NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 18

Keesokan Paginya

Suara burung spiritual terdengar samar di kejauhan saat matahari baru saja menembus kabut lembut di lembah sekte.

Udara pagi terasa dingin dan segar, namun bagi Shen Hao, setiap hembusan angin justru terasa seperti pisau tajam yang menunggu untuk menebas lehernya.

Ia duduk di tepi ranjang sederhana di penginapan tamu sekte, wajahnya pucat, rambut berantakan, dan lingkar matanya gelap.

Ia belum tidur semalaman.

Bagaimana bisa tidur, setelah kejadian kemarin?

“Menjadi seseorang di sisiku…” gumamnya dengan suara serak.

“Aaaahh! Maksudnya apa sih? Kalau aku menolak, apa aku akan dipotong jadi dua?”

Ia bangkit mondar-mandir dengan wajah panik, tangan gelisah menarik rambut sendiri.

Baru beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu terdengar pelan namun tegas.

Tok tok tok.

“Tamu atas nama Shen Hao, Ketua Sekte memanggil Anda ke istana utama.”

Suara tenang dari penjaga sekte membuat jantungnya seolah berhenti berdetak.

Ia menelan ludah, menatap pintu seolah di baliknya berdiri malaikat maut.

“A… apa tidak bisa ditunda sebentar?” tanyanya lirih, namun penjaga di luar hanya menjawab singkat:

“Ketua Sekte tidak menunggu dua kali.”

Punggung Shen Hao langsung basah oleh keringat dingin.

Dengan langkah gontai ia mengambil jubah sederhana milik penginapan, menatap dirinya di cermin.

“Ya Tuhan… aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya berbicara sopan pada seorang ‘Heavenly Demon’. Kalau aku salah ucap satu kata saja, bisa-bisa aku berubah jadi abu sebelum sempat menunduk…”

Ia menarik napas panjang, lalu keluar mengikuti dua murid wanita Crimson Moon yang menjemputnya.

Perjalanan menuju istana utama terasa seperti perjalanan menuju neraka — setiap langkah di antara pilar-pilar batu berukir naga dan phoenix terasa berat, napasnya semakin cepat.

Setibanya di depan gerbang besar istana, ia menatap takjub sekaligus gentar.

Bangunan itu seperti terbuat dari batu giok merah yang berkilauan, dengan ukiran formasi spiritual yang bergerak halus seperti hidup.

Udara di sekitarnya bergetar — seolah kekuatan luar biasa sedang mengamati setiap gerakannya.

Dua murid itu menunduk lalu berkata,

“Silakan masuk. Ketua Sekte sudah menunggu.”

Begitu langkahnya melewati gerbang, hawa dingin spiritual menyelimuti tubuhnya.

Langkahnya bergema di lantai batu yang luas, dan di ujung ruangan, Mei Xian’er tampak duduk di singgasananya — anggun, tenang, dan menakutkan dalam satu waktu.

Di sisi kiri dan kanan berdiri Enam Penatua Agung, masing-masing dengan aura yang membuat udara terasa berat.

Shen Hao ingin kabur.

Sungguh, kalau bisa, ia sudah berlari sejauh mungkin. Tapi kakinya seolah membeku.

“Kau datang juga,” suara Mei Xian’er terdengar lembut, namun cukup untuk membuat lutut Shen Hao hampir goyah.

“Duduklah.”

“T-tidak perlu, aku bisa berdiri saja, terima kasih…” jawabnya cepat sambil menunduk dalam-dalam.

Mei Xian’er tersenyum samar, sebuah senyum yang entah kenapa lebih menegangkan dari serangan pedang mana pun.

Ia melirik sekilas ke arah para penatua, yang sebagian tampak ingin menahan tawa.

“Kau tahu kenapa aku memanggilmu, bukan?”

“S-sedikit, mungkin…”

“Atau mungkin tidak sama sekali,” tambah Shen Hao cepat dengan senyum kaku.

Mei Xian’er bangkit perlahan dari singgasananya, langkahnya ringan tapi setiap gerakannya menggetarkan udara.

Ia berjalan mendekat sampai jarak beberapa langkah dari Shen Hao, menatapnya lurus.

“Kau memiliki sesuatu yang menarik perhatianku.”

“Dan itu… tidak sering terjadi.”

Shen Hao hanya bisa menatapnya bingung, antara takut, kagum, dan pasrah.

“Mungkin aku harus mulai menyiapkan surat wasiat sekarang…” gumamnya pelan, tapi cukup terdengar oleh semua orang.

Beberapa penatua — terutama Hu Yue — tidak bisa menahan tawa kecil.

Namun Mei Xian’er tetap tersenyum, tatapannya tidak berubah.

“Jangan khawatir, Shen Hao. Aku tidak memanggilmu untuk menghukummu.”

“Justru sebaliknya. Aku ingin memberi… sebuah pilihan.”

Shen Hao menelan ludah lagi.

“Pilihan?”

Mei Xian’er menatapnya dalam, suaranya lembut namun tegas:

“Jadilah orang yang berada di sisiku — bukan sebagai murid, bukan sebagai pelayan, tapi sebagai seseorang yang kupercayai.”

Ruangan itu langsung sunyi.

Bahkan napas pun terasa tabu.

