Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Percakapan Malam
Ceklek!
Pintu terbuka, dilangkahkan kaki Ara dengan malas menuju dapur. Tenggorokannya kering dan seluruh badannya terasa sakit. Sungguh weekend yang tidak menyenangkan. Pantas saja Adrian memakai jurus mengajak makan diluar dengan traktir pula, ternyata setelahnya bagai mendapat durian yang benar-benar runtuh namun tinggal kulitnya saja. Berkas menggunung harus selesai diperiksa hari itu juga. Hingga matanya pedas dan tengkuknya terasa berat.
Belum lagi sepanjang sore hingga malam, tidak ada obrolan yang menarik diantara keduanya. Ketika ditanyapun jawaban Adrian hanya 'iya', 'tidak' , 'biarkan saja', dan masih banyak kata lain yang membuat Ara malas bertanya lebih jauh. Jawaban macam apa itu? Seperti sedang interview kerja saja.
Segarnya air dingin yang masuk melewati tenggorokan, sedikit mendinginkan otaknya. Apalagi membayangkan berendam di bathtube pasti menyegarkan.
Gadis itu tidak menyadari ada Adrian yang telah berada di belakangnya untuk beberapa lama.
"Besok pagi kita ke rumah utama, persiapkan dirimu" Ara menoleh, dirinya terkejut karena tiba-tiba Adrian berbicara dengannya tanpa menegurnya lebih dahulu.
"Be-besok? Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku persiapkan?" gadis itu menjawab dengan ragu, persiapan apa? bahkan dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan disana.
Adrian menggeleng kemudian menarik kedua sudut bibirnya, seharusnya ia menyewa artis yang sudah pasti bisa berakting secara profesional, daripada menyuruh gadis sederhana seperti Ara untuk memainkan peran. Namun, tentu lelaki itu tidak akan siap jika namanya tercoreng akibat permainan rahasianya itu.
"Persiapkan mentalmu, karena mommy orang yang cerewet kalau soal wanitaku" gadis itu meringis, diotaknya sudah berputar-putar membayangkan ibu Adrian seperti tante-tante yang bertanya tentang banyak hal dari A sampai Z.
"Sebegitukah? Kenapa rumit sekali"
"Apanya yang rumit? Kau hanya persiapkan mentalmu saja, kalau untuk jawaban kau kan bisa mengarangnya asal jangan merugikanku saja" Ara melirik lelaki menyebalkan di sebelahnya ini, dia tidak pernah bersandiwara bagaimana kalau gugup, dan ketahuan.
"Tidak semudah itu mas"
"Kau yang membuatnya rumit, bukankah dulu ada tugas teater di sekolah. Apa kau sudah lupa" tegas Adrian, ia jengkel karena keraguan gadis itu mau tidak mau membuat ia khawatir dengan keberhasilan sandiwaranya di depan ibunya.
Ara menatap nanar lelaki di depannya itu. Sungguh tidak ada pilihan yang lebih baik apalagi menghindar, sangat tidak mungkin. Ditepuklah pipinya pelan. "Baiklah, aku akan berusaha dengan sangat baik di depan Mommy mas" ucap Ara meyakinkan dengan semangat empat lima.
"Bukan hanya Mommyku, tapi juga putraku"
"Hah?? Mas sudah punya anak?"
"Sudah, dari pernikahan pertamaku, dia berumur tigabelas tahun"
'Whatt?? tigabelas tahun? aku saja baru 20 tahun, dan harus berpura-pura menjadi ibu dari anak 13 tahun, apa yang harus kuperbuat?' gadis itu malah melamun dan otaknya memikirkan segala hal yang belum terjadi.
"Dia sedikit keras kepala dan... introvert" 'seperti aku' lanjut Adrian dalam hati.
Ara membayangkan berada diantara ketiga orang itu. Sang ibu yang cerewet, Adrian yang dingin dan datar, serta sang anak yang keras kepala dan introvert. "introvert?" ucap Ara meyakinkan dirinya.
"Hemm...sedikit susah bergaul seperti itu, o..iya kita harus belajar sedikit mesra, supaya tidak kelihatan canggung dan tidak menimbulkan kecurigaan mommy" ucap Adrian sembari menuang air dingin kedalam gelasnya. Kemudian menghabiskannya dengan sekali teguk.
"Mesra? Belajar? Bukankah itu mengalir dengan sendirinya, kalau ada perasaan pasti bisa mesra tapi kalau tidak mana mungkin bisa? Pasti tidak semudah itu" lelaki itu berpikir sejenak. Apa-apaan ini, para pemeran film itu mudah mengharubirukan para penggemarnya meskipun mereka pendatang baru dan tentu saja hanya pura-pura. Gadis ini terlalu banyak alasan atau memang terlalu lurus sebenarnya.
