My Bad Husband

Stacy tersenyum begitu Tama berhasil dilumpuhkan dengan obat bius, Tama kini telah jatuh pingsan tak berdaya. Mungkin ini terkesan kejam, tapi melihat bagiamana Tama atau pria yang kini sudah diketahui namnya adalah Gorge sangat sulit untuk di bujuk maka mau tidak mau akhirnya mereka menggunakan cara yang agak kasar agar bisa membawa Tama atau Gorge kembali ke kediaman mereka, di kota besar.

" Gorge, banyak hal yang harus kau kerjakan dan kau urus, jadi maaf kalau caraku ini sangat tidak pantas. Aku memang belum tahu seberapa parah luka di kepalamu sampai kau harus kehilangan ingatan, tapi percayalah aku melakukan ini karena aku ingin menyelamatkanmu dari penyesalan, menyelamatkan banyak hal juga mengangkut dirimu. " Ucap Stacy sembari menguap kepala Gorge atau Tama dengan lembut. Padahal dia sudah nabati merindukan Gorge dan berharap begitu bertemu dengan Gorge mereka akan saling berpelukan untuk melepaskan rindu seperti kebiasaan mereka sebelumnya. Tapi gilanya dia malah harus mendengar kalimat bahwa Gorge sudah menikah dengan wanita lain tapi dia tetap harus bersabar dan tidak boleh gampang merajuk seperti dulu.

Hampir enam jam mereka berada di perjalanan menuju bandara, dan syukurlah akhirnya Gorge tersadar sebelum sampai di bandara.

" Apa yang kalian lakukan?! dimana aku sekarang?! " Tanya Gorge sembari berusaha melepaskan ikatan tali yang memilih tubuhnya bersatu dengan kursi.

Stacy menatap Gorge dengan tatapan sedih.

" Gorge, bisakah kau menurut kali ini? Kau tahu hilang ingatan yang kau rasakan ini membuatmu begitu asing saat bersamamu, tapi bisakah kau menurut saja untuk sekarang? Ibumu sedang menunggumu, Gorge. Sahabat baikmu, sekaligus pengawal setiamu sedang menjadi tahanan musuh bagaimana kau akan terus mengindari ini? Jika kau ingin kembali ke sini, maka selesaikan saja dulu masalahmu di sana. Aku janji aku tidak akan menghalangi, tapi nanti kau harus rajin memeriksakan diri dan berusaha mengingat ku dengan baik barulah boleh pergi dengan bebas. "

Gorge tidak bisa berkata-kata lagi, sepertinya apapun yang terjadi dan bagaimanapun memberontak, dia memang tidak akan di bebaskan. Sejujurnya perasaan untuk Mimu belum begitu dalam, tapi Gorge merasa begitu bersalah tapi dia juga sedih dan kecewa karena pada akhirnya dia meninggalkan Mimu seperti yang di takutkan Mimu.

Mimu, tunggu aku dan tolong bersabarlah ya? Aku janji saat semua urusan ini selesai aku akan cepat datang padamu. Entah ingatan ku akan kembali atau tidak, sumpahku adalah aku akan datang padamu setelah semua masalah ini selesai.

Seharian sudah Gorge dan yang lain menempuh perjalanan, akhirnya hampir mereka kini sudah sampai di sebuah bangunan megah yang sangat elegan dan terlihat jelas kalau pastilah mahal. Aneh, Gorge benar-benar merasa aneh karena dia sama sekali tidak terkejut dengan bangunan sebagus itu seolah dia sudah terlaku biasa untuk melihatnya.

" Ayo masuk, Gorge. " Stacy tersenyum manis, dia mencoba meraih tangan Gorge ingin menggandengnya masuk ke dalam rumah besar itu, tapi sayangnya Gorge malah merasa tidak nyaman jadi menepis tangan Stacy dan memasukkan tangannya kedalam saku.

Stacy lagi-lagi nampak sedih dan lesu, tapi hebatnya dia masih bisa berpura-pura tersenyum seolah tidak terjadi apapun.

