Alika Khumairoh gadis berjilbab nan tangguh yang berubah menjadi gadis diam seribu bahasa karena kecelakaan yang menimpa adiknya. Kesedihan yang mendalam ia rasakan ketika adik satu-satunya terbaring koma karena kecelakaan tersebut.
Dan ketika dia harus bertemu dengan Farel Adiputra Wijaya, manusia menyebalkan menurut Alika.
Farel sendiri adalah putra dari pemilik perusahaan Wijaya Group.
Kehidupan mereka yang berubah drastis karena sifat di antara keduanya yang bertolak belakang.
Sampai akhirnya mereka memulai untuk melakukan kerjasama di perusahaan ayah Farel agar mengetahui siapa dalang di balik runtuhnya perusahaan Wijaya Group.
Akankah mereka dapat memahami satu sama lain?
Dan bisakah keduanya mengungkap siapa yang berkhianat pada perusahaan Wijaya Group?
IG : miena_checil
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang
"Awasi terus pergerakan Farel dan teman-temannya. Aku tidak mau Farel sampai berhasil memajukan Perusahaan ini," kata Hendra yang saat ini berada di ruangannya sambil duduk di kursi kebesarannya.
"Baik Tuan" jawab Bagas asisten pribadi Hendra. Berdiri tegak di hadapan atasannya.
"Perusahaan ini harus jatuh ke tanganku!" Hendra bicara dengan penuh tekad.
"Saya mengerti Tuan, anda tenang saja saya pasti akan membuat Farel tidak bisa masuk dalam jajaran Dewan Direksi," lanjut Bagas.
*
Setelah kepulangan Lala dari kantor Alika membeli makan siang di luar perusahaan. Menenteng beberapa tas kresek yang berisi makanan dan minuman untuk para timnya.
Berjalan memasuki perusahaan dan menyapa beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Sesekali membungkukkan badan jika dia bertemu dengan karyawan senior.
Sang karyawan senior malah di buat bingung dengan sikap Alika. Karyawan senior memang lebih tua dari Alika namun dengan kedudukan Alika saat ini yang menjabat sebagai sekretaris Dewan Direksi membuat para senior Alika tidak enak hati jika Alika membungkukkan badan kepada dirinya.
Setelahnya Alika memasuki lift, berada dalam lift yang sama bersama beberapa karyawan yang jabatannya lebih rendah dari Alika.
Sesekali mereka tersenyum dan menundukkan kepala saat harus bersitatap langsung dengan Alika.
Setelah beberapa saat lift pun berhenti di lantai dua puluh delapan, dimana Alika melakukan pekerjaannya.
Saat akan menuju ke ruangan teman-temannya Alika di kejutkan oleh Bagas yang sepertinya mengintai tim Farel yang sedang bekerja.
Bagas terlihat mengendap-endap di balik dinding, mencari sesuatu yang ingin dia ketahui.
Melihat kelakuan Bagas, Alika tau tim Farel sedang di awasi. Lalu dengan berani dirinya mendekati Bagas.
"Assalamualaikum..." kata Alika yang spontan mengangetkan Bagas.
Bagas lantas menghadap ke Alika, seperti orang yang tertangkap basah melakukan kejahatan saat ini degup jantung Bagas tidak berirama dengan teratur. "A- Alika..." jawab Bagas dengan nada terputus-putus.
"Jawablah salam saya Pak Bagas."
"Wa'alaikumsalam..." kata Bagas lagi.
Alika lalu tersenyum mendengar jawaban dari Bagas. "Sedang apa Pak Bagas disini?"
Mendengar pertanyaan dari Alika, lantas Bagas terdiam. Sekretaris Hendra itu sudah berumur kisaran lima puluh tahun, dan sepertinya dia tidak pandai untuk berbohong.
Melihat Bagas yang masih terdiam, Alika tersenyum kembali. "Mau makan siang dengan kami pak?" kata Alika sambil mengangkat tentengan tas kresek miliknya.
