Edward terkejut saat istrinya yang hilang ingatan tiba-tiba mengajukan gugatan cerai kepadanya.
Perempuan yang selama empat tahun ini selalu menjadikan Edward prioritas, kini berubah menjadi sosok yang benar-benar cuek terhadap apapun urusan Edward.
Perempuan itu bahkan tak peduli lagi meski Edward membawa mantan kekasihnya pulang ke rumah. Padahal, dulunya sang istri selalu mengancam akan bunuh diri jika Edward ketahuan sedang bersama mantan kekasihnya itu.
Semua kini terasa berbeda. Dan, Edward baru menyadari bahwa cintanya ternyata perlahan telah tumbuh terhadap sang istri ketika perempuan itu kini hampir lepas dari genggaman.
Kini, sanggupkah Edward mempertahankan sang istri ketika cinta masa kecil perempuan itu juga turut ikut campur dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saingan berat
"Bagaimana dengan laki-laki dan perempuan yang tinggal serumah? Apa menurut kamu, mereka juga nggak melakukan apa-apa?"
Sial!
Silva sangat kesal sekali. Kenapa Nana sangat pandai melakukan serangan balik?
Apalagi, cara Nana terlihat sangat tenang dan elegan. Berbanding terbalik dengan Nana yang dulu, yang hanya pandai mengamuk tak jelas dan juga mengancam akan bunuh diri jika sedang berdebat dengan Silva dan Edward.
"Berhenti membawa-bawa aku dan Silva, Na! Yang sedang kita bahas sekarang adalah kamu!" tegas Edward. "Lagipula, Nana memang benar. Nggak mungkin laki-laki dan perempuan nggak ngapa-ngapain kalau tinggal didalam kamar hotel yang sama."
Ah, Nana sudah muak. Sejak tadi, dia selalu dituduh secara sepihak.
"Apa ada bukti kalau aku dan laki-laki itu tinggal sekamar?" tanya Nana kepada dua manusia menyebalkan itu.
"Buktinya memang nggak ada. Karena, mungkin laki-laki itu sudah pergi sebelum kami datang," jawab Silva.
Huft!
Capek sekali meladeni dua manusia itu. Padahal, Nana sudah membayangkan betapa damainya hidup tanpa gangguan dari mereka. Tapi, ternyata Nana salah.
Sepertinya, dua manusia itu tak akan pernah puas mendatangkan masalah dalam hidupnya.
Sabarkan hati Nana, Ya Tuhan!
"Kalau gitu, kita cek CCTV saja!" tantang Nana.
"Oke. Itu ide yang bagus," angguk Edward setuju.
Silva seketika jadi panik. Keberanian Nana untuk mengecek CCTV sebenarnya sudah membuktikan kalau perempuan muda itu tidak salah.
"Ngapain cek CCTV? Ini hotel bergengsi. Pasti, nggak mudah untuk memperoleh izin," kata Silva beralasan.
"Tenang saja!" timpal Nana. "Aku punya seseorang yang bisa mengakses CCTV tanpa perlu meminta izin pada siapapun," ucapnya dengan penuh percaya diri.
"Kamu punya teman hacker, Na?" tanya Edward. "Jangan! Itu berbahaya! Hotel ini milik keluarga Ferrel. Bahkan, keluarga Howarts kamu saja masih tidak bisa berkutik jika berurusan dengan mereka!"
Nana diam tak menanggapi. Dengan santainya, dia mengirim pesan kepada Dylan untuk segera datang ke kamarnya.
"Aku punya satu kesepakatan!" ucapnya setelah pesannya berhasil terkirim.
"Kesepakatan apa?" tanya Edward.
"Kalau tuduhan gundik kamu ini nggak terbukti, maka dia harus bersedia menerima tuntutan resmi secara hukum!" jawab Nana sembari menatap sinis ke arah Silva.
