Pengkhianatan Di Malam Pertama
Embun berdebar membuka kebaya putih yang membalut tubuhnya. Ini adalah malam pertama pernikahannya dengan seorang pria bernama Abimanyu Fahreza Ardhana.
Ia semakin berdebar melihat lingerie tipis pemberian sahabatnya. Pipinya mendadak memerah. Ini akan menjadi pertama kali Embun memperlihatkan bentuk tubuhnya kepada seorang laki-laki. Ia masih ingat pesan ibunya semalam, bahwa seorang istri harus menjalankan kewajiban kepada suami.
Setelah mengatur napas yang memburu, wanita itu pun memberanikan diri keluar dari kamar mandi setelah mendekam hampir satu jam. Lingerie tipis berwarna hitam yang membalut tubuhnya ia sembunyikan di balik bathrobe tebal.
Akan sangat memalukan jika dirinya keluar dalam keadaan hanya memakai gaun malam itu. Setidaknya, Aby lah yang harus memulai lebih dulu mengajaknya mengarungi malam indah mereka.
Ia menunduk malu saat melihat suaminya yang hanya menggunakan celana panjang. Dadanya dibiarkan terbuka memamerkan bentuk tubuhnya yang menggoda. Abimanyu Fahreza Ardhana, seorang pria berusia 26 tahun itulah yang pagi tadi telah menghalalkan dirinya.
Aby dulu adalah seniornya di kampus. Sedangkan Embun kini masih tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas ternama di kotanya.
Wanita cantik berusia 21 tahun itu semakin berdebar-debar ketika imajinasinya terbang memikirkan apa yang akan terjadi malam ini. Apakah Aby akan meminta haknya sebagai suami? Hanya dengan memikirkan hal itu saja sudah mampu membuat kedua sisi pipinya merah.
Sebenarnya, pernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang dilakukan Galang, putra sulung di keluarga Ardhana. Galang yang berkendara dalam keadaan mengantuk tanpa sengaja menabrak ayah Embun hingga terluka cukup parah dan akhirnya menghembuskan napas terakhir di rumah sakit. Tak ingin putranya diproses secara hukum, keluarga Ardhana berniat mencari jalan damai. Yaitu dengan membayar santunan dalam jumlah besar dan menjalin hubungan baru, yaitu dengan menikahkan Embun dengan Galang.
Nahas, Galang menghilang dua hari sebelum resepsi pernikahan. Sehingga mau tak mau Aby harus menggantikan posisi kakaknya untuk menutupi aib keluarga.
Embun meremas bathrobe dengan gugup ketika Aby menatapnya. Sorot matanya yang tajam, alis tebal, dan bibirnya yang sensual. Belum lagi tubuhnya yang tinggi menjulang benar-benar menjadi perpaduan sempurna.
"Kenapa lama di kamar mandi?" Pertanyaan Aby menjadi dialog pertama sepasang suami istri itu sejak memasuki kamar.
"Aku habis mandi, Mas."
"Oh, ya sudah. Kamu siap-siap."
Embun merasa dadanya semakin bergemuruh ketika suaminya itu berjalan ke arah lemari dan membuka celana dengan santai hingga hanya menyisakan bokser yang menutupi area pribadinya. Ia menelan saliva, tubuh Aby memang terbilang atletis.
Dalam kewarasan yang terbang entah ke mana, Embun membalikkan tubuh. Tangannya mulai berkeringat. Jangan ditanya semerah apa pipinya sekarang. Ia bahkan terpaku di tempatnya berdiri selama beberapa menit.
"Ini sudah kewajiban kamu sebagai istri, Embun." Ia memantapkan hati untuk menyerahkan tubuhnya kepada sang suami malam ini.
"Loh, kenapa belum siap-siap?" Suara dari belakang membuat Embun merinding.
"I-iya, Mas ... sebentar," ucapnya gugup. Baru saja tangannya bergerak untuk menarik tali bathrobe, Aby sudah kembali membuka suara.
"Dandan yang cantik, ya. Aku sudah pilih restoran."
Sepasang manik cokelat Embun melebar. Tangannya bergerak cepat mengikat kembali tali bathrobe. Lalu, membalikkan tubuhnya. Aby tampak sudah rapi dengan pakaian kasual dan berdiri di depan meja rias sembari merapikan rambutnya.
"Restoran?"
"Iya, kita akan makan malam di luar."
"Oh ...." Embun menunduk sambil berjalan ke dekat lemari. Di sana ada koper miliknya yang belum sempat ia benahi.
Setelah mengambil pakaian miliknya, wanita itu segera masuk kembali ke kamar mandi untuk berpakaian. Sangat memalukan, ia pikir Aby akan meminta haknya sebagai suami. Nyatanya ingin mengajaknya makan di luar.
Hanya dalam beberapa menit, Embun sudah keluar dari kamar mandi. Setelah siap, sepasang suami istri itu meminta izin kepada kedua orang tua Aby untuk keluar bersama.
"Memangnya kalian nggak capek seharian ini?" tanya sang bunda.
"Nggak, Bunda. Lagian aku sama Embun butuh bicara banyak berdua," jawab Aby.
"Tempat paling tepat untuk bicara bagi pengantin baru ya di kamar, Aby," sambar Ayahnya, yang kini tengah menikmati secangkir teh dan camilan.
"Kan masih banyak waktu, Yah. Aku sama Embun juga belum saling kenal dengan baik."
Tak ingin mengulur waktu, Aby segera berpamitan kepada kedua orang tuanya. Selayaknya seorang suami yang baik dan perhatian, ia merangkul istrinya keluar dari rumah, membukakan pintu mobil dan mengajak mengobrol sepanjang jalan.
