Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran.
Setelah drama rem mendadak mobil yang dikendarai Adnan sampai di kediaman rumah Sabrina.
"Terimakasih Pak," ucap Sabrina setelah turun dari mobil.
"Sama-sama," jawab Adnan singkat.
"Dada Afina..." Sabrina melambaikan tangan kepada Afina yang melirik dirinya seolah tak akan berpisah walaupun sejenak.
"Dada Tante... besok jangan bohong ya, kita menggambar Kucing di ruangan Papa," pesan Afina.
"Okay..." Sabrina tersenyum kemudian menutup pintu. Ia menunggu hingga mobil Adnan berjalan Sabrina masih berdiri di tempat.
Mobil Adnan pun akhirnya melaju, meninggalkan Sabrina. Afina masih terus memandangi Sabrina dari kejauhan dengan menyembulkan kepalanya keluar. Adnan heran mengapa putrinya ingin terus mempel pada wanita yang baru dikenal.
"Fina... segera tutup kaca-nya sayang... nggak boleh kan mengelurkan anggota badan disaat mobil sedang berjalan," Nasehat Adnan panjang lebar.
"Iya deh, habisnya aku seneng main sama Tante, Pa," bagi Afina Sabrina adalah teman sekaligus mama baru nya.
"Atau kamu mau pindah ke samping Papa," Adnan menunjuk kursi di sebelah nya.
"Nggak mau, aku mau disini saja," Afina cemberut.
"Heee... anak Papa kok cemberut gitu? Jelek kali?" Adnan terkekeh menatap putrinya dari kaca spion yang sedang merajuk.
"Aku kan dari tadi sudah mikir Pa, ingin melanjutkan menggambar Kucing yang belum selesai ini," Sabrina membuka ransel miliknya yang ia taro di sebelah, kemudian ambil buku gambar.
"Ini lihat Pa," Afina maju ke depan menunjukkan gambar yang masih kerangka. Adnan melirik sekilas kemudian kembali fokus menyetir.
"Bagus kok," jawab Adnan singkat.
"Yeah... kan Papa mah begitu doang, bilangnya," Afina kembali mundur.
"Hehe... kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba belain Tante Sabrina terus... sudah gitu pengen dekat terus sama Dia?" Adnan heran selama ini putrinya bukan orang yang mudah akrab dengan orang lain tapi kini berubah 180 derajat.
"Nggak tahu, pokoknya Tante Sabrina itu baik." jawab Afina apa adanya.
"Oh iya Pa, bagaimana caranya sih... Tante Sabrina biar menjadi Bunda aku, tinggal bersama kita, mengajari aku menggambar, kita pergi bersama-sama, mengantar aku sekolah, seperti teman-teman aku yang lain," Afina berbicara selayaknya orang dewasa.
Adnan hanya tertegun mendengar celotehan Afina yang tidak ia sangka sebelumnya.
Susana di mobil menjadi hening kala Afina pun tertidur pulas.
Adnan menarik napas sesak, mengapa Afina bicara begitu. Namun Adnan segera sadar. Anak sebesar Afina tentu belum mengerti masalah orang dewasa, bahkan mungkin tidak tahu apa yang barusan Afina ucapkan. Mobil terus melaju tidak memakan waktu lama Adnan sampai tujuan.
Setelah dibukakan pagar oleh satpam, Adnan masuk dan membiarkan mesin tetap menyala. Menggendong Afina ke dalam rumah, setelah menyerahkan kunci kepada satpam agar segera di masukan mobil ke dalam garasi.
Dengan langkah kaki panjang Adnan menapaki anak tangga sambil menggendong Afina. Lalu menidurkan putrinya di kamar.
"Maafkan Papa sayang..." Adnan mencium pipi Fina sebelum akhirnya salin baju.
******
"Nan, kamu sudah terimakasih sama Sabrina?" tanya Fatimah ketika mereka ngobrol di ruang keluarga.
"Sudah," jawab Adnan singkat.
"Terus bagaimana? Kamu ngobrol nggak sama Dia, lalu Dia kamu ajak makan nggak, atau setidaknya kamu antar pulang?" cecar Fatimah.
"Di antar," jawab Adnan.
"Nan, Mama ada harapan ke depan, Sabrina itu anak yang baik, bisa menjadi ibu yang baik bagi Afina, bisa menjadi istri yang baik buat kamu, Nak,"
"Aku ke atas dulu Ma," potong Adnan kemudian meninggalkan Fatimah. Fatimah hanya bisa menatap langkah putranya yang tidak bersemangat.
