Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
power istri sah sang perwira
"Mas berangkat ke kantor dulu, nanti jam tiga aku akan kembali kesini untuk menjemput kamu. Istirahatlah, terimakasih sudah membuatku segar kembali." Pandu mengecup kening istri keduanya sebelum berangkat pergi ke kantor.
Clara melepas kepergian Pandu dengan hati bahagia.
Setelah Pandu meninggalkan kamar hotel dimana ada Clara di dalamnya. Nampak Risma sudah berada tak jauh dari kamar yang ditempati Clara dengan senyuman sinis.
"Keterlaluan kamu, Mas!
Sudah tau aku tak menyukai semua ini, tapi justru kamu nekad mendatangi wanita mu.
Baik, kita akan bermain main sedikit." Risma bergumam lirih dengan langkah terayun pelan.
Membuka ponsel miliknya, memastikan nomor yang dikirim Dokter Abas semalam.
Semalam dokter Abas sedang menghadiri undangan di hotel Merdeka dan tidak sengaja Melihat Pandu. Tanpa diketahui Pandu, dokter Abas mengikutinya sampai Pandu memasuki salah satu kamar di hotel Merdeka, lalu mengirimkannya pada Risma.
Itulah kenapa Risma bisa tau keberadaan Clara saat ini, dan melihat dengan kedua bola matanya sendiri, suami yang sekian tahun diperjuangkan keluar dari kamar hotel yang didalamnya ada perempuan lain. Menyedihkan.
Risma mengetuk pintu dengan perasaan yang dia sendiri tidak bisa memahaminya.
Tidak menunggu lama, pintu sudah dibuka.
"Kok sudah balik lagi Mas?" Tanpa melihat siapa yang datang, Clara dengan percaya diri, mengira itu Pandu yang kembali.
Namun seketika mulutnya terkunci, saat melihat yang ada dihadapannya bukan Pandu, melainkan Risma, istri pertama suaminya.
Clara nampak pucat dan salah tingkah, saat matanya beradu pandang dengan Risma yang menatapnya tajam dengan senyuman miring dari bibirnya yang tipis.
"Boleh saya masuk, Mbak?" Risma memulai obrolan dengan suasana yang kaku.
"Bo Leh, si lah kan mbak!"
Clara dengan gugup mempersilahkan Risma masuk kedalam kamarnya, masih berantakan bekas mereka memadu kasih.
Mata Risma menyapu seluruh ruangan, hatinya masih merasakan nyeri saat matanya menatap sprai yang terlihat berantakan.
Clara menyadari tatapan Risma dan langsung salah tingkah.
"Maaf, masih berantakan, belum sempat merapikan."
Clara membuka suaranya dengan gugup dan terlihat wajahnya sudah memucat.
"Apakah sehebat itu kalian bermain? Sampai sampai kamu tidak sempat membereskan seprainya?
Bagaimana rasanya?
Suamiku nikmat kan, mbak?"
Oh iya aku lupa, dia juga suami kamu ya?
Bagaimana rasanya menjalin hubungan di atas luka seorang istri, apakah naluri kamu sebagai perempuan sudah mati?"
Risma menatap tajam pada Clara yang menunduk dalam, menenggelamkan wajahnya dengan air mata yang menderas.
"Aneh, apakah sekarang perebut itu selalu merasa yang tersakiti saat istri sah mengetahui perselingkuhan suaminya?
Harusnya aku yang menangis,. Bukan kamu?"
Clara mendongakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap balik Risma yang terlihat tersenyum sinis ke arahnya, dengan pandangan meremehkan.
"Bukan salahku, mbak!
Tapi Mas Pandu lah yang mendatangiku, dia yang menawarkan hatinya terlebih dulu. Karena kami sadar, kami sama sama saling mencintai sebelum mbak datang di kehidupannya.
Jadi jangan salahkan aku. Aku mencintai Mas Pandu tulus dan bisa menerima pernikahan ini, berbagi hati dengan kamu, wanita yang hadir atas perjodohan, bukan cinta.
Biarkan Mas Pandu bersamaku, karena kami punya cinta itu, yang tak dimiliki oleh pernikahan kalian. Aku iklas kok, kalau Mas Pandu lebih banyak waktu bersama kalian."
Plak! Plak!
Risma melayangkan tamparan di kedua pipi Clara dengan hati mendidih. Bukannya meminta maaf tapi justru berani mengatur dan terkesan membenarkan kelakuannya yang sudah merusak pagar ayu dengan dalih kata cinta, bulshit!