Setibanya di restoran, Aby menarik kursi untuk Embun. Kemudian duduk tepat di hadapannya sambil membaca buku menu.
"Kamu suka makan apa?" tanyanya.
"Apa saja, Mas."
Sesekali Embun melirik Aby yang sedang terfokus memilih menu. Hatinya terasa berbunga-bunga. Ini adalah pertama kali ada lelaki yang memperlakukannya dengan sangat baik. Aby memang terkesan dingin dan datar. Tetapi, cukup perhatian di mata Embun.
Tanpa perlu menunggu lama, semua menu pesanan Aby sudah tersedia di meja. Embun yakin Aby kerap mengunjungi restoran itu, karena terlihat cukup akrab dengan beberapa waiters. Selain itu, ia tahu menu apa saja yang menjadi andalan di restoran itu.
"Embun ... sebenarnya ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan kamu. Soal pernikahan kita."
"Hal penting apa, Mas?"
Pria itu menarik napas dalam. Tangannya mengulur menggenggam tangan istrinya. "Sebenarnya aku tidak enak sama kamu. Tapi ... aku tidak mau kamu tahu belakangan."
Kerutan tipis terukir di dahi Embun mendengar jawaban suaminya. "Maksudnya?"
"Sebenarnya ... aku belum mau menikah, tapi ayah dan bunda memaksa karena Kak Galang kabur."
Embun merasakan tubuhnya meremang mendengar setiap kata yang terucap dari bibir suaminya.
"Jadi kamu ajak aku ke mari hanya untuk mengatakan itu?"
"Bukan hanya itu. Aku ... mau kamu tahu bahwa aku sebelumnya sudah punya kekasih. Kamu pasti kenal Vania, kan?"
Embun terdiam memikirkan pemilik nama yang baru saja disebut suaminya. "Vania?"
"Benar. Kamu pasti kenal karena dia seangkatan dengan kamu. Hubungan kami sudah berjalan satu tahun. Malam ini, dia juga ada di sini."
Tiba-tiba Embun merasakan lemas di seluruh tubuhnya. Sendok di tangannya terjatuh begitu saja. Kejutan yang ia pikir akan berakhir indah justru membuat dadanya sesak.
"Aku mohon pengertian kamu. Hari ini Vania sangat terpukul dengan pernikahan kita. Aku tahu ini tidak adil untuk kamu, tapi ini juga tidak adil untuk Vania."
Embun tak tahu harus berkata apa. Pikirannya terbang entah ke mana. "Lalu apa yang sebenarnya kamu inginkan?"
Dengan penuh keraguan, Aby berkata, "Aku tidak bisa menjadi suami yang sebenarnya untuk kamu. Maaf."
"Tapi kenapa sebelumnya kamu tidak menolak?" tanya Embun, berusaha menguatkan hatinya.
"Aku tidak punya pilihan lain. Ayah sedang sakit dan keadaan benar-benar memaksa."
"Kamu hanya memikirkan keluarga kamu. Apa kamu tidak memikirkan akibatnya untuk aku?"
"Maaf, Embun." Hanya itu yang dapat terucap dari mulut Aby mewakili rasa bersalah. "Aku juga serba salah."
Embun menatap suaminya, yang sesekali melirik meja sebelah, yang hanya terhalang sekat rotan. Melalui celah pada sekat, ia dapat melihat seorang wanita tengah duduk seorang diri. Sesak kembali menjalar ketika Aby tanpa perasaan meminta izin kepadanya untuk duduk di meja sebelah bersama kekasihnya.
Sementara Embun hanya dapat memendam kekecewaan yang teramat dalam hati.
"Sayang ... dia tidak apa-apa kamu tinggal?"
Sepasang mata Embun terpejam mendengar panggilan mesra yang disematkan perempuan itu kepada suaminya.
"Aku sudah jelaskan semua."
"Bagus kalau dia tahu."
Aby menatap kekasihnya itu.
"Van ... aku minta pengertian kamu. Aku juga tidak mau kejadiannya seperti ini. Tapi kamu tahu seperti apa posisiku."
"Aku tidak mau tahu, Aby! Pokonya aku mau kamu pisah secepatnya sama dia. Kalau tidak, kamu tahu akibatnya."
Keheningan tercipta beberapa saat. Embun menajamkan pendengarannya demi menangkap jawaban Aby.
"Baik. Kami akan berpisah setelah enam bulan."
Jatuh sudah cairan bening di pipi Embun. Tanpa sadar botol air mineral telah remuk di tangannya hingga jatuh ke lantai.
............
Halo Teman - Teman ...
Selamat datang di Karya ke 15 ku di Noveltoon.
Jangan Lupa tekan tanda ♥️ (love) di ujung bab.
jangan lupa like dan komen.
Eh, seperti janji ku sebelumnya, 5 pemberi komentar pertama masing-masing akan mendapatkan voucher pulsa senilai 25K
Siapa nih yang beruntung?
Yang belum beruntung jangan khawatir, karena kita akan buat give away dadakan. Jadi, tetaplah membaca di Noveltoon. 🤭 (mode ngerayu)
terima kasih. Salam sayang selalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Tuti Umamah
baru baca di noveltoon menarik ceritanya
2024-06-08
1
Hera P07
Si galang ampun dah lu harus dipenjara sumpah atau rasain bapak mu mati ditabrak orang anjing banget
2024-05-10
0
Salsa Billa
sdh bca ulg entah yg k brapa x
2024-03-14
0