"Dan, kalau ternyata kamu yang bohong, apa kamu bersedia bercerai dari Edward tanpa membawa apa-apa?" balas Silva bertanya.
Mata Edward seketika melotot. Hei, sekali lagi, Edward tak pernah berpikir sampai sejauh itu.
Kalaupun Nana benar-benar selingkuh, paling-paling Edward hanya akan meminta Nana putus dari laki-laki itu kemudian meminta Nana untuk kembali menjadi Nana yang dulu.
Tidak akan ada perceraian.
"Ya, aku bersedia," angguk Nana mantap.
Selang sepuluh menit lebih, Dylan akhirnya datang. Pria itu mengetuk pintu dan Nana langsung membuka pintu untuknya.
"Dia... siapa?" tanya Edward dengan ekspresi tak suka.
"Dia laki-laki yang ada di foto tadi," jawab Nana dengan santainya.
Edward tertegun sejenak. Ditatapnya Dylan dari atas ke bawah.
Sial!
Laki-laki yang dia duga sebagai selingkuhan sang istri itu ternyata sangat tinggi dan tampan. Ditambah lagi, usianya juga terlihat jauh lebih muda dibanding Edward.
Tapi, anehnya, pemuda itu memiliki aura kekuasaan yang luar biasa. Tatapan matanya pun tampak berubah-ubah, tergantung kepada siapa dia menatap.
Hangat kepada Nana namun begitu dingin kepada dia dan Silva.
"Nggak heran kamu mau selingkuh sama dia, Na. Dia memang tampan," celetuk Silva.
Rasa tidak percaya diri langsung menyergap Edward.
"Selingkuh?" Kening Dylan berkerut heran. Suaranya yang berat terdengar sangat jantan. "Siapa yang selingkuh?" tanyanya kepada Nana.
"Katanya, kita berdua yang selingkuh," jawab Nana.
"Hah?" Dylan terperangah. "Sejak kapan? Kita saja baru ketemu lagi tadi malam. Jadi, bagaimana mungkin kita bisa selingkuh?"
"Nggak usah membuat drama dihadapanku!" sergah Edward. "Sandiwara kalian nggak akan mempan!"
"Dia... Suami kamu?" tanya Dylan sambil menunjuk Edward.
"Calon mantan suami," ralat Nana.
"Jangan bicara sembarangan, Na!" kata Edward tak terima.
Namun, Nana hanya menghela napas kasar sambil memutar bola matanya malas.
"Dylan, aku butuh bantuan," ucap Nana.
"Bantuan apa? Katakan saja!"
"Aku perlu cek CCTV tadi malam. Mulai dari kita ketemu sampai aku kembali ke dalam kamar."
"Untuk apa?"
Nana melirik Edward dan Silva secara bergantian.
"Untuk membuktikan kalau kita nggak tidur sekamar tadi malam."
Kening Dylan tampak terangkat sebelah. Tanpa sadar, dia tertawa mendengar ucapan Nana.
"Ya sudah, ayo! Kita ke ruang pengawasan!" ajak Dylan.
Sepanjang jalan, Silva semakin gelisah. Mengingat taruhannya bersama Nana tadi, dia tiba-tiba merasa takut.
"Ed, kayaknya kita benar-benar cuma salah paham. Mungkin, Nana dan laki-laki ini hanya teman biasa. Mereka nggak selingkuh seperti yang kamu duga," bisik Silva sambil menggandeng lengan Edward.
"Nanti, kita akan segera tahu," timpal Edward.
Daripada hanya menerka-nerka yang membuat hatinya gelisah sepanjang waktu, lebih baik Edward mencari tahu sendiri.
Dan, ketika bukti sudah terlihat, Edward seketika menyesal karena sudah salah menuduh sang istri.
"Na, aku minta maaf!" ucap Edward penuh penyesalan.
"Nggak usah minta maaf! Lebih baik, Tuan Edward siapkan pengacara yang paling cakap untuk mendampingi gundik Tuan Edward dipersidangan nanti."
