Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANGAN GEGABAH HESSEL
"Ah... Maaf ya Jessi, coba kamu renungkan kembali perasaanmu itu, saya yakin perasaan itu bukan cinta, tapi mungkin saja kamu kurang perhatian dari kedua orang tuamu makanya kamu merasa saya ini sangat berarti bagi kamu." ujar Hessel.
"Oh, jadi bapak mengolok-ngolok saya, iya orang tua saya memang kurang memperhatikan saya karna mereka selalu sibuk bekerja, tapi bukan berarti rasa cinta saya terhadap bapak bisa disamakan dengan semua itu, saya kecewa sama bapak."
"Jessi, bukan begitu maksud saya, saya tidak bermaksud menyakiti perasaanmu."
"Lalu apa, semua sudah jelas bapak memang menghina saya karna saya anak yang kurang kasih sayang dari ke dua orang tuanya."
"Sungguh saya tidak bermaksud bicara seperti itu Jes, saya hanya memintamu meyakinkan perasaanmu sendiri, bisa saja kau hanya mengagumi saya bukan jatuh cinta."
"Bilang saja kalau bapak tertarik sama si bodoh itu, saya bisa lihat kok dari cara bapak menatapnya, bahkan saat proses belajar mengajar bapak dan Nana sering bertatapan, benarkan?."
Hessel tidak bisa berkata-kata, dan Hessel kembali merenungkan perasaannya sendiri, apakah dia memang mulai menaruh perasaan pada Nana.
"Kenapa bapak diam, pasti apa yang saya lihat itu benarkan makanya bapak tidak bisa bicara sekarang."
"Jessi, saya minta kamu pulanglah, sudah hampir magrib pasti orang tuamu mencarimu."
"Apa peduli bapak terhadap saya, bukankah bapak sudah tau tidak ada orang yang peduli pada saya, saya akan pulang karna bapak yang meminta saya untuk pergi."
"Maafkan saya Jes, saya tidak bermaksud mengusirmu, tapi kamu memang harus pulang tidak baik pria dan wanita yang bukan suami istri berada di dalam kamar hanya berdua saja."
"Iya saya mengerti pak, saya akan pulang, tapi jawab pertanyaan saya, apa benar bapak mulai tertarik pada si bodoh itu?"
"Jessi, pertanyaan macam apa ini, seorang murid tidak pantas bertanyaan seperti itu pada gurunya."
"Baiklah saya tidak memaksa bapak untuk menjawabnya, tapi saya akan cari tau sendiri kebenarannya."
"Permisi." kata Jessi, akhirnya si pembuat keributan pergi.
Hessel merasa tertekan dengan kata-kata Jessi, anak itu sudah berhasil mengorek-ngorek perasaannya.
"Aku masih tidak memahami perasaanku, tapi anak itu apakah dia benar, aku ini mulai tertarik pada Nana?" gumam Hessel sambil menatap dirinya di depan cermin.
"Ah, Nana, iya Nana, aku baru ingat Nana masih di dalam lemari." Hessel pun panik dan segera membuka lemari yang di kuncinya.
Betapa Hessel terkejut saat mendapati tubuh Nana tidak bergerak.
"Nana, Nana, bangun Na, maafkan aku, aku lupa kau masih berada disini." ucap Hessel sambil memeluk tubuh Nana, lalu mengecek nadinya dan Hessel bersyukur Nana hanya pingsan.
"Nana, buka matamu, jangan membuatku cemas."
Hessel pun menggendong Nana memindahkannya berbaring di atas tempat tidur.
Hessel terus menggosok telapak tangan Nana, berharap Nana segera membuka matanya. Hessel benar-benar merasa bersalah untuk ke dua kalinya dia membuat Nana hampir celaka.
"Nana, buka matamu..." lirih Hessel membaringkan setengah tubuhnya, membisiki telinga Nana.
HUAHHH... Hahaha...
Nana bangun sambil tertawa mengagetkan Hessel.
"Na, kau baik-baik sajakan, apa nafasmu sesak?" tanya Hessel benar-benar panik.
"Haha... bapak lucu ya." kata Nana masih tertawa sambil menunjuk wajah Hessel yang baginya sekarang terlihat sangat lucu saat panik..
"Nana jangan bercanda, kamu terkunci di dalam lemari dan kamu pingsan, tapi kamu masih bisa tertawa dan terlihat baik-baik saja."
Nana pun bangkit dan duduk saling berhadapan dengan Hessel.
"Seperti yang bapak lihat, saya memang baik-baik saja." kata Nana tersenyum.
"Kau serius, apa kau tidak lemas?"
"Tidak sama sekali."
"Lalu kenapa kau tidak membuka matamu tadi?"
"Hehe... saya sengaja, karna tadi saya mendengar suara wanita di kamar ini."
"Oh, iya tadi Jessi memaksa masuk kemari, sungguh aku sudah mencegahnya tapi dia tidak mendengarkan dan memaksa masuk, kamu percayakan Na?" jelas Hessel mencoba meyakinkan Nana.
"Saya mendengar semau apa yang bapak bicarakan bersama dengannya."
"Jadi, apakah kau percaya padaku?"
"Tentu saja saya percaya, apakah tadi bapak mencemaskanku?"
"Tentu saja aku sangat cemas, jika terjadi sesuatu padamu maka orang tuamu akan memarahiku dan benci padaku."
