Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.
Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!
dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan Bocah Viscount
Di Balkon Kediaman Viscount Andrew
Di atas balkon yang luas, Jay dan Nijar duduk di kursi kayu yang nyaman, dikelilingi meja kecil penuh dengan kudapan manis dan secangkir teh yang masih mengepul. Angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membawa aroma bunga dari taman di bawah mereka.
Jay menyeruput tehnya dengan santai, lalu menatap Nijar dengan penuh rasa ingin tahu.
Jay: "Hei, Nijar, aku penasaran… apa kamu juga punya bakat sihir?"
Nijar, yang sedang menikmati aroma tehnya, menaruh cangkirnya kembali ke meja sebelum menjawab dengan santai.
Nijar: "Tidak, aku tidak memiliki bakat sihir."
Jay hampir tersedak mendengar jawaban itu. Dengan cepat ia meletakkan cangkirnya dan menatap Nijar dengan mata lebar.
Jay: "Serius?! Bukannya semua orang jenius di akademi pasti punya sihir?"
Nijar hanya mengangkat bahu, tetap tenang seperti biasa.
Nijar: "Tidak selalu. Aku belajar di akademi bukan untuk sihir, tapi untuk berkembang. Akademi bukan hanya tentang sihir, tapi juga strategi, politik, dan banyak bidang lain. Jika kita lulus dengan prestasi dan pengalaman yang baik, Raja akan menerima kita di kerajaan dalam bidang yang kita inginkan."
Jay terdiam, mencoba mencerna kata-kata Nijar. Kemudian, ia tersenyum lebar.
Jay: "Jadi itu maksud dari pidatomu kemarin… Wah, aku baru benar-benar mengerti sekarang!"
Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap langit dengan ekspresi kagum.
Jay: "Raja itu memang hebat, ya? Dia tidak membedakan antara orang berbakat sihir dan yang tidak punya bakat sihir. Selama seseorang berprestasi, dia tetap akan diterima di kerajaan."
Nijar mengangguk, sementara Jay menatapnya penuh rasa penasaran lagi.
Jay: "Kalau begitu, kalau bukan sihir, apa yang bisa kamu lakukan?"
Nijar menaruh kembali cangkir tehnya, lalu balik bertanya.
Nijar: "Sebelum itu, Jay… kamu sendiri punya bakat sihir?"
Jay menggaruk kepalanya, terlihat sedikit malu.
Jay: "Yah… aku cuma bisa sihir penyembuhan. Dibandingkan dengan yang lain, sihirku biasa banget."
Nijar: "Tidak ada sihir yang 'biasa banget'. Penyembuhan itu penting, terutama dalam pertempuran."
Jay tersenyum mendengar jawaban Nijar, lalu tiba-tiba ia bersandar ke meja, menatap Nijar dengan penuh semangat.
Jay: "Kalau begitu, apakah kamu bisa bela diri?"
Nijar menatap Jay sebentar sebelum akhirnya menjawab dengan santai.
Nijar: "Aku pernah mempelajarinya."
Jay langsung duduk tegak dan menepuk meja dengan penuh semangat.
Jay: "Kalau begitu, ayo kita ke dojo saja! Aku ingin melihat seberapa hebat dirimu!"
Sebenarnya Nijar tau bahwa dia sedang masuk kedalam permainan jay, untuk mengali informasi dirinya. Tetapi Nijar sengaja masuk dalam permainan nya. Ternyata Jay bukan orang biasa.
Di balik pintu yang tertutup rapat, seorang pria dengan seragam hitam berdiri diam, mendengarkan percakapan mereka.
Pria itu adalah sekretaris pribadi Darius.
Tanpa suara, ia segera pergi untuk melaporkan apa yang baru saja ia dengar.
---
Sementara Itu… di Ruang Kerja Darius
Sekretaris mengetuk pintu dan masuk dengan hormat.
