Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Hampir saja
Lintang ambruk di lantai. Kakinya terasa lentur dan tak bisa menopang tubuh. Hatinya lelah menghadapi masalah yang bertubi-tubi menimpa nya. Ingin berlari sejauh mungkin, menghindari semuanya. Namun, ia masih memikirkan sang ibu yang tidak bisa mengurus diri sendiri.
Kelemahan seorang wanita terpampang nyata. Melawan arus dunia untuk bisa melewati lembah derita. Sekali lagi, ia dihadapkan pada masalah yang menguras emosi.
Suara dentuman sepatu dan lantai terdengar menjauh, Yudha mendekati pintu yang masih tertutup rapat.
"Jika terjadi sesuatu pada Lion, aku tidak akan memaafkan kamu dan ibumu, ingat itu!" ucap Yudha menatap beberapa dokter yang sibuk memeriksa putranya.
Andreas berada di titik kebingungan, ia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Belum waktunya untuk mengungkap fakta tentang Lintang. Masih ada sesuatu yang penting, yaitu kesembuhan Lion yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan.
Bu Indri yang baru tiba berhamburan memeluk Yudha. Tangis pun pecah di pelukan putranya. Apa yang ditakutkan terjadi. Menatap sinis pada Lintang yang masih bersimpuh.
Mendekati Lintang dan duduk di depannya.
"Lion hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Kamu tidak berhak melampiaskan kebencianmu pada dia. Jika kamu memang benci pada keluargaku, pukul aku!"
Bu Indri meraih tangan Lintang dan memukul kan di wajah serta dadanya. Menganggap, apa yang terjadi pada Lion adalah perbuatan Lintang.
"Cukup, Bu!"
Lintang menarik tangannya. Air matanya pun terus mengalir bak banjir bandang. Ia tak tahu harus berkata apa lagi, yang pasti, ia juga menyesal sudah membuat Lion celaka.
"Saya minta maaf, bukan maksud saya membuat Lion terluka. Ini kecelakaan."
Seketika Yudha menghampiri Lintang. menarik tangannya dengan kasar hingga wanita itu berdiri. Saling pandang, kerlingan mata elang Yudha menampilkan sebuah kebencian yang mendalam. Ia tak bisa mentolerir apa yang dikatakan Lintang.
"Ini kecelakaan yang disengaja. Sampai kapanpun aku tidak akan memaafkan ibu kamu. Mulai sekarang jauhi Lion, pergi dari sini, atau aku akan memanggil satpam untuk mengusirmu!"
Yudha menunjuk ke arah lift. Ia sudah muak melihat wajah Lintang yang menurutnya hanya pura-pura polos. Meskipun hatinya ada setitik rasa iba, namun amarahnya mengalahkan segalanya.
Lintang mengusap air matanya tanpa menatap wajah Yudha. Meskipun Lion terluka, tak menyurutkan rasa benci nya pada Yudha, orang yang menjadi dalang semua kekacauan di rumahnya.
"Saya akan pergi dari sini. Maafkan saya sudah membuat Lion terluka, jika bapak ingin menuntut saya, silahkan datang ke rumah, permisi."
Lintang meninggalkan tempat itu dengan hati yang tersayat. Bukan karena kemarahan Yudha padanya, akan tetapi nasib Lion yang belum diketahui.
Lintang keluar dari rumah sakit dengan langkah pelan. Menyusuri aspal dengan hati yang cemas. Kedua matanya sembab. Tatapannya kosong, seolah-olah tidak ada lagi harapan untuk masa depan. Seakan tak akan ada cahaya lagi yang bersinar di kehidupannya.
"Ibu, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan membawa orang asing ke rumah."
Teringat dengan ibunya, Lintang berlari sekencang-kencangnya untuk segera melihat keadaan ibunya yang tadi diabaikan.
Selang beberapa menit, akhirnya dokter keluar dari ruangan.
"Bagaimana keadaan Lion, Dok?" tanya Yudha antusias. Berharap tidak ada luka yang serius.
Sang dokter tersenyum renyah, menandakan semua baik-baik saja.
"Alhamdulillah Lion baik. Untung langsung dibawa ke sini, kalau tidak, dia akan kehabisan banyak darah. Luka di kepalanya lumayan dalam. Tapi tidak apa-apa, mungkin butuh waktu beberapa hari untuk membuka perbannya.
"Alhamdulillah…" seru Keluarga Anggara serempak.
Setelah beberapa saat tegang, kini Yudha bisa bernafas dengan lega.
Bu Indri menerobos masuk. Ia sudah tak sabar ingin melihat cucu tercinta.
"Apa saya bisa melihatnya?" tanya Yudha.
"Silahkan, Pak!" Dokter Hana mempersilahkan Yudha masuk.
Aku harus secepatnya bilang pada Pak Yudha tentang Lintang. Aku tidak mau dia melakukan kesalahan yang kedua kali. Bagaimanapun juga kebencian Lintang berawal dari perbuatannya.
Andreas hanya bisa menatap tubuh mungil Lion dari luar. Menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya pada Yudha.
"Tante cantik, aku takut," rancau Lion dengan mata terpejam. Kedua tangannya mencengkeram sprei dengan erat dan terus menggeleng.
"Sayang, ini oma, jangan takut. Di sini juga ada opa dan papa," bisik Bu Indri merengkuh Lion dan mencium pipi gembul nya.
Pak Radit ikut berdiri di samping Bu Indri. Mengusap-usap tangan kecil Lion yang terasa dingin.
Merasa terusik, Lion pun membuka mata. Menatap Bu Indri dan Pak Radit dengan lekat, lalu beralih pada sang papa. Mengingat-ingat apa yang terjadi padanya.
"Pa, tante cantik mana?"
"Bisa nggak sih, sekali saja jangan nanyain tante cantik lagi," sergah Yudha tegas.
Namun, tak diterima baik oleh Lion, justru bocah itu meraung-raung dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, hingga infus yang ada di punggung tangannya lepas dan berdarah. Rasa nyeri di kepala dan tangan tak menjadi hambatan bagi Lion yang sudah jatuh cinta pada Lintang.
Seketika Yudha menekan tombol darurat, memanggil dokter. Hatinya kesal, namun tetap terkalahkan dari Lion.
"Yudha, jangan kasar begitu, Lion itu masih kecil dan sensitif. Jangan samakan dengan hati kamu," tutur Bu Indri.
"Oma, aku mau di temani tante cantik," rengek Lion memohon.
Dokter kembali memeriksa Lion, memasang jarum infus yang memang masih diperlukan.
"Iya, Sayang. Nanti kita bertemu tante cantik lagi, yang penting Lion sembuh dulu," sambung dokter Hana dengan lembut membuat Lion diam.
Ini waktu yang tepat untuk bicara pada pak Yudha.
Andreas masuk lalu berbisik di telinga Yudha. Tidak ada satu orang pun yang mendengar ucapan Andreas.
"Ma, Pa, tolong jagain Lion, aku keluar sebentar."
Yudha mengikuti langkah Andreas. Mereka berhenti di sebuah lorong rumah sakit. Saling berhadapan dengan tatapan yang berbeda.
"Kamu mau bicara apa?" tanya Yudha dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana.
Andreas menundukkan kepalanya. Mengusir ragu yang masih terselip di dada.
"Pak, sebenarnya Lintang adalah __"
"Yudha…" Suara Bu Indri memotong ucapan Andreas yang hampir saja membongkar semuanya.
Yudha berlari menghampiri mamanya yang terlihat cemas.
"Ada apa, Ma?" tanya Yudha sembari menatap Lion yang memaksa turun dari brankar.
"Anak kamu katanya ingin ke rumah tante cantik sendiri."
Yudha menghampiri Lion, untuk yang kesekian kali ia harus mengalah demi kebahagiaan putranya.
"Lion sakit karena ibunya tante cantik, gimana kalau nanti dia menyakiti Lion lagi? Ayolah, untuk kali ini dengarkan papa."
Yudha memasang wajah melas.
"Pa, ini bukan salah Oma. Aku yang sudah gangguin dia sampai jatuh," ucap Lion semakin pelan. Melirik ke arah Yudha yang nampak percaya padanya.
Yudha menatap Bu Indri dan pak Radit bergantian lalu mengangguk setuju.
"Ndre, antar aku ke rumah Lintang," pinta Yudha menggendong Lion keluar dari ruangannya.
Andreas mengikuti Yudha dari belakang sambil memegang botol cairan infus.
Sebentar lagi semuanya akan terungkap. Semoga ada pintu maaf untuk pak Yudha.
🤡 lawak kali kau thor