bekerja di sebuah perusahaan besar tentunya sebuah keinginan setiap orang. bekerja dengan nyaman, lingkungan kerja yang baik dan mempunyai atasan yang baik juga.
tapi siapa sangka, salah satu sorangan karyawan malah jadi incaran Atasannya sendiri.
apakah karyawan tersebut akan menghindar dari atasan nya tersebut atau malah merasa senang karena di dekati dan disukai oleh Atasannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Halaman Dua satu
***
Sampai Jam Pulang Laudya berusaha menghindar dari Nanda, ia sangat malu dan kesal kepada Maxim. Karena sudah memeluknya di saat Pintu ruangan Kerja Maxim tidak terkunci.
Bahkan di saat Nanda keluar ruangannya, Laudya berusaha untuk menyibukkan dirinya dan ia juga berpura-pura sedang mencari sesuatu.
Melihat jam tangannya sudah waktunya pulang kerja, dan Nanda juga belum kelihatan keluar. Dengan cepat Laudya merapikan Meja kerjanya dan berjalan agak cepat menuju lift.
“Jangan ketemu, Pliss.” Gumam Laudya.
Setelah Pintu Lift tertutup, Laudya bernafas lega. Mungkin hari ini bisa menghindar, tapi untuk besok seperti nya tidak bisa.
Sebenarnya Maxim sempat mengatakan kalau ia akan mengantarkan Laudya Pulang, Laudya belum sempat mengiyakan makanya sekarang Laudya memilih untuk pulang lebih Cepat.
.
Di dalam ruangan, Maxim tahu kalau Laudya sudah pulang. Karena ia memantaunya dari cctv.
Untuk sekarang Maxim akan membiarkan nya, tapi untuk besok pagi Maxim akan lebih cepat Menjemput dan mengatakan Laudya Pulang.
“Besok Gue Harus berangkat ke lebih pagi, kira-kira enak nya bawa apa ya? gak mungkin kan setiap hari ke rumah nya tapi gak bawa apa-apa.” Gumam Maxim.
“Sepertinya kalau yang ini harus minta saran Papa.” Ucapnya.
Maxim tidak langsung Pulang, ia memilih untuk beristirahat sebentar di ruangan nya. dan ia juga sudah ada Janji dengan Opa nya, entah apa yang akan di bahas, yang pasti katanya ada hal yang sangat penting.
Tepat di Jam Enam Sore, Maxim baru keluar dari Pintu utama perusahaan. Ia sudah di tunggu oleh Supir nya, karena memang tadi ia Berangkat kerja tidak mengendarai mobil nya sendiri.
“Ke Mansion Opa.” Ucap Maxim.
“Siap, Pak.”
Maxim biasanya akan sibuk dengan Macbook nya, kali ini tidak. Maxim menatap keluar jendela Mobilnya, menikmati suasana sore di kota Jakarta dengan penuh kebisingan oleh kendaraan berlalu lalang.
Maxim memikirkan soal kapan ia harus melamar Laudya, kalau dalam waktu dekat seperti nya itu bukan ide yang Bagus.
Maxim tidak ingin buru-buru, mungkin paling salam satu Bulan atau Dua bulan. Yang pasti Maxim memiliki target Menikah, yakni tidak boleh lewat dari tahun Sekarang.
Setelah Lama berkendara, Maxim sudah sampai di Mansion Opa nya. Ia tidak sengaja melihat Mobil yang biasa di gunakan oleh orang tuanya.
Maxim keluar dari Mobilnya dan berjalan dengan santai menuju pintu utama, saat masuk ke dalam Mansion, yang pertama ia lihat hanya ada Seina saja sedang berada di Ruang tengah.
“Yang lainnya kemana?” Tanya Maxim.
Seina yang sedang menatap pada layar televisi Terkejut bahkan sampai Toples yang berisi Keripik yang ia pegang sampai jatuh.
“Astaga, Malah ngagetin. Untung gak punya riwayat penyakit jantung.” Seina mengelus-elus Dada nya.
“Mana?” Tanya kembali Maxim.
“Lagi pada ngumpul di dalam ruang kerja Opa, katanya Abang langsung ke sana aja.” Jawab Seina.
Maxim meninggalkan Seina dan berjalan menuju Lift yang ada di Mansion tersebut, Kebetulan Ruangan kerja Opa nya berada di lantai paling atas. Yakni lantai ke tiga.
Seperti nya memang ada hal yang sangat penting, sampai orang tuanya juga ikut di kumpulkan oleh Opa nya.
Maxim keluar Lift, ia terus melangkahkan kakinya sampai sekarang sudah berdiri di depan ruangan kerja Opa nya.
