Di dunia dark web, satu nama ditakuti: LOOTER. Tak ada yang tahu identitas aslinya, hanya bahwa ia adalah algojo bayaran dengan keterampilan militer luar biasa. la bisa menyusup, membunuh, dan menghilang tanpa jejak. Kontraknya datang dari kriminal, organisasi bayangan, bahkan pemerintah yang ingin bertindak di luar hukum.
Namun, sebuah misi mengungkap sesuatu yang seharusnya terkubur: identitasnya sendiri. Seseorang di luar sana tahu lebih dari yang seharusnya, dan kini pemburu berubah menjadi buruan. Dengan musuh di segala arah, LOOTER hanya punya satu pilihan -menghancurkan mereka sebelum dirinya yang lenyap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khabar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
[KELIRU]
Alya duduk di sisi tempat tidur, jarinya tak lepas dari dahi Rangga yang mulai terasa hangat. Sudah dua hari lelaki itu tak sadarkan diri. Dia merawatnya dengan perasaan yang campur aduk, takut, bingung, dan...
Entah, mungkin juga sedikit senang. Senang bisa berada di dekat Rangga, walau dalam keadaan seperti ini.
Tapi semua itu berubah saat suara klik dari laptop di meja kerja menarik perhatian Alya. Layar yang tadinya gelap kini menyala. Beberapa pesan muncul, ditulis dalah bahasa dan kode yang tidak ia kenali.
Namun, satu hal yang menarik perhatiannya; "Elora".
Alya mendekat. Di layar, ada jejak rakam medis. Scan tubuh Rangga dengan peluru yang tertanam di dekat tulang rusuknya. Ada catatan tangan digital:
>Ekstraksi berhasil. Tapi saya rasa ada komposisi kimia aneh di dalam proyektil. Perlu penelitian lebih lanjut.- E
Langkah kaki dari arah tempat tidur membuat Alya tersentak.
"Alya?" suara parau itu terdengar, lemah tapi tajam.
Alya segera menoleh. "Kamu bangun! Ya tuhan, kamu sadar..."
Rangga perlahan mencoba duduk, tapi segera menggertakkan giginya menahan nyeri.
"Jangan banyak gerak! Kamu masih demam tinggi, Rangga. Luka kamu..."
"Laptopku..." ucapnya cepat, matanya menatap layar yang masih terbuka.
Alya berdiri memunggungi layar. "Tenang aja. Aku nggak ngapa-ngapain. Cuma... nama itu Elora. Siapa dia?"
Rangga membeku. Dadanya naik turun menahan sakit dan kepanikan
"Dia... Teman lama. Nggak penting."
"Nggak penting? Kayaknya dia orang yang kamu andalkan buat yang serius, ya? Sampe kamu nyimpen data peluru yang bikin kamu kayak gini," ucap Alya, sedikit kesal.
Rangga terdiam. Napasnya berat. Di dalam hatinya: jangan tahu, Alya. Jangan tahu siapa aku sebenarnya.
"Alya," ucap Rangga pelan, "terima kasih udah nolongin aku. Tapi ada hal-hal yang.... lebih baik kamu nggak tahu."
Alya menggeleng, wajahnya kesal sekaligus cemas "Apa aku bukan siapa-siapa sampai kamu nggak bisa percaya sedikit saja? Kamu tahu... dua hari ini aku jaga kamu. Aku khawatir. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Terus aku lihat nama perempuan di laptop kamu, dan.... ya, aku cemburu! Gitu aja!"
Rangga terdiam. Tak menyangka Alya akan sejujur itu.
"Elora itu bukan seperti yang kamu pikirkan," akhirnya Rangga berkata pelan.
"Dia bukan... bukan hubungan kayak gitu. Elora itu orang yang bantuin aku saat aku lagi kesulitan. Aku sempat nolongin beberapa anak kecil yang butuh pertolongan, dan dia yang urus mereka setelahnya. Dia juga yang ngerawat aku waktu kondisiku lagi parah. Tapi semua itu nggak ada urusannya sama hubungan pribadi. Nggak kayak yang kamu pikir."
Alya masih terdiam.
Lalu, tanpa menatap Rangga, ia berkata pelan, "Aku pernah lihat berita di TV. Nama Elora itu... disebut sebagai kriminal yang terlibat penculikan anak-anak."
Rangga menatap langit-langit, lalu menghela napas. "Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi tolong, jangan langsung percaya apa yang kamu lihat di berita."
alya menyilangkan tangan. "Aku cuma nanya, Rangga. Wajar kan kalau aku curiga. Kamu terluka, terus aku nemu nama perempuan di laptop kamu, terus kamu bilang dia penting... tapi kamu nggak pernah cerita."
Rangga menunduk, wajahnya terlihat lelah. "Aku nggak bisa cerita semuanya, Alya. Bukan karena aku nggak percaya. Tapi karena... aku ngak mau kamu kecewa. Nggak mau kamu takut."
"Kenapa aku harus takut?" tanya Alya tajam.
"Karena aku bukan orang biasa," jawab Rangga, pelan. "Dan Elora buka seperti yang kamu pikirkan. Dia bukan... bukan orang spesial dalam artian itu."
Alya menatap Rangga penuh tanya, namun tak menyela.
"Elora itu... dia orang yang pernah bantu aku di saat aku ngak bisa berdiri sendiri. Dia bukan penculik. Dia nyelametin anak-anak dari tangan orang yang jahat. Tapi karena dia melawan sistem, dia dicap kriminal."
Alya perlahan duduk ;agi di tepi ranjang. Wajahnya masih menyimpan rasa kesal, tapi juga bingung.
"Aku cuma pengin tahu... kamu itu siapa sebenarnya, Rangga?"
Rangga tidak menjawab. Pandangannya kosong, dan dalam harinya berkecamuk;
Kalau aku jujur, kamu masih akan di sini?
Kalau kau tahu siapa aku... Kalau kamu tahu aku adalah Looter... Kamu masih mau duduk di sini?
...----------------...
Di tempat lain, malam hari.
Layar monitor menyala dengan tampilan kamera pengintai yang mengarah ke sebuah aparteman dari kejauhan.
Dua orang pria berbaju gelap duduk di depan meja kayu berdebu. Salah satunya menyalakan rokok, asapnya mengepul pelan.
"Target terluka. Tapi masih hidup," kata pria pertama. "Informasi terakhir bilang dia simpan proyektil dii tempat lain."
"Perempuan itu. Dia masalah," sahut pria kedua, menunjuk pada gambar Alya yang keluar membawa kantong plastik berisi obat dari minimarket.
"Dia bukan target, tapi kalau dia tahu sesuatu..."
"Kita bersihkan. Ringkas. Tanpa jejak."
Suasana hening sejenak. Hanya suara kipas dan gemerisik monitor yang terdengar.
"Elora pasti sudah tahu."
"Elora bukan masalah sekarang. Fokus pada Looter."
Pria pertama mengetik sesuatu di laptopnya. Muncul foto Rangga, dengan catatan situs: "Aktif - Luka Dalam - Berpotensi Eksposur"
"Mulai Aktifkan rencana cadangan. Pantau sinyal apartemennya. Kita buat dia keluar. Dan pastikan... dia gak bisa kembali"
To Be Continued.....