Dan Shen Hao hanya bisa mematung, pikirannya kosong, satu kalimat menggema di kepalanya:

“Kalau aku menolak… aku mati. Kalau aku menerima… mungkin aku juga mati, tapi dengan cara yang lebih indah.”

Ruangan itu masih sunyi.

Suara napas para penatua, bahkan detak jantung para murid yang berjaga di luar, seolah berhenti bersamaan.

Shen Hao berdiri kaku di tengah aula megah itu, wajahnya tegang, tangan gemetar — tapi matanya menatap lurus pada sosok anggun di hadapannya.

Mei Xian’er kembali berjalan perlahan mendekatinya, langkahnya senyap, tapi setiap langkah terasa berat seperti membelah udara.

Ujung jubah hitam legamnya yang bersulam benang merah berkilau lembut ketika terkena cahaya spiritual dari langit-langit.

Ketika jaraknya hanya tinggal beberapa langkah, ia berhenti.

Tatapannya lembut namun dalam, seperti lautan yang menyimpan badai.

“Kau membuatku penasaran, Shen Hao.”

“Di dunia ini, sudah ratusan tahun tidak ada seorang pun yang berhasil melakukan hal itu.”

Shen Hao menelan ludah.

Ia tidak tahu apakah itu pujian, ancaman, atau awal dari eksekusi.

“Ah… h-heh… maaf kalau aku… berhasil… membuat—eh, maksudku mengganggu ketenangan Anda?” ujarnya dengan suara bergetar setengah gugup.

Mei Xian’er tersenyum samar, lalu menatapnya dari atas hingga bawah seolah sedang menilai sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.

Tatapan itu membuat Shen Hao ingin menunduk, tapi anehnya, tubuhnya tak mau bergerak.

Kemudian, tanpa peringatan, suara lembut itu kembali terdengar — kali ini lebih pelan, tapi setiap kata seolah menggema di seluruh ruangan.

“Shen Hao.”

“Aku akan memberimu satu pilihan.”

Suara itu tenang. Tapi justru karena ketenangannya, semua orang di ruangan itu merasa jantung mereka berhenti berdetak.

Bahkan Enam Penatua Agung saling bertukar pandang, menanti kata-kata berikutnya dengan tegang.

Mei Xian’er memejamkan mata sejenak… lalu membukanya perlahan.

Tatapan crimson-nya menatap lurus ke arah Shen Hao — dalam, menembus, dan penuh keyakinan.

“Menikahlah denganku.”

Seketika, dunia seolah membeku.

Tidak ada suara, tidak ada gerakan.

Bahkan udara pun berhenti bergetar.

Beberapa detik berlalu sebelum suara seruan kaget terdengar dari sisi kiri aula.

Penatua Shen Qiyue, yang biasanya tenang, hampir menjatuhkan cangkir tehnya.

Hu Yue memegangi mulutnya, matanya membulat tak percaya, ekor rubahnya bahkan sempat berdiri tegak saking terkejutnya.

Huo Lian menatap dengan ekspresi campuran antara marah dan kagum.

Sementara Mei Ling’er, sang adik, hanya bisa terdiam — wajahnya pucat, matanya bergantian menatap kakaknya dan Shen Hao.

Shen Hao sendiri… masih berdiri kaku.

Matanya kosong, tubuhnya tidak bergerak, mulutnya setengah terbuka — bahkan napasnya pun nyaris tidak terdengar.

“M-m… menikah…?” gumamnya lemah, seperti tidak yakin dengan apa yang baru ia dengar.

“Tunggu, aku… apakah ini ujian? Atau ini semacam—uh… jebakan kultivator tingkat tinggi?”

Tidak ada jawaban.

Hanya senyum lembut di wajah Mei Xian’er yang kini berdiri di hadapannya, jaraknya cukup dekat hingga Shen Hao bisa merasakan aroma lembut dari rambut hitam panjangnya.

“Aku tidak bercanda,” ucapnya pelan, tapi tegas.

“Mulai hari ini, kau adalah calon pendampingku.”

Kursi para penatua bergetar halus, menandakan betapa besar reaksi spiritual yang muncul dari seluruh aula.

Para murid yang berjaga di luar pun ikut gemetar, sebagian bahkan berbisik dengan panik.

“Ketua Sekte kita… menikah?”

“Dengan… pria biasa itu?”

“Apakah dunia sudah mau kiamat?”

Shen Hao akhirnya sadar dari keterpakuannya.

Wajahnya memucat, lalu memerah, lalu pucat lagi.

Ia mengangkat tangan gemetar dan menunjuk ke dirinya sendiri.

“Tunggu-tunggu-tunggu! Anda pasti salah orang! Saya cuma penonton, bahkan… bahkan saya baru tahu ranah saya apa kemarin! Saya tidak pantas untuk—”

“Aku tidak peduli pantas atau tidak,” potong Mei Xian’er dengan tenang.

“Aku memilihmu.”

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Shen Hao benar-benar kehabisan kata-kata.

Ia berdiri diam seperti patung, menatap wanita terkuat di sekte itu yang baru saja… melamarnya di depan semua orang.

Sementara itu, keenam Penatua Agung hanya bisa saling pandang dalam kebingungan dan kecemasan.

Karena mereka semua tahu — sejak hari itu, dunia kultivasi akan gempar.

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!