Sekretaris: "Tuan Darius, saya punya laporan tentang percakapan antara Jay dan Nijar."
Darius, yang sedang duduk di kursinya, menatap dengan ekspresi penuh minat.
Sekretaris: "Tampaknya, Nijar tidak memiliki bakat sihir, tapi dia menguasai bela diri."
Mata Darius menyipit, lalu ia tersenyum kecil.
Darius (bergumam): "Bagus, Jay."
Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju dojo.
"Kalau begitu, aku akan melihat langsung bagaimana anak ini bertarung."
---
Di Dojo Keluarga Viscount Andrew
Saat mereka tiba di dojo yang luas, suara kayu yang dipukul dan langkah kaki terdengar bergema. Para petarung sedang berlatih dengan serius, beberapa sedang bertanding, sementara yang lain mengasah teknik mereka dengan senjata kayu.
Jay memasukkan tangannya ke dalam saku sambil menatap Nijar dengan senyum penuh arti.
Jay: "Hei, Nijar. Kau ingin mencoba bertarung? Tapi kalau tidak mau juga tidak apa-apa, kita bisa duduk manis dan mengamati mereka saja."
Nijar, yang sejak tadi memperhatikan suasana dojo, sebenarnya sudah tahu bahwa Jay sedang "memancingnya." Tapi ia memutuskan untuk mengikuti alurnya. Lagipula, ia juga penasaran dengan kemampuan tubuh barunya di dunia ini.
Nijar: "Baiklah, aku ingin mencoba."
Mata Jay berbinar senang.
Jay: "Bagus! Hei, kalian!"
Jay memanggil seorang instruktur, lalu meminta agar Nijar dibawa ke ruang ganti. Nijar pun mengikuti, sementara Jay tetap berdiri di tempat dengan ekspresi misterius.
---
Di Ruang Ganti
Nijar berganti ke pakaian latihan—seragam putih dengan sabuk hitam di pinggang. Setelah selesai, ia keluar dari ruang ganti dan langsung terkejut melihat Jay masih berdiri di tempat yang sama dengan pakaian santainya.
Nijar: "Kenapa kau belum ganti baju?"
Jay tersenyum lebar dan mengangkat bahunya.
Jay: "Hah? Aku kan nggak pernah bilang kalau aku bisa bela diri."
Nijar langsung menyipitkan mata, merasa tertipu.
Nijar: "Jadi, kau tidak ikut bertarung?"
Jay tertawa sambil menepuk pundak Nijar.
Jay: "Tentu tidak, teman! Aku ini tipe pendukung, ingat? Tapi tenang saja, aku sudah menyiapkan lawan yang cocok untukmu."
Nijar mendesah pelan, merasa ada yang tidak beres.
Nijar: "Siapa lawanku?"
Jay menunjuk ke arah sekelompok pemuda yang sedang berlatih.
Jay: "Mereka. Kelas pemula berusia sekitar 18 tahun."
Nijar langsung memicingkan mata curiga.
Nijar: "Kenapa rasanya aku tidak percaya padamu?"
Jay hanya tersenyum misterius sambil meminum teh yang entah dari mana ia dapatkan.
Jay: "Percayalah, aku memilih yang terbaik untukmu! Maksudku… yang TERBAIK di antara mereka, hehe."
Nijar menghela napas panjang. Sudah jelas Jay menjebaknya.
---
Di Balik Dojo…
Darius berdiri di celah pintu belakang dojo, menyaksikan percakapan mereka dengan ekspresi penuh kebanggaan. Ia memperhatikan bagaimana Jay dengan liciknya menipu Nijar agar ikut bertarung, dan bagaimana Nijar tetap tenang menghadapi situasi tersebut.
Darius (dalam hati): "Bagus, Jay. Kau sudah lebih dari sekadar bocah polos."
Lalu ia menatap ke arah Nijar.
"Sekarang, mari kita lihat sejauh mana kemampuanmu, bocah jenius."
.