Setelah bangun dari koma karena percobaan bunuh diri, aku terkejut karena statusku menjadi menikah. Ternyata sebuah rahasia yang disembunyikan suamiku bahwa dia seorang profesional pembunuh bayaran.
Aku tak menyangka lelaki yang ku ketahui sebagai Vice President adalah anggota elite organisasi hitam yang menjadi buronan negara.
Teror demi teror datang. Beberapa pihak punya rencana jahat untuk menyingkirkan ku demi harta dan cinta, termasuk ibu tiri dan adikku.
Aku bersedia menukar tubuhku pada lelaki yang menjadi suami kontrak itu untuk sebuah komitmen balas dendam kematian sang ibu.
Akankah kebenaran tentang masa lalu menghancurkan rumah tangga kami? Penuh ketegangan berbalut kisah romansa yang sensual, ikuti cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iris Prabowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami Dadakan
"Kea... "
Ada suara lirih dengan ujung yang terdengar getir. Sepasang bola mata, raut wajah sendu, dan senyum cekung milik seseorang yang begitu familiar.
Lelaki itu memelukku erat. Sangat erat sampai aku bisa mendengar degup jantungnya.
Ini ada apa?
Kenapa?
Mengapa memoriku begitu abu tentang semuanya, tentang nafas yang begitu lemah serta tubuh yang terbaring kaku.
Kamu sudah delapan bulan tidak sadarkan diri.
Kamu koma.
Kamu selamat dari percobaan mengakhiri hidup.
Ah..
Benang-benang memori teruntai lagi perlahan. Skenario terakhir buku harian perempuan yang dipanggil Kea ini ada hubungannya dengan percobaan menantang maut dengan meminum obat-obatan keras karena depresi patah hati.
Tolol.
TOLOL!!
"I'm glad you're okay... "
Tiba-tiba seorang lelaki berkaos abu muncul dari balik pintu. Begitu asing, tapi sepertinya dia punya intensitas kedekatan lebih denganku.
"You? Who?"
"Kin... "
"Kin? Siapa?"
"Dia suami kamu, Kea!"
Sahutan papa membuatku yang sedang minum jadi tersedak. Aku mungkin pingsan lama tapi tidak merasa lupa ingatan. Terakhir kali aku hampir mati karena depresi ditinggal menikah oleh laki-laki bernama Leon. Kenapa sekarang aku punya suami?
Apakah selama koma aku mampir ke surga lalu mengadakan resepsi disana? Sama siapa? Sama malaikat?
Siapa Kin ini? Dia tidak ada dalam list mantan atau lelaki-lelaki yang mampir dalam diary cinta.
What ridiculous story has happened?
Tidak ada jawaban selama tiga hari. Papa tidak bercerita apapun, dia hanya bilang tunggu sampai sehat. Kin atau man from nowhere tidak menunjukkan batang hidungnya. Aktivitasku hanya bisa sebatas kasur dan kamar mandi. Tidur panjang lama membuat tubuh kaku jadi masih harus dibantu oleh asisten yang disiapkan khusus melayaniku.
I feel better now. Sebenarnya apa yang terjadi selama aku sakit?
"Kamu nggak ingat sama sekali, Kea? Sebelum kamu koma lama, kita sempat melangsungkan pernikahan kecil di rumah sakit. Kamu masih sadar saat itu. Kamu setuju saat papa meminta Kin untuk menjaga kamu."
Aku menggeleng. Entah benar-benar lupa atau lupa ingatan? Memori otakku semu dan berkabut setelah sadar.
Papa bercerita cukup panjang tentang hal-hal yang sempat terjadi selama delapan bulan ini. Tentang bisnisnya yang terguncang karena pengkhianatan rekan kerja, keretakan saudara karena warisan, bahkan lelaki paruh baya ini masih punya hasrat untuk menikah lagi untuk yang ketiga kali.
Cih!
Mama istri pertama meninggal saat aku berumur delapan tahun, lalu papa menikah lagi dengan perempuan bernama Rania. Lahirlah adikku Luisa. Pernikahan mereka tidak harmonis karena papa selalu main perempuan. Mungkin calon istri barunya merupakan salah satu koleksi ani-ani miliknya.
Ah, i don't care what he does as long as he doesn't mess up my life.
Mungkin itu memang terjadi, tapi apa sebenarnya misi dibalik ini? Orang gila mana yang rela menikah dengan perempuan sekarat?
"Hai Kea"
"Ya?"
"Gue, Kin"
"Oh... iya"
"Kalau ada sesuatu, please let me know ya"
Kin sedang mencoba memecah jeda diantara kami. Dia membawa vietnam spring rolls dan thai tea. Not bad sih dia bisa sampai tahu favoritku.
"Lo butuh uang berapa?"
"Hah?"
"Pernikahan ini bersyarat kan? Apa yang papa janjikan, materi atau jabatan atau apa? Gue bisa bayar lebih, just tell me how much you want!"
"Mending lo makan dulu daripada ngomel-ngomel nggak jelas. Sini gue suapin!"
Hap.