"Ah... Kenapa bapak tidak jujur saja, katakan apa benar bapak mulai menyukai saya?"
"I-itu, i-itu tidak benar, apa yang Jessi katakan jangan kamu ambil hati ya, semua itu tidak benar, saya tidak menaruh perasaan apapun padamu Na, saya hanya berusaha menajdi suami yang baik dan bertanggung jawab, jadi jangan kamu samakan cinta dan tanggung jawab itu berbeda." jelas Hessel, Hessel juga masih bingung dengan perasaannya.
"Ok baiklah pak jika demikian, sudah azan magrib kita shalat dulu." kata Nana, turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi untuk wudhu begitu pun Hessel.
Sehabis shalat, Hessel memasak untuk dirinya dan Nana, sedangkan Devan sekarang dia sedang menginap dirumah temannya yang ada di dekat sekolah.
"Kamu masak apa Hes?" Nana mendekati Hessel yang sedang memasak.
"Pasta, dan ayam crispy." jawab Hessel.
"Maaf ya Hes, karna aku tidak bisa masak setiap hari harus kamu yang masak." sesal Nana.
"Tidak apa-apa Nana, lagi pula kemarinkan kamu sudah bisa memasak apa yang aku ajarkan."
"Iya hanya masak itu, tapi masak yang lainnya aku tidak bisa."
"Sudahlah jangan jadi beban, nanti aku akan mengajarimu lagi."
"Sungguh, apa aku tidak merepotkanmu?"
"Sama sekali tidak Na." Hessel memegang pipi Nana dan mengelusnya dengan lembut, Nana merasa sekarang kedamaian bersamanya.
"Aku bantu ya." Kata Nana.
"Boleh, kamu bikinin minuman ya, bikinin aku kopi, jangan bilang kamu tidak bisa bikin kopi." kata Hessel sambil tertawa.
"Hehe... siap boss, urusan kopi mah gampang."
Mereka pun akhirnya terus bercanda. Hessel menyuapi Nana makan, dan Nana sangat senang, dia merasa sekarang menjadi istri yang paling manja sama suami bahkan makan pun harus disuapin, sebenarnya itu kemauan Hessel yang ingin menyuapi Nana, Nana tidak pernah memintanya.
"Ahhh... saya kenyang Hes..." kata Nana sambil mengelus perutnya yang kekenyangan, tiba-tiba Hessel menyentuh perut Nana membuat Nana sedikit kaget.
"Apa yang bapak lakukan?'
"Na, aku ingin kita punya bayi." kata Hessel menatap wajah Nana. Hessel terlihat sangat serius setiap kali bicara tentang anak.
"Apa bapak mencoba merayu saya?" Nana langsung mengaiskan tangan Hessel.
"Tidak Na, saya ingin punya anak." katanya lagi, bulu kuduk Nana serasa merinding saat Hessel bicara dengan wajah memelas seperti benar-benar sedang memohon pada Nana.
"Haha... Pak Hessel bercandakan, 2 bulan lagi saya ujian, saya takut hamil sebelum lulus."
"Kenapa sekarang kamu yang tidak siap, bukankah di malam pernikahan kamu sangat berharap semua ini terjadi?"
"I-iya i-itu memang benar, tapi setelah saya pikirkan kembali dan saya juga tau bapak belum bisa membuka perasaan untuk saya, saya pikir saya harus mengutamakan pendidikan lebih dulu, lagi pula jika saya hamil maka mereka akan tau kebenaran pernikahan kita."
"Aku tidak tahan Na."
"Maksud bapak tidak tahan?"
"Aku tidak tahan, aku tidak bisa setiap hari bertemu Laras, di wanita yang agresif dan itu membuatku takut."
"Apa bapak takut terjebak rayuan bu Laras?"
"Iya Na, aku takut itu terjadi makanya aku ingin kita punya anak dan aku akan mengundurkan diri dari kampus itu, aku akan melepas jabatanku agar aku tidak bertemu dengan Laras."
"Pak, masalah itu dihadapi bukan dihindari, jika bapak punya masalah yang belum terselesaikan dengan bu Laras, maka selesaikan dulu, bapak jangan gegabah."
"Apa kamu bisa kuat melihat Laras setiap hari menggodaku?"
"Nana ini sangat kuat pak, saya percaya bapak tidak akan tergoda oleh bu Laras."
"Aku tidak tau kenapa kamu sangat mempercayaiku Na?"
"Saya tidak perlu menjelaskannya pak, bapak selesaikan ya masalah bapak dengan bu Laras, setelah itu bapak boleh menentukan bapak ingin bersama bu Laras atau bersama saya."
"Baiklah Na, kamu memang benar sebaiknya aku selesaikan masalah kami, terima kasih sudah memberiku dukungan." kata Hessel.
"Sama-sama pak, saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan."
"Sini mendekatlah." kata Hessel dan Nana pun mendekat, Hessel memeluknya dengan erat, begitu pun Nana membalasnya.
"Pak, saya sangat mencintai bapak." kata Nana, dia merasa nyaman saat berada dalam dekapan Hessel.
"Tenanglah Nana, aku akan berusaha menjaga pernikahan kita... cup..." Hessel mencium kening Nana, kemudian kembali memeluknya.