Sebelum Masuk, Maxim lebih dulu mengetuk pintu tersebut setelah itu baru ia membukanya.
Pintu terbuka, Maxim bisa Melihat. Orang tua dan Oma Opa nya sedang duduk pada Sofa yang berada di ruangan tersebut.
Ia menghampiri mereka dan duduk di samping Oma nya.
“Ada Apa?” Tanya Maxim.
Para orang tua malah saling tatap, “Kamu aja yang bicara.”Titah Pak Asraf pada Putranya.
“Kok malah Bara sih, kan Papa yang ngasih usulan nya.” ucap Pak Bara.
“Ada apa sih? Susah banget kayanya cuma mau bicara doang.” Tanya Maxim.
“Udah Papa aja.” Lanjut Pak Bara.
Pak Asraf menatap Cucu kesayangan nya itu, “Kamu di larang nolak.” Ucapnya.
Maxim menatap Opa nya dengan tatapan tidak suka, kenapa ia tidak boleh menolak. Sementara di hidup ini setiap orang berhak untuk mengajukan Protes atau menolak apa yang tidak disukai, dan itu menurut apa yang ada di dalam pikiran Maxim sekarang.
“Belum juga udah bilang begitu, kalau gitu gak usah ngasih tahu.” Ucap Maxim.
Maxim sudah ingin berdiri, tapi Oma nya menahan tangannya dan meminta Maxim untuk duduk kembali.
Dengan perasaan kesal, Maxim Akhirnya kembali Duduk.
Sebelum bicara, Pak Asraf berdekhem dulu. “Rencananya Opa mau buat Mall di daerah Jawa Timur, dan Opa pengen kamu yang mengurus semuanya. Lahan nya sudah ada, jadi Kamu tinggal mengurus sisanya.” Ucap Pak Asraf.
“Dan itu berarti Maxim harus tinggal disana sementara gitu?” Tanya Maxim.
“Kalau itu sudah pasti, Tidak akan lama. Kemungkinan hanya Dua sampai tiga bulan saja.” Jawab Pak Asraf.
“Opa sadar Umur tidak?” Tanya Maxim.
“Sadar, Opa sudah semakin tua dan Opa ingin segera punya cicit.”
“Bukan itu Poin utamanya, Gini ya Opa. sudah tahu Umur Opa itu semakin tua, seharunya Opa Tidak perlu mengurusi urusan dunia lagi, seharusnya fokus pada urusan Akhirat.” Ucap Maxim.
“Untuk Apa sih buat Mall, Cucu Opa itu cuma Aku. Dan kalau Opa buat Mall nantinya untuk siapa?” Tanya Maxim.
“Ya untuk keturunan kamu selanjutnya.” Jawab Pak Asraf.
“Itu tidak perlu, Semuanya sudah Maxim urus untuk masa depan Anak-anak Maxim Kelak.” Ucap Maxim.
“Tapi kalau Opa tetap kekeh ingin melanjutkan rencana pembuatan Mall, Suruh Papa aja yang urus.” Lanjut Maxim.
“Loh Kenapa malah jadi Papa? Papa gak mau.” Ucap Pak Bara.
“Kalau gitu Maxim juga, Kalau Opa nyuruh Maxim ke sana. Kapan Maxim ada waktunya untuk pdkt sama Laudya,Bukan nya Opa pengen cepat-cepat aku Nikah kan?”
Pak Asraf menganggukkan kepalanya, Dari dulu memang beliau selalu meminta Maxim untuk segera mencari Istri. Katanya beliau ingin punya Cicit seperti teman-teman nya.
Melihat Opa nya menganggukan kepalanya, Maxim tersenyum miring. “Nah, jadi urusan Mall suruh Papa aja.”
Maxim berdiri, kali ini tidak di tahan Oma nya lagi. “Maxim Mandi dulu.” Ucapnya.
Setelah kepergian Maxim, Para orang tua kembali saling tatap. Tapi lebih ke Pak Asraf menatap lekat putra satu-satunya itu.
"Kamu yang urus.” Tunjuk Pak Asraf kepada Pak Bara.
Pak Asraf keluar dari ruangan kerjanya sambil mengajak Istrinya, dan kini di dalam sana hanya ada Pak Bara dan Bu Arumi.
“Sudah tuturi aja, kan nanti juga buat cucu-cucu kita.” Ucap Bu Arumi.
Pak Bara menghela nafasnya. “Tapi Mama harus ikut.”
“Iyalah Mama harus ikut, yang ada nanti bisa-bisa Papa kecantol sama perempuan disana.” Ketus Bu Arumi.