" Gorge, di dalam ada Ibumu. Setelah kau pergi menghilang karena kecelakaan waktu itu, Ibumu benar-benar hampir tidak pernah keluar dari kamar dan selalu menangis. Dulu memang dia selalu datang ke lokasi dimana mobilmu mengalami kecelakaan, dia bahkan beberapa kali mendatangi mayat yang tidak dikenali demi memastikan apakah itu kau apa bukan, tapi sepertinya dia mulai putus asa dan hanya menangis di dalam kamar sembari memeluk photomu. "

Stacy membuang nafasnya seolah semua kejadian itu sangatlah berat untuknya. Dari cara dia berpura-pura tersenyum juga terlihat sangat penat dan lelah yang tak terbayangkan.

" Gorge, aku ingin menggandeng tanganmu karena memang itu adalah kebiasaan kita sebelumnya. Ibumu sangat setuju dengan hubungan kita, dia selalu meminta kita untuk selalu saja mesra dan saling mencintai, dia juga sudah puluhan kali meminta kita untuk segera menikah. Aku jadi terbebani dengan itu, jadi aku mohon ayo kita coba bersikap seperti dulu walaupun hanya sebagian kecil saja. "

Gorge tak berekspresi, dia membuang nafasnya saja saat Stacy menarik tangannya dari dalam saku dan menggenggamnya.

Tangannya kenapa tidak nyaman?

Stacy membawa Gorge untuk mengikutinya sampai di kamar yang ditempati oleh Ibunya Gorge, Stacy mengetuk pintunya beberapa kali dan bersuara memanggil Ibunya Gorge dengan lembut.

" Ibu, Ibu keluarlah dan lihat siapa yang datang. Aku tahu Ibu belum tidur kan? Tolonglah keluar dan lihat siapa yang datang, aku yakin Ibu pasti akan amanat menyukainya. "

Cukup lama Stacy dan Gorge berdiri di sana, hingga perlahan suara pintu yang di kunci tengah di buka, handle pintu tergerak dan pintu terbuka.

" Ibu? " Stacy tersenyum, sementara Ibunya Gorge yang tadi menatap Stacy langsung saja menatap ke arah samping dimana Gorge berada.

Seluruh tubuhnya gemetar, tatapan matanya yang penuh kerinduan, kebahagiaan menjadi satu menimbulkan rasa haru yang membuat kedua matanya memerah hingga meneteskan air mata. Dengan kedua tangan gemetar dan lelehan air mata yang sudah mulai banyak berjatuhan, Ibunya Gorge mencoba untuk meraih wajah Gorge demi untuk menyentuhnya dan memastikan bahwa itu semua adalah benar, pria muda yang mirip sekali putranya adalah benar. Anak super tampan yang dia lahirkan dan sudah di nyatakan meninggal karena tempat dimana dia hilang adalah hutan yang begitu banyak hewan buas dan bisa saja tubuhnya tak bisa di temukan karena habis di mangsa binatang hutan.

" Go Gorge? Gorge? "

Gorge tanpa sadar melepaskan tangan Stacy, meraih kedua tangan Ibunya dan meletakkannya di wajahnya seolah dia sendiri juga amat merindukan kedua tengah hangat itu.

" Gorge anakku, kau benar-benar anakku! "

Ibunya Gorge memeluk dengan begitu erat meski tubuhnya benar-benar gentar dan dingin. Ini mungkin bisa di sebut kekuatan seorang Ibu yang mujarab, karena begitu Ibunya memeluk Gorge seperti merasakan benar bagaimana kerinduan yang tiba-tiba saja dia rasakan.

" Gorge, kenapa tidak datang kepada Ibu? Ibu sudah hampir gila karena tidak bisa melihatmu, nak! "

" Maaf..... " Ucap Gorge karena dia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa dengan kondisinya begitu.

Setelah mereka cukup berpelukan untuk melepaskan rindu, Ibunya Gorge membawa Gorge untuk masuk ke dalam kamar, dan meminta Gorge menceritakan bagaimana bisa Gorge membutuhkan waktu selama ini untuk kembali ke rumah.

Dengan sedetail mungkin Gorge menceritakan kehidupannya mulai dari dia di temukan oleh Ayah Gito, hidup dengan Ayah Gito dan Mimu, menikahi Mimu, dan banyak hal lainnya.

" Kirim hadiah saja untuk mereka nak, kau bilang mereka sangat sederhana hidupnya bukan? "

Bersambung.