Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.
Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.
"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Kamu Lihat Orangnya?
Perlahan kelopak mata Aby mulai terbuka. Hal pertama yang hadir dalam pandangannya adalah wajah Embun yang tak lagi memucat. Semalam, setelah masuk kembali ke tenda, ia menjalankan saran dari Haikal. Terbukti, setelah melakukan metode skin to skin, Embun benar-benar membaik. Kurang dari satu jam, ia sudah tidak menggigil lagi dan tubuhnya mulai menghangat.
Aby membenarkan selimut yang melorot, lalu kembali melingkarkan tangan di punggung polos wanita itu. Kemudian membenamkan ciuman di kening, yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
"Ini Pipa Rucika ngapain bangun lagi, sih?"
Embun pun menggeliat ketika samar-samar merasakan benda kenyal menyentuh kening. Sebuah sentuhan yang memaksanya untuk membuka mata. Masih antara sadar dan tidak, ia mengerjap beberapa kali. Menatap lekat wajah yang berjarak kurang dari satu jengkal darinya.
"Aaa!" Jeritan Embun menggema pagi itu, bersamaan dengan gerakan tangannya yang cepat mendorong Aby agar menjauh dari tubuhnya. Betapa tidak, ia baru menyadari tidak mengenakan atasan. Bagian dadanya hanya tertutupi oleh benda menyerupai bentuk kacamata.
"Tenang, Embun, jangan teriak!" bujuk Aby seraya meletakkan jari telunjuk di depan hidung.
"Kamu ngapain di sini?" tanyanya dengan ekspresi masih terkejut. Dengan gerakan cepat ia menarik selimut demi menutupi bagian dadanya. Sorot matanya meneliti tempat mereka berada sekarang.
"Kamu tenang dulu!" Aby masih berusaha membujuk, tetapi Embun menatapnya penuh selidik. "Semalam kamu kena hipotermia. Kamu terus menggigil dan aku nggak punya pilihan selain melakukan ini. Kamu tenang aja, aku nggak berbuat apa-apa selain peluk kamu," ujarnya bersungguh-sungguh.
Kesadaran Embun perlahan kembali sepenuhnya. Mencoba mengingat-ingat kejadian kemarin, sebab segalanya masih samar dalam ingatan. Yang ia ingat adalah kemarin Dewa memberinya tugas untuk mengumpulkan kayu bakar, sebelum akhirnya merasakan dorongan kuat di punggungnya dan terperosok ke dalam tebing.
Semalam, Embun sempat membuka mata beberapa menit setelah Aby, Dewa dan Haikal berhasil membawanya ke dari tebing. Namun, Embun dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya, sehingga segalanya terasa samar-samar.
"Kenapa kamu bisa ke mari?" tanya Embun kemudian.
Aby terdiam beberapa saat. Memikirkan sebuah alasan yang membuatnya nekat menyusul. Mau ditaruh di mana mukanya jika Embun tahu bahwa kedatangannya dipicu oleh foto kiriman Vania?
"Aku dihubungi Dewa, katanya kamu hilang. Aku panik, makanya aku cepat menyusul."
"Oh ...."
Embun menundukkan kepala dengan memeluk selimut di dadanya. Kedua sisi pipinya mulai memerah. Sejak menikah, ini adalah pertama kali ia berada dalam posisi sedekat ini dengan suaminya.
"Apa kamu juga yang ganti semua baju aku?" Wajah Embun semakin memerah setelah menanyakan hal itu. Jika Aby yang mengganti pakaiannya, sudah pasti suaminya itu melihat seluruh tubuhnya.
"Nggak. Aku minta tolong teman perempuan kamu untuk bantu ganti baju kamu."
Embun dapat bernapas lega sekarang. "Makasih sudah bantu aku, dan makasih juga sudah menyusul."
Sementara Aby yang duduk berselonjor dengan bertelanjang dada hanya menganggukkan kepala. "Ngomong-ngomong kamu nggak ada yang sakit selain lecet-lecet, kan?" tanyanya hendak memastikan.
Embun menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri. Memastikan tidak ada bagian yang sakit selain beberapa lecet di sekitar lengan dan pinggang bagian belakang, karena berbenturan dengan bebatuan.
"Cuma tangan sama lutut aku yang sakit."
"Coba sini aku lihat." Aby langsung mendekat dan meraih lengan kanan Embun. Terdapat memar kebiruan di sana.
"Sakit, jangan ditekan."
"Iya, maaf," ujarnya sambil memeriksa lengan istrinya. "Ini nggak apa-apa. Mungkin terbentur saat kamu jatuh."
Embun mengangguk.
Aby kemudian meraih baju kaus yang dikenakan semalam dan memakainya. Lalu, melirik Embun setelahnya.
"Kamu bisa pakai baju sendiri?"
"Aku bisa," jawabnya seraya melirik pakaian miliknya yang berada tepat di atas tas ransel.
"Ya sudah, kamu pakai baju dulu, aku akan keluar."
Aby segera keluar dari tenda agar Embun dapat mengenakan pakaiannya. Tak jauh dari sana ada beberapa orang yang sedang melakukan aktivitas pagi bersama Haikal.
"Bagaimana keadaan Embun?" tanya Haikal, saat melihat Aby mendekat.
"Sudah lebih baik. Semalam nggak menggigil lagi," jawab Aby memulas senyum tipis. Ia merasa lega sekarang, setelah semalam disergap rasa takut yang begitu besar.
"Kamu apain?" Haikal tersenyum dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Kan kamu yang ajar."
Haikal terbahak sambil menepuk bahu Aby. "Wah, kesempatan dalam kesempitan ini. Kebetulan tadi malam dingin banget."
Tanpa disadari oleh Aby dan Haikal, sepasang telinga mendengarkan pembicaraan mereka. Dewa hanya dapat mengusap dada mendengar penuturan Aby.
***
Duduk di samping Aby, Embun menyeruput teh manis hangat pagi itu. Tubuhnya masih terlihat cukup lemah akibat benturan semalam. Namun, setidaknya ia merasa lebih baik.
"Embun, kamu ingat bagaimana kamu bisa terperosok ke tebing semalam?" tanya Dewa tiba-tiba.
Embun menganggukkan kepala. Ia masih bisa mengingat kejadian kemarin meskipun samar-samar.
"Aku lagi ambil gambar sunset, Kak. Tiba-tiba aku merasa ada yang dorong dari belakang."
Jawaban Embun membuat semua orang yang ada di perkemahan terkejut. Termasuk Vania dan Mega. Sementara Aby sudah terlihat mengetatkan rahang. Apakah memang ada yang sengaja ingin mencelakai Embun? Pertanyaan itu terbesit di benaknya.
"Didorong? Kamu yakin?" Dewa hendak memastikan.
"Iya, Kak."
"Kamu sempat lihat orangnya?" Dewa terlihat semakin penasaran.
Embun terdiam beberapa saat, seperti memikirkan sesuatu, lalu menatap beberapa orang di hadapannya.
****
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