Tangannya menyuapkan satu spring roll utuh membuat mulut ini penuh. Bukan hanya mencomot potongan yang lain, ia bahkan menyeruput Thai Tea tanpa basa-basi.
Ih apaan sih? Kok sok akrab banget?
"Unethical... " gumamku pelan. Kin mendengarnya tapi bersikap bodo amat.
"Nggak usah khawatir tentang apapun. Silakan atur privasi masing-masing. Gue nggak akan ganggu lo, but you can tell me if you need anything... "
Dia memberikan kotak berisi handphone yang masih baru. Tangannya membuat call me gesture lalu menghilang dibalik pintu.
This guy is quite interesting. I think i should get to know him better.
***
Satu bulan sudah melalui masa kehidupan kedua. Hidup kedua, ya aku menganggap kalau ini jalan reinkarnasi untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Selama pemulihan aku didampingi spesialis kejiwaan, mental, dan spiritual. Aku sudah bukan lagi tahanan kamar, bisa berjalan-jalan sekitar rumah walau masih ditemani asisten. Papa terkadang datang memastikan kondisi anaknya baik dan sehat.
By the way, kemana Kin?
What is he doing?
Apa status kontrak suami pura-pura nya sudah berakhir?
Are you dead?
You miss me? :)
Damn. Rasanya ingin menghilang ditelan bumi karena dia merespon cepat chat WA ku sebelum sempat menariknya. Sekarang dia pasti tertawa senang mengira aku memikirkannya.
Alasan aku mencari Kin mungkin karena kesepian. Papa membatasi komunikasi. Di kontak handphone hanya ada papa, Kin, dan asisten. Tidak ada sosial media hanya aplikasi nonton online berbayar untuk hiburan.
Bosan.
Sepertinya aku harus mengatur ulang goals serta resolusi baru. Wajah dan penampilan baru justru lebih baik. Apa aku operasi plastik aja ya? Gimana dengan identitas baru? Nama baru?
"Ini serius?"
"Sure. Gue udah cari tahu klinik bedah plastik yang oke. Cuma masih bingung better di Korea atau Thailand. Pokoknya masalah ini biar gue handle sendiri, lo cuma bujuk Papa buat approve aja. Nggak minta duit kok, i have a lot of money!"
"Kalau gue nggak mau?"
"You have to! Lo nggak punya opsi untuk pilih yes or no!"
"Haishhh... do what u want lah!" ketusnya menghela nafas panjang lalu melemparkan sesuatu.
Dinner party invitation. Luisa and Jordan.
Lui? Luisa?
Kenapa dia?
Sibling relationship dengannya cukup buruk karena kebencianku dengan istri papa. Rania tidak akan pernah bisa jadi pengganti Mama. Masih terekam di ingatan perilaku abusive nya dulu. Sosok yang diharapkan menjadi pemberi kasih justru menjadi pemberi sakit. Bahkan bekas sundutan rokoknya masih membekas di lengan sampai sekarang. Tentu dia orang pertama yang kecewa karena aku masih hidup, anaknya gagal menjadi pewaris tunggal.
Let karma do its works.
Nanti juga tiba saatnya dia hancur, apalagi sebentar lagi papa mau menikah lagi. Cukup diam dan duduk manis menikmati drama.
Dinner invitation ini untuk perayaan tunangan Luisa dengan pacarnya. Papa menyuruh Kin untuk mengajakku. Tentu aku menolak keras, tapi salah satu perkataannya berhasil mencubitku.
"It's time for the flower petals to show their bloom"
Dia benar. Aku harus datang dan menunjukkan versi diri yang baru.
**"
Kin bilang akan menjemput jam tujuh. Masih ada senggang empat jam untuk mempersiapkan semuanya. Akhirnya aku pergi ke butik dan salon lagi setelah sekian lama, mendapatkan kembali kenyamanan dan kesenangan seperti perempuan modern lainnya.
Jakarta masih sama seperti sebelumnya. Ah, apalah arti delapan bulan berlalu. Kota ini masih panas, berisik, dan egois. But this city made me rich jadi aku cukup menikmatinya.
Memotong sial dengan mengubah gaya rambut. Aku benci karena orang pertama yang harus melihat hasil make over ini adalah Kin. Selera fashionnya buruk, sama seperti lidahnya.
"So how?"
Mungkin terkesan lebay, tapi reaksi berbinar dan takjub adalah sesuatu normal yang diharapkan perempuan saat memamerkan sesuatu.
Please tell me that i am pretty or stunning gitu!
Kenapa dia harus memberikan tatapan datar.
Sangat datar.
"Okay, nice!"
Dia bahkan hanya melakukan scan penampilan baruku tidak lebih dari satu detik. From head to toe, cuma satu detik.
"Udah gitu aja?"
"Gue bingung soalnya sama aja cuma beda belahan poni"
"Sama aja? Maksudnya?" tanyaku sambil menekan gas emosi.
"Sama aja cantiknya nggak hilang... "
Bangsat!
My face is as red as a tomato.
Seperti tomat busuk yang mau pecah.