"Tidak!" jawab Bagas singkat.
"Jika anda disini hanya ingin memata-matai kami, maka urungkan niat bapak itu. Karena kami disini hanya melakukan pekerjaan yang menguntungkan Perusahaan bukan sebaliknya," kata Alika penuh penekanan di setiap kalimatnya. Berharap sekretaris seniornya tidak melakukan hal bodoh seperti yang Pak Andi lakukan.
Tanpa banyak bicara Bagas lalu melangkah pergi meninggalkan Alika. Dan Alika hanya melihat kepergian Bagas sampai hilang di pintu lift.
"Alika lu lama banget sih," suara Desi yang mengangetkan Alika dari belakang. Tanpa permisi Desi langsung menyambar tas kresek yang berada di tangan Alika lalu dia berjalan ke arah teman-temannya yang sudah menunggu Alika membawa makan siang.
Alika hanya mengikuti langkah Desi dari belakang, setelah semuanya berada dalam satu meja untuk melakukan makan siang bersama.
"Dimana Pak Farel?" tanya Alika.
"Setelah kepergian lu dan gadis tadi, Pak Farel belum keluar dari ruangannya sama sekali," jawab Andre.
"Kita juga gak berani buat ngeliat keadaannya, karena kamu tau sendiri tentang insiden beberapa minggu yang lalu waktu kita nguping pembicaraan kamu dan Pak Farel. Pak Farel ngamuk kan?" tambah Nadia.
Alika kembali teringat kejadian tadi di ruangan Pak Farel. Tanpa berpikir panjang Alika lalu melangkah ke ruangan Pak Farel.
Sebelum Alika masuk dia mengetuk pintu terlebih dahulu karena tidak ada sahutan dari dalam lantas Alika langsung membuka pintu ruangan Farel.
Alika melihat benda yang tadinya di atas meja kerja Farel semuanya terjatuh di lantai. Sedangkan Farel masih duduk di kursi kebesarannya, menundukkan kepala dan memakai tangannya sebagai sandaran.
"Waktunya makan siang Pak," kata Alika yang membuyarkan lamunan Farel.
Farel bahkan tidak mengetahui tentang kedatangan Alika, saat Alika mengetuk pintu Farel sibuk dengan pikirannya sendiri.
Tanpa banyak berkata Farel melangkah keluar ruangannya, Alika hanya mengikutinya dari belakang.
Para tim Farel menatap heran kepada temannya yang saat ini sudah menjadi bosnya. Tidak ada yang berani bertanya kenapa sikap Farel seperti itu.
Alika pun hanya terlihat diam mengikuti Farel dari belakang.
"Alika..." panggil Desi.
Sekilas Alika menoleh ke arah Desi dan teman-temannya. Mendekati mereka lalu mengambil dua kotak makanan dan dua minuman. "Makanlah dulu.." jawab Alika yang langsung melenggang pergi dengan makanan yang di bawanya.
Para kelima tim Farel hanya saling tatap dengan kejadian tersebut, namun mereka juga tidak berniat menanyakan Farel dan Alika mau pergi kemana. Karena mereka tau Farel sedang tidak baik-baik saja.
Alika dengan langkah sedikit berlari menyusul Farel namun pintu lift dengan cepat tertutup. Alika lantas melihat nomor lift yang mengarah ke atap gedung. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Alika menaiki lift dan menyusul Farel.
*
Di atap gedung Alika melihat Farel yang sedang duduk di bangku panjang tempatnya tadi dia duduk bersama Lala.
Farel terlihat frustasi, dapat di lihat dari gerak-gerik yang Farel lakukan.
Kenapa Pak Farel kesini? Ini kan tempat favoritku. Kenapa aku harus terjebak dengan dua saudara ini? batin Alika
Alika perlahan berjalan mendekati Farel. "Anda mau makan siang disini Pak?" tanya Alika yang lagi-lagi mengagetkan Farel.
"Ngapain lu kesini? Lu mbuntutin gue?" tanya Farel dengan nada sedikit emosi.
"Saya tidak membuntuti anda, saya kesini karena ini adalah tempat favorit saya, jadi...," jawab Alika sekenanya padahal memang benar dia saat ini sedang membuntuti Farel.
Tunggu sekarang bukan itu yang terpenting. batin Alika.
"Anda belum makan siang Pak, jika anda tidak makan maka anda akan sakit. Dan jika anda sakit maka..."
"Sudah cukup!" kata Farel yang sekali harus membuang nafasnya kasar karena kata-kata Alika.
"Saya minta maaf Pak," kata Alika lagi.
"Untuk apa?" tanya Farel yang memang sedikit acuh dengan kehadiran Alika.
"Maaf karena saya telah menyinggung ibu anda saat pertama kali kita bertemu di jalan."
Kata-kata Alika membuat Farel terdiam, mengingat kembali tentang kejadian dulu saat dia bertemu Alika di jalan. "Sudahlah, dulu juga lu gak tau kalau ibu gue udah meninggal," kata Farel lagi sudah tidak mau berdebat dengan Alika karena pikirannya sekarang benar-benar sedang kacau.
"Terimakasih Pak," jawab Alika. "Ini makan siang anda Pak," kata Alika seraya mengulurkan satu tas kresek ke depan Farel.
Farel hanya menatap tas kresek itu. "Gue gak lapar!" kata Farel sambil memalingkan wajahnya.
"Pak Farel, jika anda tidak makan maka anda akan sakit dan jika anda sakit..."
"Ya ya gue tau." Farel lalu meraih kasar tas kresek dari tangan Alika. "Kenapa lu cerewet sekali?" tanya Farel dengan di selingi lirikan sinisnya. Membuka kotak makanan dan meneguk jus alpukat yang ada di tangannya.
"Bisakah anda membaca doa dulu sebelum memakan sesuatu Pak?" tanya Alika yang masih setia berdiri di samping Farel.
Padahal Farel sudah akan melakukan suapan pertamanya namun sendok yang dia pegang seperti menggantung di udara dengan perintah Alika. Lalu sesaat Farel melirik Alika.
"Saya bisa mengajari anda jika anda belum menghafal doa makan."
"Gue bisa!" kata Farel yang langsung menaruh sendoknya kembali di kotak makan lalu memulai doa dalam hati.
Melihat tingkah Farel yang begitu lucu menurut Alika, tak terasa ada sebersit senyuman yang muncul di sudut bibir Alika.
Setelah membaca doa lalu Farel langsung memakan makan siangnya. "Lu belum jawab pertanyaan gue. Kenapa lu cerewet sekali?" tanya Farel yang sudah memasukkan beberapa suapan ke mulutnya.
"Karena dengan begitu anda akan makan Pak," jawab Alika santai.
Farel terkejut oleh kata-kata Alika, menggantungkan kembali sendok di udara seraya menghela nafas kasar mengahadapi sekretarisnya itu. "Lu gak makan? Sampai kapan lu akan berdiri disitu?" tanya Farel dengan nada setengah emosi.
"Saya akan makan nanti Pak."
"Lu makan sekarang atau gue suruh bokap gue menghentikan biaya pengobatan adik lu,"lanjut Farel yang saat ini semakin pintar mengancam Alika.
Tanpa di suruh yang kedua kalinya Alika langsung duduk di bangku yang sama dengan Farel namun dengan jarak aman dari orang yang bukan muhrimnya.
Memulai makan siangnya dengan ancaman dari atasannya
Aku harus cari tau siapa yang telah membocorkan masalah ini. Kenapa Pak Farel sampai tau tentang pengobatan Abizar? Dia bahkan sudah mengancamku dua kali dengan menggunakan nama Abizar jika aku tidak melakukan perintahnya.
Alika yang saat ini menyantap makan siangnya dengan pikiran yang tidak karuan.
Bersambung
secara ga langsung, ia mengungkapkan cinta buat Alika🤭
.