Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA PULUH DUA
Setelah melakukan penerbangan selama kurang lebih 2 jam lamanya, akhirnya Mentari pun telah kembali ke Jakarta. Ia sengaja pulang pagi ini sebab siangnya ia harus mengikuti sidang lanjutan dengan agenda mediasi. Ia juga ingin melihat, apakah Shandi memang merealisasikan perkataannya ingin berusaha membatalkan gugatan perceraian mereka.
Ya, selama 1 bulan ini, hampir setiap hari Shandi mencoba menghubunginya, namun tidak Mentari gubris sama sekali. Pantang menyerah, Shandi pun memberondong Mentari dengan pesan-pesan yang menggelikan. Apalagi semenjak foto-fotonya viral membuat calon mantan suaminya itu kian kepanasan.
[Sayang, aku mohon, batalkan gugatan perceraian itu!]
[Sayang, aku nggak mau cerai sama kamu.]
[Tari sayang, kembalilah ke rumah. Aku kangen kamu dan masakanmu.]
[Tari, kamu dimana, sayang?]
[Tari, kamu di Bali?]
[Tari, kamu liburan sendirian kan?]
[Sayang, hapus foto-foto kamu itu!]
[Tari, kenapa kamu tidak pernah membalas pesan-pesanku?]
[Tari, kamu dapat duit dari mana bisa pergi liburan?]
[Sayang, kok kamu makin cantik sih! Pulang dong, mas kangen sama kamu.]
Mentari terkekeh geli setiap membaca pesan-pesan tersebut.
Tapi ada beberapa komentar di postingannya yang membuatnya naik pitam, siapa lagi kalau bukan calon mantan adik ipar dan calon mantan madunya. Mereka menuding Mentari menjadi simpanan om-om. Bahkan Erna mengatakannya sugar baby karena tiba-tiba bisa banyak gaya dan memakai barang-barang mewah. Mentari sampai heran, mengapa mereka tak pernah satu kali saja berpikir positif tentang dirinya. Selalu saja berpikir negatif. Menilai sesuka mereka. Merendahkan dan mencemooh seperti sebuah hobi yang akan membuat mereka sakit bila tidak menyalurkannya sama sekali. Sebenarnya Mentari ingin memblokir aku mereka, tapi biarlah. Perlahan tapi pasti, Mentari akan mengungkap identitas rahasia dirinya dan membuat mereka semua menyesal karena telah membuang dirinya.
...***...
"Tari, akhirnya aku bisa melihatmu, sayang," ucap Shandi dengan wajah berbinar saat melihat Mentari melangkah masuk ke ruang sidang. Penampilannya yang anggun dan berkelas sangat cocok dengan wajah cantik dan tubuhnya yang ramping serta putih mulus. Membuat Shandi sampai menelan ludahnya karena melihat penampilan Mentari yang sangat jauh berbeda.
Shandi yang terpesona bergegas mendekat hendak memeluk tubuh Mentari, tapi sebelum tangan Shandi menyentuh tubuh Mentari, Mentari justru lebih dahulu mundur, menghindari Shandi.
Shandi sampai tertegun di tempatnya. Apalagi saat melihat ekspresi Mentari yang seolah jijik dengannya.
"Sayang, kamu ... kenapa? Apakah segitu jijiknya kamu sama aku?" tanya Shandi dengan wajah sendunya.
"Menurutmu?" sinis Mentari.
"Sayang, aku mohon batalkan gugatan perceraian ini! Kau tahu bukan, aku sangat mencintaimu," melas Shandi.
"Maaf mas, aku sudah tidak berminat kembali lagi padamu. Aku tak sudi lagi kembali ke neraka itu bersamamu. Apalagi setelah apa yang kau lakukan di belakangku, mas. Kau berzina, kemudian menikah secara diam-diam dengannya, kau pikir setelah apa yang kau lakukan itu, aku masih mau kembali padamu, hm? Nggak. Hidupku terlalu berharga untuk aku habiskan sia-sia dengan dirimu dan keluarga benalumu itu!" ucap Mentari sinis.
Sontak saja, ucapan Mentari barusan seakan mencabik harga diri Shandi. Ia paling pantang keluarganya diremehkan apalagi dihina seperti itu. Padahal apa kurangnya dia, pikir Shandi. Padahal dirinya sudah merendahkan diri ingin tetap mempertahankan Mentari yang baginya tidak bisa apa-apa dan tidak bisa melakukan apapun tanpa dirinya. Apalagi dengan kekurangan Mentari yang tidak bisa memberikan keturunan, seharusnya Mentari bersyukur sebab ia masih menerima kekurangannya dengan tangan terbuka. Bahkan ia pun masih mau mencintai. Tapi Mentari justru menolaknya mentah-mentah dan kini berani menghina keluarganya secara terang-terangan. Shandi tentu saja tidak terima dengan perkataan tersebut.
Padahal selama ini Shandi pun tidak pernah berbuat kasar pada Mentari, tapi kini sepertinya ia tak mampu lagi mengontrol emosinya. Kemudian dengan tanpa rasa bersalah, Shandi menghina dan mencaci maki Mentari membuat perempuan itu semakin sakit hati dan kecewa.
"Tutup mulutmu jalaaang sialan!" bentak Shandi membuat beberapa orang yang sudah hadir di ruang persidangan sampai menoleh ke arah mereka. "Tak usah sok suci kau jalaang! Kau pikir aku tak tahu kalau kau menjual dirimu di luar sana hanya demi berpenampilan mewah seperti ini. Seharusnya kau bersyukur aku masih mau menerimamu dan mempertahankanmu yang banyak kekurangan ini. Sudahlah mandul, miskin, yatim piatu, tidak berpendidikan, dan murahan pula. Aku jadi semakin yakin harus melepaskanmu. Benar kata mama, tak ada gunanya mempertahankan wanita murahan dan mandul seperti kamu. Dan aku ingatkan kau, bukan keluargaku yang benalu, tapi kau. Memangnya kau selama ini hidup dari uang siapa, hah? Pengangguran saja sok-sokan menghina keluargaku benalu. Cih, dasar menjijikkan. Kau ingin bercerai kan? Baiklah, tak perlu mediasi-mediasi lagi. Dengarkan aku Mentari, mulai hari ini aku talak 3 dirimu dan mulai hari ini aku haramkan diriku atas dirimu. Sekarang kau puas kan! Dasar bitchhh!" ucap Shandi dengan suara menggelegar sampai memenuhi ruang persidangan. Setelah mengatakan hal tersebut, Shandi pun segera berlalu dari ruang persidangan meninggalkan Mentari dengan bara kebencian yang kian bergelora.
"Terima kasih atas 7 tahun kebersamaan kita, mas. Mulai hari ini, kisah kita sudah benar-benar berakhir. Terima kasih juga atas segala penghinaan dan caci makimu. Semoga kau tak menyesali setiap kata-kata yang kau lontarkan itu karena sampai kapanpun aku takkan memaafkannya," gumam Mentari pelan dengan tangan terkepal kuat.
Dadanya bergemuruh hebat. Ia tak menyangka, Shandi, laki-laki yang biasanya selalu berlaku lembut padanya bisa melontarkan kata-kata tajam tersebut. Hatinya benar-benar sakit. Ia benar-benar kecewa. Ia tak menyangka, laki-laki yang telah membersamainya selam 7 tahun ini, 2 tahun masa berpacaran dan 5 tahun masa menjalin rumah tangga, bisa melontarkan kata-kata tajam penuh penghinaan dan kasar.
Bukankah seharusnya dirinya yang marah karena dikecewakan, tapi kenapa Shandi justru seolah-olah tak terima dengan kata-katanya yang benar adanya. Ia tak terima ia mengatakan kalau keluarganya hanyalah benalu. Sebentar lagi, sebentar lagi, ia akan tahu, apa yang ia katakan itu bukan sekedar kata-kata. Sudah cukup pengorbanannya selama ini.
"Silahkan merasa di atas angin sekarang! Sebentar lagi, kalian akan tahu, kalian bukanlah apa-apa tanpa diriku."
Mentari menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya. Kemudian, dengan langkah pasti, ia keluar dari ruang sidang. Semua pasti sudah mendengar kan kata-kata Shandi tadi. Secara agama kini hubungan dirinya dan Shandi telah benar-benar usai. Ia hanya tinggal menunggu keputusan pengadilan saja. Ia tahu, tanpa hadirnya pun semua pasti akan berjalan sesuai rencana. Perceraian itu sudah di depan mata. Jadi dengan ketiadaan dirinya pun semua pasti akan segera berakhir. Entah nanti masih ada sidang lanjutan atau tidak, yang pasti saat ini Mentari ingin segera menenangkan dirinya yang sedang merasa hancur dan patah.
Setelah Mentari benar-benar berlalu dari sana, seorang pria dengan pakaian necis menekan sesuatu di telinganya dan berbicara.
"Segera bereskan semuanya!"
"Baik, pak!" sahut pria berpakaian necis tersebut.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...