Season dua dari novel "AKU KAH ANTAGONISNYA"
tentang perjalanan cinta Beatrice dan Sankara setelah menikah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chykara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 Pertemuan dengan Pangeran Lucas
Putra mahkota Arthur mendorong pintu kamar sang istri, mata nya langsung tertuju pada adik ipar dan ayah mertua nya yang berdiri di depan sang istri yang sudah dalam posisi duduk sembari memeluk pangeran Lucas di dalam pelukan nya.
Dia melangkah dan langsung mendekati sang Istri, dan langsung memeluk erat Melissa yang duduk di atas ranjang sembari tersenyum menyambut kedatangan sang suami.
"Terima kasih istri ku karena sudah membuka mata kembali, maaf kan aku lalai menjaga mu hingga hal buruk itu terjadi pada mu dan bayi kita" ucap Arthur sambil memeluk kedua orang tersayang nya itu dengan erat.
"Ini bukan kesalahan mu suami ku, kamu tidak perlu merasa bersalah, lagi pula segala sesuatu nya sudah membaik, dokter Istana juga bilang kondisi aku dan Lucas sudah baik baik saja" ucap Melissa sambil melerai pelukan nya.
Dengan lembut Melissa mengusap lengan Arthur yang gemetaran memeluk diri nya.
"Kamu belum pernah kan mengendong Lucas, ayo kamu gendong dulu" ucap Melissa sambil menyerahkan bayi dalam bedongan kain biru tersebut pada sang suami.
Liam tersenyum melihat keharmonisan anak dan menantu nya tersebut.
Dengan menggunakan kode mata Liam meminta Beatrice mengikuti nya meninggalkan kamar tersebut, memberi Arthur dan Melissa waktu untuk melepas segara rasa yang sesak dari tadi.
Beatrice yang mengerti dengan maksud sang ayah bergerak cepat mengikuti langkah Liam keluar dari ruangan.
***
Wajah Arthur terlihat marah saat melangkah menuju penjara bawah tanah.
Kabar yang di bawa oleh penjaga penjara benar benar memancing emosi nya.
Pelayan itu bunuh diri dengan memotong urat nadi di pergelangan tangan nya menggunakan batu yang dia runcing kan entah dengan cara apa.
Pada awal nya penjaga penjara menyangka pelayan itu hanya tidur biasa meringkuk di sudut dinding, kelelahan karena di interogasi oleh putra mahkota dan archduke Estrillda.
Tapi karena setelah berjam jam posisi nya tidak berubah penjaga penjara berinisiatif untuk memeriksa nya, alangkah terkejutnya mereka berdua saat melihat genangan darah yang mulai mengering di lantai,
Genangan darah tersebut tidak terlihat dari luar walau pun telah mengotori lantai lembab tersebut.
Saat di periksa tubuh pelayan tersebut telah kaku dan tak bernyawa, kedua nya panik dan segera berlari memanggil Arthur yang sedang bersama anak istri nya.
"Bagaimana ini bisa terjadi, apa yang harus aku lakukan sedangkan dia masih belum membuka mulut siapa saja yang terlibat dalam hal ini? Bagaimana dengan para pelayan yang selama ini mengabdi di istana putri mahkota, tidak adil rasa nya menghukum semua orang atas kesalahan satu orang" gumam Arthur sepanjang perjalannya menuju penjara bawah tanah istana.
Saat dia sampai di sana tubuh pelayan itu sudah di keluarkan dari sel nya dan di letakan di atas meja dengan di tutupi selimut putih tipis.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Apa kalian tidak mengawasi nya?" tanya Arthur dengan suara keras penuh amarah.
"Ampuni kami yang mulia, ini memang kelalaian kami" jawab penjara penjaga dengan penuh rasa bersalah.
Arthur menghela nafas berat, sekarang dia tidak tau lagi bagaimana menyelidiki siapa saja yang terlibat dalam masalah ini. Dan yang paling utama siapa dalang di balik semua masalah ini.
"Baiklah, ini semua sudah terjadi" ucap Arthur lirih
"Bagaimana dengan jasad nya yang mulia?" tanya penjaga penjara.
"Serahkan saja pada keluarga kembali, berikut penyebab kematian nya dan masalah apa gang dia buat" ucap Arthur
"Baik yang mulia" ucap mereka berdua.
.
.
.
"Saat jenazah itu di kembalikan ke keluarga nya, selidiki apa keluarga itu memiliki keterlibatan dengan bangsawan, perhatikan semua gerak gerik seluruh anggota keluarga tersebut" perintah Arthur pada ksatria kepercayaan nya.
"Baik yang mulia, kami akan menyelidiki nya hingga ke akar akar nya" jawab ksatria tersebut sebelum meninggalkan Arthur yang penuh dengan amarah.
***