Benalu Dalam Rumah Tanggaku
"Mama," ucap Mentari setelah membuka pintu dengan nafas tersengal. Ia tadi sedang mencuci pakaian di belakang jadi ia tidak tahu kalau ibu mertuanya datang. "Maaf, ma, tadi Tari sedang mencuci baju di belakang jadi nggak kedengaran mama ngetuk pintu," ujar Mentari menjelaskan dengan lembut dan sopan. Lalu Mentari mempersilahkan ibu mertuanya itu masuk diikuti adik iparnya, Rahmi
"Alasan. Pasti kamu sengaja kan buat saya berdiri di sini lama-lama! Dasar, menantu kurang ajar, nggak tahu diri," desis Rohani sambil berdecak kesal.
Mentari menghela nafas panjang sembari beristighfar dalam hati. Meminta dipanjangkan rasa sabarnya sebab wanita yang ada di hadapannya ini adalah ibu dari suaminya. Wajib baginya menghormati sang ibu mertua karena semenjak ijab kabul terucap, ibu sang suami pun sudah berganti status menjadi ibunya juga. Mentari tidak menjawab tuduhan Rohani sebab seperti pengalaman sebelum-sebelumnya, menjawab pun bukannya menyelesaikan masalah. Justru memperbesar masalah. jadi tak apalah ia menahan ego ingin berkonfrontasi dari pada kepalanya makin pusing karena pertengkaran yang memuakkan.
"Maaf, Ma," ujarnya pelan.
"Halah, maaf, maaf, selalu saja begitu. Dasar menantu nggak guna. Nggak tahu diri. Benalu. Cuma tahunya nyusahin terus ngabisin uang anak saya saja," hardik Rohani dengan nada mencemooh. Sudah kebiasaan wanita paruh baya itu setiap bertemu dengan Mentari selalu saja mengeluarkan kata-kata kasar dan hinaan.
Mentari tidak henti-hentinya mengucap istighfar dalam hati. Entah sampai kapan ibu mertuanya itu akan bersikap seperti itu padanya. Dulu Mentari pikir, ibu mertuanya akan berubah seiring bergulirnya waktu. Tapi nyatanya, makin hari, Rohani seakan kian membencinya. Jangankan untuk mendapatkan perhatiannya, mendengar kata-kata lembut saja ia tak pernah.
Mentari pernah mengadukan sikap ibunya ini pada sang suami, Shandi. Tapi bukannya dapat pembelaan, ia justru dihardik tidak menghormati ibunya dan disebut menantu durhaka. Alhasil, semenjak saat itu, ia selalu bungkam bagaimana pun sikap sang ibu mertuanya. Percuma saja pikirnya meminta bantuan dan dukungan, kalau semuanya justru akan berakhir dirinya lah yang dianggap salah.
'Astagfirullahal 'adzim.'
'Astagfirullahal 'adzim.'
'Astagfirullahal 'adzim.'
"Mama mau minum apa?" tanya Mentari sopan. Pantang baginya meninggikan suara pada orang yang lebih tua. Tapi bukan berarti ia akan seperti itu selamanya. Ia hanya menunggu, sampai kapan ia mampu bertahan.
"Tidak usah basa-basi. Shandi sudah gajian kan! Mana jatah saya," ucap Rohani tanpa basa-basi. Langsung ke pokok tujuannya datang kesana. Lagipula ia enggan berlama-lama di rumah itu sebab sedari dulu ia tak pernah menyukai menantunya itu. Sudah pendidikan rendah, yatim piatu, tak punya pekerjaan pula. Tak ada yang dapat ia andalkan ataupun banggakan selain kecantikan. Tapi cantik saja tidak membuatnya puas.
Mentari memang jauh sekali dari tipe menantu idamannya. Andai saat itu Shandi tidak memaksa, ia tentu sudah menolak Mentari sebagai menantunya dan menikahkan Shandi dengan perempuan lain yang lebih kaya dan berkelas. Tak peduli gadis atau janda, asal banyak uang atau memiliki pekerjaan yang dapat ia banggakan, ia dengan senang hati menerimanya.
"Sebentar, Ma," ujar Mentari lembut. Lalu Mentari pun segera membalik badannya menuju kamar untuk mengambil uang bagian mertuanya.
Ya, setiap gajian Shandi akan menyerahkan gajinya pada Rohani dan menyisakan beberapa saja untuk pegangannya. Ia meminta Mentari mengatur keuangan juga memberikan bagian untuk ibundanya juga keperluan adik-adiknya. Shandi memiliki dua orang adik. Septi masih duduk di semester 4 bangku kuliah, sedangkan Septian masih SMA kelas 11. Ayahnya telah tiada karena itu sudah menjadi tanggung jawab Shandi untuk mengurus dan memenuhi kebutuhan ibu dan adik-adiknya. Dengan patuh, Mentari mengatur keuangan rumah tangganya sebaik mungkin. Walaupun uang yang diberikan sebenarnya jauh dari kata cukup, Mentari tak pernah mempermasalahkannya. Selagi bisa, ia akan menutupi kekurangan itu dengan sumber keuangan rahasianya.
"Hah! Segini? Kau pikir ini cukup? Tambah. Cepat, saya harus segera menghadiri arisan," tukas Rohani seraya membentak saat melihat uang yang diberikan Mentari hanya bernilai 2 juta rupiah saja.
"Maaf, Ma Nggak bisa. Itu sudah lebih dari cukup. Belum lagi saya harus memberikan bagian untuk Septi dan Tian," ucap Mentari yang memang tak bisa memberikan uang semaunya pada sang ibu mertua. Uang yang diberikan Shandi hanya 5 juta dari total gaji 7 juta. Dari yang 5 juta itu harus ia atur sebaik mungkin agar mencukupi bukan hanya untuk satu keluarga, tapi 2 keluarga, yaitu keluarga suaminya.
"Nggak usah alasan kamu. Uang ini uang anak saya, sudah jadi hak saya ingin menggunakannya. Kamu itu memangnya siapa? Hanya istri nggak guna aja. Udah kere, nggak punya penghasilan, pendidikan rendah, mandul juga, cuma bisa jadi benalu anak saya aja. Ingat, anak laki-laki itu milik ibunya, bukan milik istrinya. Cepat kemana uang-uang itu. Saya sudah terlambat," sinis Rohani dengan sorot mata mendelik.
"Uangku juga siniin, mbak. Aku mau buat tugas. Butuh banyak duit untuk buatnya. Jadi tambahin mbak ya!" sela Septi santai seolah-olah Mentari memiliki alat percetakan uang jadi mereka bisa meminta uang sesukanya.
"Ma, maaf Tari nggak bisa kasi lebih. Kamu juga Sep, seharusnya kamu atur dong pengeluaran kamu. Kan mbak udah beliin laptop jadi kan seharusnya nggak butuh duit terlalu banyak untuk membuatnya," tolak Mentari halus.
Seraya mengulurkan uang sejumlah 1.500.000 rupiah untuk satu bulan.
"Heh mbak, mentang punya laptop bukan berarti bikin tugas itu nggak perlu biaya. Mbak tahu apa sih? Mbak aja tamatan SMA, mana tahu sulitnya tugas kuliah dan banyaknya dana yang aku butuhin. Udah deh mbak, nggak usah banyak cingcong, entar aku bilangin kak Shandi nih kalo mbak Tari masih aja pelit. Uang juga uang kakak aku kok, bisanya protes mulu," cerca Septi bersungut-sungut saat menerima uang dari Mentari. Bibirnya mengerucut sebal. Padahal bila ia dapat mengatur pengeluaran dengan bijak, uang sejumlah Rp 1.500.000,- itu lebih dari cukup sebab uang untuk bulanan maupun semesteran Mentari sendiri yang membayarnya.
"Udah, udah, daripada banyak omong mending sekarang kasiin uang kamu, cepat. Saya sudah telat ini," sergah Rohani seraya menabrak bahu Mentari lalu masuk ke dalam kamarnya. Bahkan tanpa sungkan ia membuka lemari Mentari dan mengacak-acak isinya untuk mencari uang Mentari.
"Ma, jangan! Itu untuk keperluan sehari-hari, belum lagi uang untuk Tian, jadi tolong jangan ambil semua!" sergah Mentari saat sang mama mertua mengambil lembaran merah yang ada di selipan bawah baju Mentari.
"Wah, yang mbak ternyata lumayan banyak juga ya! Wah, mbak bisa-bisanya ya sembunyikan duit segini banyak dari kami! Pasti mbak mau senang-senang sendiri kan!" ketus Septi sinis.
"Sep, itu buat kebutuhan sehari-hari mbak dan mas Shandi. Belum lagi untuk tagihan listrik dan air. Uang jajan Tian dan SPP serta cicilan motornya juga disitu. Jadi tolong, jangan diambil," jelas Mentari berharap mertua dan adik iparnya itu mengerti.
"Halah, alasan! Pasti kamu mau nikmati uang ini sendiri kan! Ini, saya ambil satu juta. Nah kamu Septi, lima ratus ribu cukup kan?" ucap Rohani seraya mengulurkan lima lembar uang merah ke arah Septi.
Dengan girang Septi menerima uang tersebut, "cukup, Ma. Makasih ya, ma. Mama emang yang terbaik. Paling ngerti aku," ucap Septi dengan wajah berbinar cerah.
Mentari hanya bisa menghela nafas panjang. Ia sebenarnya sudah tidak heran lagi dengan sikap mertua dan adik iparnya itu. Mereka memang selalu saja seperti itu, sewenang-wenang. Tak mempan dicegah apalagi dinasehati. Mereka selalu semaunya sendiri, tanpa peduli orang lain. Entah sampai kapan mereka akan berbuat sedemikian. Selalu saja menghina dan merendahkannya. Menganggap dirinya benalu. Padahal kalau ditilik lebih dalam, siapapun dapat menilai siapa yang sepantasnya menyandang predikat sebagai seorang benalu.
...***...
Please like, komen, tonton iklan, vote, dan dukungan lainnya ya kak! Jangan boom like atau baca lompat-lompat ya kak biar dapat feel-nya. 😁
...***...
...****HAPPY READING 🥰🥰🥰****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
neng ade
aku ga bakal tahan hidup kaya gitu .. mending keluar deh mau cerai juga ya silahkan dari pada batin terus2 an disiksa sm suami dan keluarga nya
2024-10-29
0
neng ade
kurang ajar amat sih sikap nya ga ada akhlak nya .. berani banget masuk kamar terus acak2 lemari nyari duit .. diihh .. aku mah langsung keluar aja deh dari rumah itu .. bodo amat sm ibu mertua dan adik ipar yg ga tau sopan santun
2024-10-29
0
Capricorn 🦄
j
2024-10-24
0