Begitulah Adnan jika disinggung masalah pernikahan, kepalanya terasa sakit. Pernikahan terdahulu membuat nya terluka. Luka tak berdarah. Sudah ke sekian kali Fatimah berusaha mengajaknya konsutasi ke dokter namun selama ini belum membuahkan hasil.
Adnan merebahkan tubuhnya di kasur Flashback 5 tahun yang lalu. Cinta nya pada Lastri gadis cantik, baik, luar dalam itu lah satu-satunya wanita yang mampu mendebarkan jantung nya. Namun cinta nya bertepuk sebelah tangan. Yakni Lastri adalah kekasih Arman.
Sungguh berat bagi Adnan menerima kenyataan bahwa Lastri telah dinikahi Arman. Tidak ada pilihan lain bagi Adnan selain mengikhlaskan gadis yang di cintai menikah dengan Arman pria baik, dan Adnan yakin bahwa Lastri akan hidup bahagia bersama Arman.
Semenjak itulah Adnan menerima perjodohan orang tuanya dengan Isabella. Ia berharap dengan menikahi Bella, akan merubah sifat Bella sedikit demi sedikit agar menjadi lebih baik.
Adnan menarik napas sesak.
Ternyata harapan hanyalah harapan, sikap Bella semakin menjadi jadi. Masih segar dalam ingatan pernikahan nya dengan Isabella karena perjodohan sama sekali tidak membawa ketentraman selama satu tahun pernikahan.
Adnan bertahan hanya demi bayi yang di kandung Bella. Percekcokan hampir setiap hari terjadi. Tidak ada sedikitpun kedamaian disana. Jika Adnan meniduri Bella bukan karena cinta. Namun hanya sebagai nafkah batin yang harus ia berikan.
Perjodohan yang terpaksa dia terima karena membayar hutang budi orang tuanya. Dulu papa Rachmad mengalami gagal ginjal dan terpaksa menerima tranparansi ginjal dari Papa Bella karena mama Fatimah mencari pendonor tidak ada yang cocok.
Karena transplantasi ginjal tersebut yang membuat papa Rachmad dan papa Bella membuat kesepakatan ingin menjodohkan anak mereka yakni Muhammad Adnan dan Isabella.
Namun tanpa Rhacmad tahu, Bella ternyata bukan gadis yang baik. Perilakunya yang buruk, susah di atur, dan berbuat sekehendak hati bahkan semena-mena tidak hanya pada Adnan tetapi juga terhadap orang lain.
Flashback on.
Malam hari Adnan sengaja tidak tidur, menunggu Bella yang tidak juga pulang. Tentu Adnan tidak ingin terjadi sesuatu di perut Bella. Karena Bella sedang hamil muda yakni 3 bulan.
Mendengar derung mobil di luar rumah, Adnan bergegas kedepan berniat membuka pintu. Ia membuka gorden netra nya menangkap Bella yang mengenakan pakaian seksi baru turun dari mobil. Namun entah mobil siapa Adnan tidak tahu.
Bella merogoh tas hendak membuka pintu dengan kunci cadangan. Namun belum sampai ketemu pintu sudah lebih dulu dibuka.
"Habis darimana kamu Bella! Hingga larut malam begini baru pulang?!" Adnan marah besar karena menunggu Bella dan sampai dini hari baru pulang.
Brak! Bella menutup pintu terlalu kencang.
"Apa perduli kamu Adnan?! Toh di rumah pun aku tidak kamu anggap!" Bella pun tak kalah emosi.
"Setidaknya kamu pikirkan bayi dalam kandungan kamu Bella! Kamu ini sedang hamil!" bentak Adnan.
"Haha, aku sengaja! Biar bayi ini mati sekalian, tidak ada gunanya hidup, karena aku tidak mau mengakui anak dari laki-laki yang tidak pernah melirik ke arah aku walaupun sejenak!" sinis Bella.
"BELLA! KAMU!" Adnan mengangkat tangan hampir melayangkan telapak tangan ke pipi Bella. Mana ada seorang ibu yang tega berbicara seperti itu pada darah dagingnya sendiri.
"Apa?! Pukul aku Adnan, Pukul!" Bella menantang.
"Aaaarrrggg...."
Buk!
Adnan meninju tembok hingga tanganya berdarah.
Flashback off.
*********
Bagi yang ingin tahu kisah Adnan dengan Lastri mampir karya sebelumnya ya. (Perjuangan Sulastri.) Sebab ini kelanjutan dari kisah Sulastri.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello