Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Sekarang kamu tinggal di mana, Anissa?" tanya Arini sambil memperhatikan Anissa yang sejak tadi tidak bosan-bosan mengajak si kecil Azkia berceloteh.
Anissa terdiam sejenak kemudian menatap Arini dengan wajah sendu. "Aku tinggal di sebuah kontrakkan yang letaknya lumayan jauh dari komplek perumahan ini, Mbak. Tapi ...." Anissa menghentikan ucapannya. Wanita itu menundukkan kepalanya dan kini bahunya tampak bergetar.
"Anissa, kamu baik-baik saja?" Arini tampak cemas karena ia tahu bahwa wanita itu tengah terisak di sana.
Anissa mengangkat kepalanya. "Aku sudah tidak punya uang lagi, Mbak. Aku sudah tidak bisa membayar biaya kontrakan dan sekarang aku diusir oleh pemilik tempat itu. Itulah sebabnya kenapa aku begitu mengharapkan pekerjaan ini. Aku butuh uang untuk menyambung hidupku, Mbak," jawab Anissa dengan mata berkaca-kaca menatap Arini.
Arini mengangguk pelan. "Sebenarnya di rumah ini masih ada kamar kosong. Tapi aku tidak berani memberikannya kepadamu, sebelum aku meminta izin kepada Mas Dodi serta Ibu mertuaku."
"Tidak apa, Mbak. Lagi pula aku masih bisa numpang di kos-kosan teman untuk sementara. Nanti jika aku sudah punya uang sendiri, maka aku bisa mencari kontrakan di sekitar sini," jawab Anissa sambil menyeka air matanya.
Tepat di saat itu, Bu Nining tiba di kediamannya. Wanita itu baru saja selesai menghadiri acara arisan yang diadakan setiap seminggu sekali bersama teman-temannya. Ia melirik Anissa yang sedang duduk di sofa ruang depan dengan mata sembab.
"Siapa dia? Temenmu, Rin?" ketus Bu Nining.
Anissa melemparkan senyumannya untuk Bu Nining yang masih memperhatikan dirinya dengan seksama. Sedangkan wanita paruh baya itu tetap acuh dan tidak ingin membalas senyuman wanita yang baru dilihatnya itu.
"Dia Anissa, Bu. Dia yang akan menjadi Baby sitter-nya Azkia nanti," tutur Arini dengan sangat hati-hati. Ia tidak ingin menyinggung perasaan Bu Nining yang super duper sensitif tersebut.
Bu Nining menghembuskan napas kasar sambil menekuk wajahnya. Ia kesal karena ternyata Dodi dan Arini tidak mau mendengarkan pendapatnya serta tetap kekeh pada pendirian mereka.
"Owalah, jadi juga kalian menyewa jasa Baby sitter? Huh, lagaknya kayak orang kaya saja! Padahal gaji Dodi itu masih ngos-ngosan buah menyambung kehidupan kita!" gerutu Bu Nining dengan mata melotot.
"Mau bagaimana lagi, Bu. Ini permintaan Mas Dodi sendiri. Aku pun sudah mencoba untuk menolaknya," jawab Arini pelan, agar mertuanya itu tidak semakin meradang.
"Halah, alasan!" Bu Nining yang sudah tidak dapat menahan rasa kesalnya, melengos pergi kemudian masuk ke kamarnya.
Anissa menatap Bu Nining dengan seksama bahkan hingga wanita paruh baya itu menghilang dari balik pintu kamarnya. "Kenapa Ibu mertua Mbak bersikap seperti itu? Apakah beliau tidak mengizinkan kalian untuk memiliki seorang Baby sitter?" tanya Anissa kemudian.
Arini menghembuskan napas berat. "Seperti itulah, Nis. Tapi Mas Dodi tetap kekeh ingin mencari seseorang agar bisa membantuku merawat dan menjaga Azkia. Ehm, aku harap kamu bisa memaklumi bagaimana sifat Ibu mertuaku dan bisa betah bekerja di sini," sahut Arini.
"Tentu saja, Mbak. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini dan aku yakinkan kepadamu bahwa aku pasti betah bekerja di sini," jawab Anissa dengan mantap.
Beberapa jam kemudian, di kantor Dodi.
Setelah mendapatkan telepon mengejutkan tadi siang, kini Dodi mendapatkan sebuah pesan chat dari nomor yang begitu ia kenali. Bahkan isi pesan chat tersebut juga tidak kalah mengejutkan dari telepon itu.
"Anissa, kamu memang benar-benar keterlaluan!" kesal Dodi.
Dodi kehabisan kata-kata. Ia mencengkram ponselnya dengan erat dan hampir saja membanting benda pipih tersebut ke lantai. Dodi benar-benar geram karena wanita itu kembali meminta sesuatu kepadanya. Bahkan wanita itu tidak segan-segan mengancamnya jika Dodi tidak mengabulkan permintaannya.
"Perlahan-lahan wanita itu benar-benar menguasaiku! Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumamnya sembari melemparkan ponsel ke atas meja kerjanya. "Arini, maafkan aku," lirih Dodi dengan mata berkaca-kaca.
Tidak terasa, kini jam kerja lelaki itu telah usai. Setelah merapikan seluruh berkas-berkas penting yang berserak di atas meja kerjanya, Dodi pun segera melangkah keluar dari ruangan tersebut.
"Hai, Dod! Tumben terlambat, biasanya 'kan kamu selalu pulang cepat," goda salah satu sahabat Dodi yang kebetulan bebarengan dengannya menuju tempat parkir.
"Lagi malas aja," jawab Dodi singkat dan jelas. Lelaki itu bahkan tidak melihat ke arah temannya sama sekali. Matanya tertuju ke depan dengan tatapan kosong menerawang.
Ya, jika hari-hari sebelumya ia begitu bersemangat pulang ke rumah untuk menemui istri dan bayi mungilnya, tetapi tidak hari ini. Seandainya mungkin, ia ingin sekali pergi ke tempat lain dan tidak pulang ke rumahnya. Ia benar-benar tidak ingin menemui wanita itu. Wanita yang ia anggap selalu membual, meneror serta menghantui dirinya.
"Kamu baik-baik saja 'kan, Dod? Apa kamu bertengkar dengan istrimu? Jika kamu butuh teman untuk bercerita, aku siap mendengarkan ceritamu," tuturnya sambil menatap sedih kepada Dodi.
"Tidak, tidak usah. Lagi pula aku baik-baik saja, kok. Sungguh," jawab Dodi sambil menepuk pundak lelaki itu.
Setelah tiba di depan mobilnya, Dodi segera masuk kemudian berpamitan kepada temannya itu. "Aku duluan, ya!" ucap Dodi sembari mengangkat tangannya.
"Yakin, kamu tidak ingin bercerita kepadaku?" tanya lelaki itu lagi untuk memastikan.
"Ya, aku baik-baik saja," sahut Dodi sambil memutar setir mobilnya. Dalam hitungan detik, Dodi pun menghilang dari pandangan temannya itu.
...***...
penasaran nih kita /Grin//Grin/