NovelToon NovelToon
Ketika Malaikat Maut Jatuh Cinta

Ketika Malaikat Maut Jatuh Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Terlarang / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:405
Nilai: 5
Nama Author: Irnu R

Alya tidak pernah menyangka hidupnya yang biasa akan berubah selamanya saat ia bertemu dengan Rheyan, sosok pria misterius dengan tatapan kelam dan aura yang terlalu menggoda. Ia datang di saat-saat antara hidup dan mati, membawa takdir yang tak bisa dihindari. Tapi yang tak ia duga, sang malaikat maut justru terpikat oleh kelembutan dan keberaniannya.

Di sisi lain, ada Davin, dokter penuh kasih yang selalu ada untuk Alya. Ia menawarkan dunia yang nyata, cinta yang hangat, dan perlindungan dari kegelapan yang perlahan menyelimuti kehidupan Alya.

Namun, cinta di antara mereka bukanlah hal yang sederhana. Rheyan terikat oleh aturan surgawi—malaikat maut tak boleh mencintai manusia. Sementara Alya harus memilih: menyerahkan hatinya pada keabadian yang penuh bahaya atau tetap berpijak pada dunia fana dengan seseorang yang bisa menjanjikan masa depan.

Ketika batas antara surga dan bumi kabur, bisakah cinta mengubah takdir? Atau justru cinta itu sendiri yang akan menghancurkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irnu R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keanehan yang Meningkat & Peringatan Rheyan

Alya duduk di tepi tempat tidurnya, jari-jarinya saling bertaut di pangkuan. Udara di kamar terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun jendela tertutup rapat. Dia menghela napas pelan, memperhatikan bayangan dirinya di lantai yang goyah diterpa cahaya lampu tidur. Sudah tiga hari sejak dia keluar dari rumah sakit, tapi tubuhnya masih terasa aneh. Bukan karena luka atau nyeri, justru sebaliknya. Dia merasa lebih sehat dari seharusnya.

Dia menghela napas, berusaha mengabaikan perasaan aneh itu.

Namun, semakin dia berusaha, semakin banyak hal yang terasa... tidak masuk akal.

Bayangan di cermin yang bergerak lebih lambat daripada dirinya. Langkah kaki yang terdengar di lorong rumahnya, meskipun dia tinggal sendirian. Rasa dingin yang muncul tiba-tiba, bahkan saat jendela tertutup rapat.

Mungkin aku cuma stres, pikirnya.

Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk mengambil air. Saat melewati ruang tamu, matanya sekilas menangkap pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan.

Dan jantungnya langsung berdegup kencang.

Pantulan itu tersenyum. Bibirnya tertarik perlahan, lalu semakin melebar… terlalu lebar, hingga hampir tidak masuk akal. Seolah wajahnya terbelah menjadi sesuatu yang bukan manusia. Matanya juga berbeda lebih gelap, lebih dalam, seperti lubang tanpa dasar.

Dada Alya berdenyut kencang, keringat dingin merayapi tengkuknya. Dia ingin berbalik, ingin memastikan tidak ada sesuatu yang mengintai dari belakangnya, tapi tubuhnya seakan membeku.

Dia mengusap wajahnya, mencoba mengendalikan ketakutannya. "Aku butuh tidur," gumamnya pelan, Meskipun suara hatinya berkata sebaliknya. Tidur tidak akan menghapus perasaan aneh ini. Tidak akan menghapus senyuman di cermin itu yang entah kenapa masih terasa nyata di ingatannya.

Namun, sebelum dia sempat melangkah, suara lain muncul.

Tap. Tap. Tap.

Langkah itu terdengar pelan... lalu berhenti.

Tepat di belakangnya.

Alya menahan napas. Detik-detik terasa lambat. Punggungnya menegang, telinganya menangkap suara samar, bukan hanya langkah kaki, tapi juga sesuatu yang lain. Suara tarikan napas. Halus. Dalam. Bukan miliknya.

Dia menelan ludah, lalu menoleh cepat.

Kosong.

Tidak ada siapa-siapa.

Tapi rasa dingin tetap tinggal.

Tepat di belakangnya. Seakan ada seseorang yang berdiri di sana, mengamatinya dalam diam.

Dia menoleh cepat, tapi tidak ada siapa-siapa. Rumahnya kosong.

Tapi entah kenapa, dia tahu dia tidak sendiri.

Di tempat lain, Rheyan berdiri di atap gedung tinggi, menatap ke arah rumah Alya. Wajahnya dingin, tapi dalam pikirannya, ada pergolakan yang tidak bisa dia jelaskan.

