Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 20
Siapa yang bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Walaupun sudah berusaha iklas karena mungkin sudah menjadi ketentuan takdir. Tapi Yahya Salim yakin orang tuanya akan sulit menerima hal ini. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang.Terlalu menyakitkan.
Sri Maimun terus saja menangis di dalam mobil. Ada yang dia sesalkan, kenapa putrinya masih bertahan setelah Hasan menolaknya.
"Bi, kira kira apa yang akan Laila lakukan kalo tau Hasan menolaknya lagi?" tanya uminya dalam sedihnya.
Yahya Salim tidak bisa menjawab pertanyaan istrinya. Setiap dia menyinggung hubungannya dengan Hasan, putrinya selalu berkeras kalo dia baik baik saja dengan anak temannya itu. Tapi kenyataannya tidak seperti itu.
Hasan mungkin ingin Laila mengatakannya sendiri pada abi dan uminya. Mungkin saja dari wataknya, Hasan tidak ingin mempermalukan Laila. Tapi yang dilakukan putrinya malah terus mempertahankan Hasan.
Selain Hasan, banyak juga laki laki anak sahabatnya yang ingin memperistri Laila. Kenapa putrinya tidak mau menyerah saja.
"Aku tidak sampai hati mengatakannya pada Luna," tangis istrinya lagi, menyayat hati Yahya.
*
*
*
Siang ini Laila sudah putuskan akan menemui Hasan. Laki laki itu tidak bisa terus menghindar dan memundurkan rencana pernikahan mereka.
Setelah selesai mengajar, dia melajukan mobilnya ke perusahaan Hasan. Dia sudah pernah datang beberapa kali dan membawakan laki laki itu bekal makan siang. Jadi kedatangannya sudah cukup dihapal oleh bagian resepsionis di lobi perusahaan Hasan.
"Maaf, bu, Pak Hasan sekarang sedang berada di kementrian."
Wajah Laila tampak kecewa, untungnya tidak terlihat dari balik cadarnya.
"Terimakasih." Dia pun melangkah lunglai sambil membuka ponselnya. Menatap pesannya yang kembali yang tidak dibaca laki laki itu. Begitu juga pesan pesannya yang lain.
Hasan tidak pernah merespon pesannya setelah dia ke Amerika. Tapi dianya saja yang ngga kenal lelah memborbardir Hasan dengan terus mengirimkannya banyak pesan.
"Laila?"
Laila tersenyum dibalik cadarnya mendengar suara Riyas. Teman SMAnya yang bekerja dengan Hasan.
"Hasan barusan pergi rapat di kantornya yang di kementrian," jelas laki laki itu setelah berada di depannya.
Dia terlambat lagi?
"Dia balik lagi ke sini nanti?"
"Tidak. Sepertinya dia akan lembur sampai malam lagi."
"Ooh begitu." Laila menyimpan ponselnya bermaksud pergi.
Riyas menatapnya dengan tatap tak terbaca.
"Kamu masih tidak menyerah dengan Hasan?" tanyanya pelan. Dia merasa kasian pada gadis ini dan Hasan. Laila yang selalu diacuhkan dan Hasan yang kerap merasa terganggu oleh kehadiran Laila di perusahaannya.
"Kenapa aku harus menyerah? Dia calon suamiku. Aku akan terus menemuinya. Dia hanya belum melihat kelebihanku dibandingkan gadis lainnya," jawab Laila tegas. Dia sangat percaya diri. Walaupun tertutup begini, sudah ada beberapa laki laki yang melamarnya. Ada yang berkata menyukainya langsung di hadapannya. Bahkan ada juga yang nekad menemui abi dan uminya.
Hanya Hasan yang menolaknya. Tapi penolakan penolakan calon suaminya itu malah membuatnya tambah bersemangat mendekati Hasan. Kedua keluarga mereka sudah menyetujui perjodohan ini dan tinggal menunggu hari saja mereka akan menikah.
Riyas menghela nafas panjang. Gadis ini sulit sekali dikasih tau. Hasan saja sudah bersikap masa bodoh saking malasnya berinteraksi dengan Laila.
Padahal Riyas sudah lama menyukai Laila, tapi hanya bisa menahannya dalam hati. Dia tidak mau dicemooh gadis itu kalo mengetahui rahasia hatinya. Dia menjejeri langkah Laila.
"Hasan akan meninggalkanmu."
"Apa?" Tangan Laila tidak jadi membuka pintu mobilnya.
"Dia sudah bertemu lagi dengan Luna."