"Jaga bicaramu, jangan pernah menghakimi pernikahan ku dengan mulut kotor mu itu!
Kamu bilang cinta, tulus dan iklas. Lantaran kamu tau siapa Mas Pandu saat ini. Seorang perwira yang memiliki gaji besar dan mampu mencukupi hidupmu, bukan?
Tapi apakah kamu masih akan berkata, Cinta, tulus dan iklas, setelah Mas Pandu tidak lagi mempunyai gaji besar dan bisa mencukupi hidupmu?
Upz, yang ada kamu akan pergi meninggalkan dia."
Risma tersenyum kecut dengan tatapan tak biasa dihujamkan pada wanita yang terlihat menatapnya tak suka.
"Cukup!
Jangan menghinaku, mbak!
Aku menerima Mas Pandu, karena aku benar benar mencintai dia dan itu tulus, tanpa melihat pangkat dan hartanya." sahut Clara lantang dengan air mata yang mengalir deras dari kedua matanya.
"Bagus!
Oke, aku pegang kata kata kamu. Karena setelah ini, itu akan terwujud. Kamu akan mencintai laki laki yang tak berpangkat dan tak berharta." Balas Risma angkuh dengan senyum menyeringai jahat.
"Maksudmu, apa mbak?" balas Clara bingung, tidak paham dengan apa yang di ucapkan Risma.
"Besok kamu akan tau maksud ucapanku. Dan terimakasih sudah mencintai suamiku apa adanya, meskipun tanpa ada uang nafkah. Dan satu lagi, terimakasih, kamu sudah menggantikan aku melayaninya di ranjang, tapi maaf aku tidak bisa memberimu bagian dalam hal nafkah. Selamat ya, kamu sudah menang meraih cintanya. Tapi aku sudah menggenggam kehormatan sebagai istri sah seorang perwira Pandu Aditama dan berhak menerima seluruh gajinya. Cinta bagiku tidak penting, karena lapar tidak akan kenyang hanya dengan makan cinta.
Permisi dan selamat datang di hari hari sulit kalian setelah ini."
Setelah puas mengatakan semua pemikirannya, Risma kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar hotel, dengan senyuman kecut yang terukir di bibir tipisnya.
Caranya yang elegan, tanpa harus bersikap bar bar dan cukup membalas seorang pelakor dengan menjatuhkan harga diri dan mentalnya, itu jauh lebih sakit dari menjambak dan memukul.
Clara terpaku, dengan pikiran kosong. Mencoba mencerna setiap kalimat yang dilontarkan Risma.
"Apakah dia akan melaporkan mas Pandu pada atasannya?
Jika benar, bagaimana dengan nasib pernikahanku dengan Mas Pandu?
Ya Tuhan kenapa harus serumit ini, bagaimana kalau Mas pandu di pecat, pasti dia akan sangat terpukul dan terpuruk. Egois sekali perempuan itu, pantas saja, Mas Pandu tidak pernah mencintainya. Argh sial!"
Clara berteriak dan mengacak rambutnya dengan kasar, cemas dan juga kesal bercampur menjadi satu. Belum ada satu bulan pernikahan nya dengan Pandu, tapi sudah ditempa masalah yang begitu rumit. Pikirannya berkelana dengan bermacam kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Semakin dipikirkan akan semakin membuatnya tersiksa oleh rasa cemas.
"Aku harus memberitahu Mas Pandu, kalau istrinya datang menemui ku dan mengancam ku dengan kata kata pedasnya. Biar Mas Pandu tau, seperti apa perempuan yang dia nikahi itu. Serakah dan egois!"
Clara mengambil ponselnya dan memencet nomor Pandu, namun berulangkali memanggil, tak kunjung diangkat oleh Pandu.
"Argh, kemana sih Mas Pandu?
situasi lagi begini, sulit banget dihubungi. Jangan sampai wanita itu menguasai semua milik Mas Pandu, aku juga istrinya, aku juga berhak mendapatkan nafkah dari suamiku. Awas saja, kalau sampai perempuan itu mengambil semua, aku tidak akan tinggal diam."
Clara terus menggerutu dengan dada bergemuruh kesal, hingga tidak sadar siapa dirinya dan posisinya yang tak diakui institusi.
Sekeras apapun dia memperjuangkan haknya, tetap akan kalah dengan power seorang istri sah sang perwira yang namanya sudah tercatat dan diakui.