" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
termenung
Pamungkas turun dari tangga, ia sudah membawa tas punggungnya.
" Sudah om?" tanya Hendra yang sudah menunggu di bawah,
Pamungkas mengangguk,
" Hati hati Pam, kabari jika sudah sampai.." ujar Kakaknya,
" iya mas, mas juga sehat sehat..
aku mungkin akan pulang bulan depan mas.."
" iya, kau kan banyak urusan dengan Hendra..",
Pamungkas mencium tangan Adi dan Ana,
" dimana Ratih?" tanya Pamungkas tak melihat Ratih sejak pagi.
" Dia sedang di dapur, entahlah apa yang dia masak, makanan pedas.. aku sampai malas ke dapur karena bau cabai yang menyengat.." Ana mengeluh.
" Biar aku pamit padanya mbak..",
Pamungkas berjalan ke arah Dapur, dan benar saja, Ratih sedang sibuk mengaduk ngaduk sesuatu di panci.
" Rat.." panggil Pamungkas mendekat,
Ratih tak menjawab, tak juga berbalik meski ia mendengar suara Pamungkas.
" Om Pamit Rat.." Pamungkas berdiri tepat di belakang Ratih.
" Tidak perlu pamit padaku om, pergilah." suara Ratih ketus.
Pamungkas menyadari sikap ketus Ratih itu karena perbuatannya semalam,
" Seterusnya tidak perlu pamit dan bicara padaku, jadi segeralah pergi."
Imbuh Ratih masih dengan nada yang sama.
" Hentikan Ratih, bagaimana kalau kedua orang tuamu mendengar itu?" suara Pamungkas kalem.
" Memangnya kenapa? biar mereka tau kelakuan adiknya yang seperti malaikat!"
" Huss.." Pamungkas memutar tubuh Ratih agar berbalik memandangnya.
" Apa yang harus kujelaskan Ratih.. aku hanya bisa meminta maaf,
aku ingin kau hidup dengan baik.. aku berharap kau mendapatkan sosok laki laki yang tidak akan mengecewakanmu lagi kelak..
aku seperti itu karena khawatir padamu,
namun entahlah.. kekhawatiran macam apa itu.." Suara Pamungkas lirih,
" Omong kosong macam apa yang sedang om katakan? aku bukan anak kecil, aku adalah perempuan yang sudah pernah berumah tangga,
aku tau dengan jelas apa maksud dari sentuhan om kepadaku?!"
" pelankan suara mu Ratih?"
" om itu pengecut.."
Pamungkas membeku mendengar kata kata Ratih, rahangnya mengeras menahan perasaannya.
" Om marah? bukankah seharusnya aku yang marah?" Ratih benar benar sinis.
" Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ana tiba tiba saja sudah ada di dapur,
sontak Pamungkas mundur dan menjauh dari Ratih.
" Tidak mbak.. aku sudah pamit, jadi lebih baik aku berangkat sekarang.." Pamungkas beranjak, berlalu dari dapur dengan segera.
Setelah Kembali ke tempat dinasnya Pamungkas tidak pernah tenang,
pikirannya di penuhi Ratih dadi hari ke hari.
Siang itu panas lebih menyengat dari biasanya,
Pamungkas duduk tenang di kantornya,
ia terlihat tak tenang, pikirannya pun tidak bisa fokus.
Dari jam ke jam, ia hanya memandang keluar jendela sembari menghela nafas berat.
" Kau kenapa?" tanya Frans yang sedari tadi memperhatikannya, tentu saja frans terganggu dengan raut dan helaan helaan nafas yang sedari tadi ia dengar.
" aku sedang banyak pikiran.." jawab Pamungkas yang duduk dengan malas di kursinya.
" Pasti keponakanmu itu.." tebak Frans sembari tersenyum sekilas,
" ahh... entahlah.." sahut Pamungkas langsung memejamkan matanya,
begitu keponakannya itu di sebut, wajah Ratih langsung terlintas,
mengingat betapa liar dirinya malam itu,
dan betapa pasrahnya Ratih yang bersandar di dadanya, rasanya ia sungguh sungguh malu
" Sudah ku katakan sejak setahun yang lalu, hal yang kau lakukan itu sudah tidak wajar..
itu pasti dorongan dari perasaanmu yang terdalam.." komentar Frans,
" perasaan.. perasaan apa?" Pamungkas masih menutup matanya, ia belum sanggup mengusir bayangan Ratih yang melintas seenaknya saja.