Seharusnya dia sudah mati. Rheyan mengulang kalimat itu di benaknya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Tapi entah kenapa, kata-kata itu terasa kosong.

Dia menggenggam jemarinya erat-erat, merasakan angin dingin menghembus wajahnya dari atas gedung. Seharusnya ini hanya tugas. Seharusnya dia bisa pergi. Tapi setiap kali dia mencoba melangkah, langkahnya terasa berat.

Kenapa aku tidak bisa membiarkannya pergi?

Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Sejak malam kecelakaan itu, ada sesuatu yang berubah. Dia merasakan tarikan kuat yang mengikatnya pada Alya, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi.

Aku harus menjauh.

Tapi setiap kali dia mencoba melangkah, tubuhnya terasa berat. Seperti ada rantai tak kasat mata yang mengikatnya, menariknya kembali ke arahnya. Seolah ada kekuatan yang menahannya, memaksanya untuk tetap di sini.

Angin berdesir di sekelilingnya. Suara-suara samar terdengar, seakan mengingatkannya akan tugasnya.

"Kau sudah melanggar keseimbangan, Rheyan."

Suara itu berbisik di telinganya, meskipun tidak ada siapa-siapa di sekitar. Bukan suara manusia, bukan suara yang berasal dari dunia ini.

Rheyan mengepalkan tangan. Dia tidak perlu diingatkan. Dia tahu batasannya. Tapi entah kenapa, dia tidak bisa mengabaikan perasaan ini.

Rheyan menutup matanya. Dia tahu dia seharusnya pergi. Tapi dia tidak bisa.

Alya tidak bisa tidur malam itu. Setiap kali dia memejamkan mata, ada perasaan gelisah yang menghantuinya.

Dan ketika dia akhirnya terlelap, mimpinya terasa terlalu nyata.

Kabut hitam pekat menyelimuti sekelilingnya. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kehampaan. Udara di sini berat, menusuk hingga ke paru-paru, membuat napasnya tersengal.

Suara-suara berbisik di sekelilingnya, tapi terlalu pelan untuk dipahami.

Kemudian, dari dalam kabut, seseorang muncul.

Rheyan.

Dia berdiri di depannya, ekspresinya tak terbaca. Matanya hitam pekat, tapi ada sesuatu di sana. Sesuatu yang membuat Alya merasa tidak nyaman.

"Kamu tidak seharusnya ada di sini," suaranya terdengar datar.

Alya menatapnya bingung. "Di mana ini?"

Rheyan tidak menjawab. Dia hanya melangkah lebih dekat, membuat kabut di sekelilingnya semakin tebal.

"Aku harus memperingatkanmu," katanya lagi, suaranya terdengar lebih dalam kali ini. "Jauhi dia... sebelum semuanya terlambat. Kau tidak tahu apa yang sedang mengintaimu."

Alya mengernyit. "Maksudmu siapa?"

"Tinggalkan dia," suara Rheyan terdengar lebih dingin. "Atau kau akan menghadapi konsekuensinya."

Kabut di sekeliling mereka bergerak liar. Tiba-tiba, angin kencang bertiup, membuat tubuh Alya terasa ringan, seolah akan terseret ke dalam kegelapan.

"Rheyan!"

Tapi dia hanya berdiri di sana, menatapnya tanpa ekspresi.

Lalu semuanya menghilang.

Alya tersentak bangun, jantungnya berdebar keras. Tenggorokannya kering, tubuhnya berkeringat meskipun udara di kamarnya dingin. Dia meraba dadanya, mencoba mengatur napasnya.

Tapi rasa gelisah itu tidak hilang.

Dia memandang ke sekeliling kamar, memastikan semuanya masih sama.

Sampai matanya menangkap sesuatu di dinding.

Dadanya naik turun, jantungnya berdegup tak karuan. Dia melihat sekeliling kamar normal, tidak ada yang berubah.

Setidaknya, itulah yang dia pikirkan.

Sampai matanya menangkap sesuatu di dinding.

Sebuah bekas tangan. Hitam. Samar. Tidak hanya satu. Ada jejak lain yang lebih kecil, seolah sesuatu telah merayap di dindingnya.

Alya membeku.

Tangan itu bukan miliknya.

Dan dia tahu... mimpi itu bukan sekadar mimpi.

1
Ngực lép
Aku suka banget sama karakter di dalam cerita ini, author jangan berhenti yaa!
Legato Bluesummers
Keren! 😍
°·`.Elliot.'·°
Bikin susah move-on, semoga cepat update lagi ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!