Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 22
"Kamu kok sendirian, mana Salwa, Wan?" Sambut Bu Patmi pada anak laki lakinya saat kendaraan milik Wandi memasuki teras rumahnya.
"Dia gak mau, mungkin pikirannya sudah diracuni sama ibunya yang kurang ajar itu." Sahut Wandi yang masih kesal dengan sikap Ningsih.
"Sudah ibu duga, untung saja kamu bersikap tegas dan memutuskan hubungan dengan perempuan itu. Dia memang tidak pantas di jadikan istri, sudah mulutnya kasar, sikapnya itu juga sangat menyebalkan." Sungut Bu Patmi meluapkan perasaan tidak sukanya pada Ningsih.
"Sudahlah, Bu. Lagian, kalau Salwa tinggal disini nanti ibu yang repot, dia itu di perlakukan seperti tuan putri sama ibunya. Bisa bisa ibu malah darah tinggi. Lebih baik, istrinya Boni saja suruh tinggal disini buat nemani ibu." Sahut Wandi yang memang sebenarnya kurang setuju dengan ide ibunya untuk bawa Salwa. Karena Wandi pasti akan mengeluarkan banyak biaya untuk kebutuhan Salwa. Sedangkan kalau Salwa tinggal dengan ibunya, Wandi tidak akan keluar uang sepeserpun.
"Tapi apa nanti Boni setuju?
Mereka kan pengantin baru, pasti pengin berduaan terus. Sedangkan Boni sekarang ikut kerja sama kamu di Surabaya." Balas Bu Patmi yang ragu dengan usul Wandi.
"Nanti biar Wandi yang ngomong sama Boni. Ibu tenang saja, lagian ibu juga masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, ibu masih sehat dan kuat." Kembali Wandi mengeluarkan suaranya yang membuat Bu Patmi membuang nafasnya kasar.
"Ibumu ini sudah tua, kalau semua mengerjakan sendiri, lama lama gak kuat. Makanya ibu minta Salwa buat temani ibu disini, biar ada yang di suruh suruh." Sahut Bu Patmi sedikit kesal dengan ucapan anak lelakinya.
"Iya, iya. Biar nanti Wandi obrolin sama Boni. Wandi yakin, istrinya Boni mau kok tinggal disini. Ibu yang sabar saja dulu." Sahut Wandi yang berusaha menenangkan ibunya.
"Wan, apa benar kamu sama Irma bertengkar?
Kata mbakmu, Irma kamu hajar sampai bonyok mukanya, ada apa?" Sambung Bu Patmi yang sudah duduk di samping anaknya dengan wajah serius. Karena beberapa hari lalu, mendapatkan kabar dari Yayuk, jika Irma mengadu pada Yayuk soal pertengkarannya dengan Wandi yang membuat wajah dan tubuhnya penuh lebam akibat di hajar sama Wandi.
"Iya, dia harus di kasih pelajaran. Karena sikap dan mulutnya sudah menyakiti harga diriku sebagai laki laki. Dia tidak menghormati ku sebagai suaminya. Kalau tidak di kasih pelajaran, dia pasti akan terus bersikap kurang ajar padaku." Sahut Wandi santai sambil menghisap rokok di mulutnya, tak ada penyesalan atau rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. Wandi memang benar benar laki laki yang egois, kasar dan tak tau diri.
"Memang masalahnya itu apa, sampai kamu hajar dia sampai seperti itu?
Awas loh, kamu bisa dilaporkan ke polisi karena tuduhan kdrt. Apa kamu gak mikir sampai kesana, Wan?" Balas Bu Patmi menatap putranya dalam, meskipun anaknya salah dan kejam, Bu Patmi tidak pernah bersikap tegas untuk menyadarkan kesalahan sang anak.
"Dia itu sudah main gila dengan teman satu kerjaannya. Bahkan dia selalu mengungkit jika uangnya jauh lebih banyak dibanding gajiku selama ini. Dia juga sudah berani meminta pisah karena aku tidak kunjung menikahinya secara hukum negara. Banyak sekali maunya dia itu, belum lagi dia selalu ingin menguasai gajiku."
"Ada ada saja si Irma. Tapi kamu jangan terlalu kasar sama dia. Cukup kamu ingatkan kalau dia salah, dan beri peringatan. Jangan main hajar begitu, lagian dia itu bisa kita manfaatkan. Buktinya dia selalu tidak pernah perhitungan masalah uang sama keluarga kita. Ibu minta berapa saja selalu dia kasih tanpa banyak drama. Lebih baik kamu segera nikahi dia secara negara, biar kamu lebih bisa mengendalikan Irma." Sahut Bu Patmi panjang lebar, di otaknya hanya ada soal keuntungan dan uang saja.
"Tapi aku masih ragu sama dia, Bu. Takutnya dia akan macam macam dan kebiasaan selingkuhnya gak bisa dirubah. Kalau begini kan gampang, bisa leluasa mau bagaimana juga. Kalau lagi marah dan kesal, tinggalin. Nanti dia lama lama juga datang sendiri minta balikan. Dia itu gak bisa pisah lama lama sama aku." Balas Wandi dengan begitu percaya diri. Karena memang Irma sangat menginginkan Wandi sedari dulu, meskipun berkali kali di aniaya dan di sakiti, Irma tetap saja mencari Wandi dan mau bersama lagi dengan Wandi.
"Yasudah terserah kamu, bagi ibu yang penting kamu atau Irma tidak pelit sama ibu." Sahut Bu Patmi bicara jujur apa adanya. Karena memang dia tidak mau ambil pusing dengan urusan anak anaknya. Asal uang belanja mengalir lancar di tangannya, urusan apapun Bu Patmi pasti tidak akan mau ambil pusing dan ikut campur.
"Wan, bukankah motor yang sekarang di pakai Ningsih itu motor kamu, ya?" Sambung Bu Patmi yang membuat Wandi langsung menoleh dan ingat sesuatu. Pikiran culasnya mulai kembali bekerja.
"Iya, motor itu aku beli pas awal kita menikah. Emang kenapa, Bu?" Sahut Wandi yang pura pura tak perduli, padahal hatinya sudah menyimpan rencana.
"Kenapa tidak kamu ambil saja, dan biar di pakai sama adikmu. Kasihan Boni yang belum punya motor. Dari pada di bawa perempuan yang bukan siapa-siapa kamu, mending ya buat adikmu saja." Sahut Bu Patmi dengan semangat.
"Ningsih pasti tidak akan mau, Bu. Karena semua surat suratnya dia yang bawa. Tapi nanti coba Wandi telpon ke Ningsih, biar dia ganti dengan uang saja. Lagian motor itu belinya pakai uangku." Sahut Wandi yang memang punya rencana untuk meminta motor itu untuk Ningsih ganti dengan uang. Wandi benar benar sudah mati hati nuraninya, padahal motor itu ada dan bisa kebeli lantaran berkat kelapangan hati ningsih yang rela tidak menerima nafkah dari Wandi, karena gaji Wandi waktu itu hanya cukup untuk setoran kredit motor. Ningsih harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hari harinya, apalagi Salwa waktu itu masih kecil dan butuh susu.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
gabung bcm yu
..
follow me ya thx