" Eh, sinting kau ya.. sudah kau habiskan bibir keponakanmu itu masih kau tanya perasaan apa?" Frans melempar buku yang ada di meja ke dada Pamungkas, hingga Pamungkas terkejut dan membuka matanya.
" Aku memang tidak tau perasaan macam apa ini?!" tegas Pamungkas mengambil buka yang di lempar oleh Frans tadi dan meletakkannya kembali di atas meja.
"aku kebingungan,
dia itu keponakanku Frans..?" ucapnya lagi dengan nada lebih rendah.
" Kau tidak ada hubungan darah Pam.."
" tapi tetap saja, aku di besarkan oleh keluarga itu,
rasanya tidak tepat membalas budi mereka dengan cara seperti ini?" suaranya terdengar frustasi.
" kau tidak kurang apapun Pam,"
" tidak.. tanpa keluarga itu aku bukan apa apa.." tidak hanya frustasi, namun ia juga merasa serba salah.
" ah.. kau ini masih tidak sadar juga..
kau sudah tidak muda Pam,"
" karena itu.. usiaku membuat semuanya semakin tidak mungkin.." keluhnya makin layu saja.
Pamungkas tertunduk sejenak, lalu membuang pandangannya ke lapangan di luar jendela, entah apa yang ia lihat, yang jelas ia tak mau memandang Frans.
" Dia membalas sentuhanmu?" tanya Frans tiba tiba,
" entahlah.. dia pasrah setiap aku menciumnya," jawab Pamungkas masih mengawasi entah apa di luar jendela.
" Dia bisa saja menolak.. tapi kenapa tidak menolak?"
" mungkin karena aku om nya?" jawab Pamungkas cepat, karena hanya jawaban itu yang terbersit.
Tentu saja Frans tertawa mendengar itu,
" Dia adalah wanita dewasa sekarang, kau tidak bisa menganggap dia anak kecil lagi..?"
" tentu saja dia wanita dewasa, dia seorang janda sekarang.. dan itu membuatku was was.." laki laki berusia 36 tahun itu memang terlihat gelisah setiap menceritakan Ratih pada frans.
" apa yang membuatmu takut?"
" aku.. entahlah.." Pamungkas masih bingung,
" dia muda dan cantik, wajarkan jika aku takut dia salah memilih kembali.." imbuhnya masih dengan suara resah.
Frans tertawa mendengar jawaban Pamungkas,
" Kau biasanya cerdas, tapi sekarang kau bodoh..
itu adalah kekhawatiran seorang laki laki, bukan kekhawatiran seorang om?!" Frans tertawa lagi, bahkan lebih keras.
Pamungkas yang tegas dan cerdas tiba tiba saja menjadi bodoh, hanya karena perasaan, hal itu membuat Frans benar benar geleng geleng kepala.
" Diam kau frans, aku tidak mau orang lain mendengarnya.." wajah Pamungkas masam, ia kesal juga lama lama.
" Entahlah, padahal satu setengah tahun ini aku sudah benar benar memperingatkan diriku sendiri,
jangan sampai hal membingungkan itu terjadi lagi,
tapi aku malah mengulanginya, bahkan lebih parah..!" Pamungkas geram pada dirinya sendiri, di tutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, yang ia rasakan hanya bingung dan malu.
Tapi ia tak bisa memendam kebingungannya sendiri,
di kantor, franslah yang paling santai dan bisa menjaga rahasia,
karena itu dia tidak segan menceritakan pengalamannya ada frans.
" Kalau kau tidak punya keberanian untuk mengakui perasaanmu,
lebih baik kau terima saja tawaran komandan.." saran frans membuat Pamungkas termenung sejenak,
" Maksudmu?" tanyanya kemudian setelah bangun dari ketermenungannya,
" tentu saja menikah dengan putri komandan,
bukannya di jawa ada kata kata tresno apa itu?"
" tresno jalaran soko kulino.."
" yah.. itu.." Frans meringis,
" tidakkah namanya itu pelarian??" tanya Pamungkas dengan dahi berkerut dan perasaan tidak enak.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