camilan untukmu. Tunggu sebentar aku ambilkan." Rangga lalu menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil papa Farhan, gerakannya terburu-buru seakan takut ketinggalan. Setelah mengambil plastik yang berisi beberapa camilan tersebut ia lekas menghampiri Flora kembali.
"Ini kamu bawa ya, kalau kamu susah tidur lagi, semoga camilan itu bisa membuat kamu lebih rileks dan tidak terlalu merasakan nyeri di kakimu."
Flora meraih plastik tersebut seraya tersenyum getir. Ia sudah berandai-andai tadi, tapi ternyata tidak seperti apa yang ia pikirkan. Tapi terlepas dari itu, sadar atau tidak Rangga ternyata memperhatikan juga bahwa beberapa malam ini ia sering mengeluh sakit dan sulit tidur.
"Terima kasih, Kak." Ujar Flora.
Rangga hanya mengangguk.
Papa Farhan pun menutup pintu mobil kemudian gegas masuk ke bagian kemudi.
Rangga terpaku menatap kepergian mobil papa Farhan, tanpa sadar sebelah tangannya terangkat dan ia letakkan diatas dada. 'Kenapa? Kenapa sepertinya aku tidak rela?' gumamnya sendiri.
Semangat kak ..../Good/