"Ed, aku nggak mau dipenjara!" cicit Silva sambil memeluk lengan Edward semakin erat.
"Na, jangan bertindak terlalu jauh! Silva nggak salah apa-apa. Seharusnya, kamu nggak perlu terlalu berlebihan!" ujar Edward yang lagi-lagi membela Silva.
"Siapa yang berlebihan?" sambar Nana tak terima. "Ini sudah jadi kesepakatan diantara kita berdua."
"Silva itu penakut dan gampang sakit. Kalau kamu jebloskan dia ke penjara, kasihan! Lagipula, semua baik-baik saja, kan? Tuduhan Silva juga nggak berdampak apa-apa sama hubungan kita, kan?"
Ini sudah sangat melewati batas. Nana rasanya ingin meruntuhkan gedung hotel itu saking kesalnya.
"Kayaknya, semua nggak baik-baik saja, Tuan Edward!" celetuk Dylan yang tadi sedang sibuk dengan ponselnya.
"Lihat ini!" Dylan menunjukkan sesuatu dilayar ponselnya.
"Entah siapa yang mengambil foto kami tadi malam kemudian menyebarkannya. Yang jelas, pihak kuasa hukum kami nggak akan tinggal diam!" lanjut Dylan dengan ekspresi wajah yang serius.
Judul artikel yang beredar benar-benar meresahkan.
'Istri pengusaha muda, Edward Huston berselingkuh.'
Dan, wajah Dylan cukup terpampang jelas meski angle-nya dari arah samping.
"Pak Dylan, saya minta maaf! Bisakah kita damai saja? Saya akan kasih Anda kompensasi yang cukup besar asal Anda membiarkan masalah ini. Soal artikel itu, nanti saya yang akan turun tangan langsung untuk mengklarifikasinya. Bagaimana?"
"Berapa banyak kompensasi yang Anda tawarkan?" tanya Dylan.
"Satu milyar."
Nana terkejut mendengar nominal itu. Sangat besar menurutnya. Namun, demi menyelamatkan Silva, bukankah itu memang sepadan? Seharusnya, Nana sadar akan hal itu.
"Satu milyar, ya?" Dylan tersenyum miring. "Anda hanya mampu menawarkan nominal sekecil itu?"
"Satu milyar bukan angka yang kecil untuk ukuran seorang manager hotel seperti Anda, Pak Dylan!"
"Manager hotel?" Sebelah alis Dylan terangkat tinggi.
Sementara, Nana sudah tertawa kencang.
"Apanya yang lucu?" tanya Edward kepada Nana.
"Kamu bilang, dia manager hotel? nggak salah?" timpal Nana.
"Kalau bukan manager hotel, terus... dia siapa?" tanya Edward.
Baginya, orang yang bisa mengakses CCTV hotel dengan mudah hanyalah manager atau atasan diatasnya.
"Ekhem!" Nana berdehem. "Kenalkan! Dia sahabatku. Bisa dibilang, kami tumbuh bersama sejak kecil. Namanya, Dylan Ferrel. Dan, dia adalah penerus satu-satunya keluarga Ferrel."
Dengan bangga, Nana memperkenalkan pria disampingnya yang langsung membuat Edward dan Silva jadi kicep.
Pantas auranya semahal itu. Silva seharusnya sudah peka sejak awal.
"Ja-jadi, dia..." Silva menunjuk Dylan dengan tangan gemetar.
"Ya, dia adalah pemilik hotel ini," sambung Nana.
Hanya disadari oleh Dylan, Edward tampak cemburu berat. Kali ini, muncul saingan berat yang akan membuatnya ketar-ketir.
"Tuan Edward, kalau Anda hanya bisa menuduh Nana dan nggak bisa mempercayainya, lebih baik ceraikan dia saja! Biar saya yang mempercayai dan melindungi Nana!"