"Maksudmu kau harus punya perasaan padaku dulu baru bisa mesra?? No no no, tidak ada pakai perasaan, maka dari itu kamu harus belajar"
"Bagaimana caranya mas? Mesra itu datang dari hati, bukankah kita tidak perlu mesra kalau cuma sandiwara. Aku bisa mengambil hati mommy mas dengan cara yang lain"
"Tetap saja, kita ini mau bersandiwara sebagai pasangan. apa menurutmu akan bisa meyakinkan mommy kalau kita berdua saja canggung dan datar"
"Seperti kamu mas datar dan_"
"Apa? Kau bilang apa"
"Tidak, tidak apa-apa" Ara tergesa-gesa menuang kembali air dingin dalam gelasnya , kemudian meneguknya hingga tandas. Untung saja Adrian tidak mendengar apa yang ia katakan. Akan panjang urusannya kalau sampai ia mendengar.
"Baiklah kita belajar, ayo" hibur Ara dengan mengalihkan pembicaraan.
"Panggil aku sayang" mata Ara membulat mendengar kata 'sayang'.
"Hemm..." Adrian mengangguk, membenarkan apa yang ia katakan.
"Sayang" ucap Ara cepat.
"Kenapa pendek sekali? harusnya sedikit panjang intonasinya biar terdengar mesra"
"Sedikit panjang?" Ara berpikir sejenak, bagaimana mengucapkan kata 'sayang' yang mesra. "Saaayang".
"Datar sekali, harusnya kau menjiwai" Lelaki ini mengapa menyebalkan sekali. Ara menghentakan kakinya karena jengkel.
"Saa-yang.." ucap Ara kesal.
"Jangan diputus, tidak bisakah kau lebih genit sedikit" perintah Adrian yang dirasa tidak masuk akal oleh Ara.
"Aku bukan wanita genit, kenapa mas menyuruhku genit?" Gadis itu menjawab dengan nada tinggi.
"Hahhhh...". Adrian melonggarkan dasinya, kemudian melepas blazernya dan menaruhnya di kursi. "Bukan begitu maksudku, baiklah..baiklahh panggil aku sayang dengan manja".
"Tadi genit sekarang manja, mas membuatku pusing" Ara yang pusing namun Adrian yang tampak memijat pelipisnya.
"Apa kau tak pernah mempunyai kekasih? mengatakan sayang dengan mesra saja kau tak bisa".
"Aku? tentu saja punya, tapi aku tidak kegenitan atau manja-manjaan dengan memanggilnya sayang seperti itu" Ara menyanggah tuduhan Adrian dengan sengit.
"Sudah...keburu malam, ayo cepat panggil aku sayang dengan mesra"
"Saayang"
"Ulang!"
"Saayaang"
"Ulang lagi"
"Saayang..."
"Hemm...ulang" Ara kesal, harus seperti apa panggilan sayang yang mesra menurut Adrian, padahal dari tadi ia berusaha mati-matian untuk genit dan manja agar segera selesai.
"Saayang..saayang..saayanggg"
"Hemmm, cepat mandi ini sudah malam, dan besok harus bangun pagi-pagi sekali"
"Sudah benar belum mas, aku tidak mau mengulang lagi"
"Daritadi sudah benar, aku hanya meyakinkan saja, supaya kau lebih menjiwai" Ara menatap lelaki itu yang segera berlalu setelah berkata demikian.
"Apaa? meyakinkan? Dasar muka datar, hati kulkas. Masih sempatnya dia iseng padaku selarut ini" Ara mendesah kesal, ingin sekali mencubit lelaki itu seandainya tidak dilarang.
"Jangan mengumpat dibelakangku. Kalau kau tidak segera beranjak ke kamar mandi. Akan kupastikan kau akan berada di kamar mandi yang sama denganku!" ancamnya pada Ara yang masih berdiri mematung di dapur.
Tanpa menunggu, gadis itu mengambil langkah seribu meninggalkan Adrian yang tersenyum menyeringai dengan menyilangkan tangan di dada.
"Dasar gadis lurus, bilang saja kau tidak pernah dekat dengan lelaki. Gengsian sekali" ucapnya lirih. Padahal lelaki itu sudah tahu segalanya tentang Ara, termasuk siapa saja sahabatnya, keluarganya, ataupun orang-orang yang dekat dengannya.
Dan di dalam kamar mandi, gadis itu belum juga membuka bajunya. Ia malah menempelkan tubuhnya dibelakang pintu kamar mandi.
"Berada di kamar mandi yang sama dengan Adrian??? Hahh ancaman yang menggiurkan" Ara senyum-senyum sendiri membayangkan kalau saja itu benar-benar terjadi.
💜💜💜ancaman yang menggiurkan??
Terimakasihh masih setia..love U😍
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