DEG
Perasaan tidak sukanya pada gadis hedon yang sudah lama tidak dia temui kini hadir lagi. Tapi di depan Riyas, Laila berusaha tetap tenang dan tidak peduli.
"Mereka memang sudah pernah bertemu setahun yang lalu. Tapi Hasan mengacuhkannya."
Saat itu Hasan dan Luna bertenu di bandara. Calon suaminya itu dipaksa pulang setelah tiga tahun bekerja di Amerika.
Di depan mata Laila dan keluarga mereka yang menjemputnya, keduanya berlaku seperti orang asing. Apalagi Luna saat itu digandeng oleh laki laki yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Pastinya bukan sepupunya. Hasan tau dia sudah dicampakkan.
"Sekarang beda, Laila. Hasan sudah beberapa kali menemui Luna. Hasan bahkan bercerita padaku kalo dia akan serius mengejar Luna." Riyas harus mengatakannya sekarang, karena tidak ingin melihat gadis itu terluka lebih dalam lagi. Hasan juga sudah terang terangan mengaku padanya kalo dia akan menjadikan Luna istrinya.
Laila mematung.
Kok, bisa. Dia aja tidak tau dimana Luna berada.
"Riyas, kamu jangan bohong," sergah Laila marah.
Riyas tersenyum miring.
"Kapan aku pernah berbohong. Hasan sendiri yang mengatakan padaku."
Rasa tidak sukanya pada gadis hedon itu mencuat lagi ke permukaan hatinya. Menimbulkan letupan letupan emosi.
"Kamu tau keberadaan Luna di mana?" Laila menatap Riyas tajam.
"Tanya saja sama Hasan. Besok datanglah pagi pagi ke sini, sebelum jam sepuluh pagi." Setelah mengatakannya Riyas membalikkan tubuhnya pergi meninggalkan Laila yang masih berdiri mematung.
*
*
*
Luna menghembuskan nafasnya berulang kali. Dia baru saja menyelesaikan operasi caesar, seperti biasa mendampingi dokter obygin.
Luna duduk di kursi taman. Dia perlu break sebentar sebelum menemui pasien pasiennya yang sudah menunggunya
Luna menatap layar ponselnya. Membuka kontak laki laki itu. Tidak ada pesan baru yang dikirimkannya setelah masalah yang dia timbulkan semalam dan pagi ini.
Pagi tadi saat sarapan, penuh dengan candaan dan ledekan untuknya.
"Kok, bisa, anak santri alim begitu naksir dengan kamu, sayang." Papinya memulai gangguannya.
"Padahal kamu ketus, judes dan jutek begitu," sambung maminya sambil memotong rotinya.
"Mami, Luna tuh di depan Hasan berubah wujud dia. Jadi gadis lemah lembut seperti putri salju. Tapi nanti buntutnya minta ci um juga sama pangeran."
Luna dengan kejam melemparkan sendoknya ke arah kembarannya yang berada di seberang mejanya
Untung Ayra bisa berkelit sambil tertawa.
"LUNAAA!" teriak Kiara kaget dengan respon Luna.
Emra malah tertawa melihat kelakuan Luna. Kalo Hasan melihatnya, mungkin langsung mundur, batinnya.
" Ngga pernah, ya, aku baik baikan sama dia," sangkal Luna dongkol.
"Buktinya ngasih jam tangan setengah M. Tega kamu Luna, padahal jam itu yang diinginkan Abiyan." Ayra membongkar rahasia Luna di depan kedua orang tuanya.
"Dalam rangka apa kamu ngasih jam tangan ke Hasan?" selidik Kiara penuh curiga. Dia masih kaget dengan tindakan impulsif Luna tadi ke Ayra.
"Kan, otaknya sudah geser, mam. Masa habis dilempar bola, malah pelakunya dikasih jam."
Luna udah siap siap mau melempar piring bekas rotinya ke Ayra sebelum tertahan oleh teriakan maminya yang menggelegar.
"LUNA! Kalo kamu berani, papimu akan langsung lamar Hasan!"
Emra tergelak mendengar.
"Ngga kebalik, mam. Harusnya laki laki yang melamar perempuan," cuit Ayra di sela tawa ngikiknya.
Luna makin melotot menatap kembarannya. Sedangkan Kiara memijat keningnya sambil berdo'a agar Luna bisa cepat menikah dengan Hasan.
harus dengan cara apa agar kamu berhenti mengharapkan Hasan,
jangan rendahkan harga dirimu begitu murahnya
jangan juga buat kami ilfill dengan caramu yg menodai kehormatan wanita bercadar.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